Beberapa kali dia berdiri sambil menatap kedalam kamar besalin lewat kaca seukuran lebar dada. Berharap ada yang lewat untuk sekedar bersandi kabar. Di dalam penantian, dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi kecemasannya. Dia benar-benar menunggu, kali ini waktu seperti bermain-main dengannya. Memang di dalam waktu, manusia seringkali seperti budak.
Sesaat kemudian, seorang dokter akhirnya keluar dari kamar bersalin membawa kabar bagi mereka berdua. Kelahiran anak pertama seperti anugerah. Dia dan mertuanya tidak bisa menyembunyikan kabar bahagia itu, nampak dari senyum yang menempel di wajah mereka.
"Selamat Pak, anak anda perempuan, tetapi..."
"Tetapi kenapa dok?"
"Tetapi saya heran, waktu lahir tadi dia tidak menangis, awalnya saya sempat khawatir jangan-jangan dia tidak selamat".
Bagaimana bisa seorang bayi lahir ke dunia namun tidak menangis sama sekali, umumnya semua yang lahir pasti menangis. Memang aneh, akan tetapi keanehan itu segera tertutupi dengan kenyataan bahwa anak dan istrinya selamat. Dia telah menjadi seorang bapak, dan Itu cukup baginya.
Sekarang bukan waktunya memikirkan hal-hal aneh, sekarang waktunya untuk memikirkan kepulihan istri dan nama untuk anaknya, dan bagaimana perasaannya saat anak itu memanggilnya bapak?. Bayangan-bayangan seperti itu muncul dibenaknya.
Setelah proses persalinan selesai. Dengan bekal pakaian yang dibawa dari rumah, dia mengajak mertuanya masuk untuk menjenguk istri dan anaknya.
Wajah istrinya masih pucat dan tampak kelelahan, seperti habis berjalan jauh. Tapi masih bisa menggendong anaknya yang masih merah. Karena penasaran, dia merapat seperti memberi isyarat ingin menggendongnya. Keinginan seorang bapak yang telah lama menanti tidak bisa di tawar-tawar. Sambil menggendong anaknya dia kembali menatap istrinya.
"Bola matanya biru, seperti milikmu".
Sang istri balas menatapnya, lalu pelan-pelan bicara padanya.