Mohon tunggu...
Jay Z. Pai
Jay Z. Pai Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menulis saja

suka musik dan jalan - jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi Tak Selalu Tepat Waktu

24 Juli 2021   10:25 Diperbarui: 24 Juli 2021   16:13 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa pikir panjang Langit segera menyepakati saran Bintang. Keduanya berangkat secepat mungkin, seolah kopi sudah di seduh depan mata. Padahal jangankan memesannya, tiba di cafe yang di tuju saja belum.

"Ada cafe dekat-dekat sini, namanya Horinzontal Cafe". kata Langit. Lokasinya tepat pinggir jalan. Kopi di situ harganya murah, sekitar 10 ribu hingga 15 ribuan. Yang jelas masih terjangkau bagi jelata seperti kita. Menunya macam-macam. Kopi susu, Espresso, Capuccino dan masih banyak lagi. Nanti kau pilih sendiri.

Setibanya di cafe, Langit dan Bintang menghadap pelayan dan langsung memesan menu yang sama: kopi susu plus tidak pakai lama. Kemudian melihat-lihat sekitar, mencari tempat duduk, mungkin saja ada yang kosong. Ada dua kursi di teras cafe yang menghadap jalan. Langit segera ambil posisi, melempar tas dan berkas tugasnya yang membawa sial.

Sambil menunggu pesanan datang, Langit melanjutkan penuturannya soal kedai kopi yang mereka datangi tanpa menunggu persetujuan Bintang.

"Cafe ini sudah dua tahun berdiri. Selain minuman. Ada juga makanan. Menu andalannya nasi ayam geprek, kau bisa mencobanya nanti. Tapi saya saran, saat mencobanya, jangan lupa sediakan air mineral lebih dulu untuk berjaga-jaga. Bila mulutmu mengeluarkan api, kau bisa memadamkannya segera".

Sudah lewat 10 menit, kopi tak kunjung tiba. Bintang sudah mulai kesal. Raut wajahnya berubah, dahinya berkerut dan alis di kedua matanya mulai bertemu. Langit sadar temannya mulai kehilangan kesabaran. Untuk itu sebelum kesabarannya benar-benar habis, Langit melanjutkan ceritanya.

"Penyeduhan kopi dengan manual brew memang agak lama, beda dengan cara tekongan yang biasanya cepat. Aku lupa memberitahumu kalau di cafe ini pake manual brew. Jadi tolong bersabar, karena kopi tak selalu tepat waktu, seperti aku tadi pagi".

"Dua tahun terakhr di Kota Baringtonia mulai muncul beberapa warung kopi. Ada yang masih bertahan dengan konsep tekongan selain manual brew. Konon warung kopi itu adalah yang pertama di kota Pasir. Di kota tetangga malah banyak yang masih senang dengan kopi seduhan ala tekongan. Yang seperti ini bagus jika di teliti".

"Tapi kau tidak berencana mengambilnya sebagai judul skripsi kan?", sela Bintang.

Sebelum Langit menjawab, kopi susu pesanan mereka sudah datang. Entah kenapa kali itu, barista langsung yang membawanya. Bintang kaget, tapi bukan karena hal itu. Di cafe-cafe kecil, barista rangkap sebagai pelayan itu biasa. Ada hal lain yang membuat matanya tak bisa lepas dari si barista sejak tadi.

Setelah meletakan kopi pesanan, si barista sejenak menegur Langit, meminta maaf jika pesananya lama, kemudian berlalu tanpa lupa mengucapkan "selamat menikmati" dan meletakan senyuman tepat di wajah Langit dan Bintang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun