Perang tidak selamanya tentang benar dan salah. Kadangkala tentang menang dan kalah seperti politik kebanyakan. Kita mungkin benar tapi kita kalah. Kebenaran akan mendapatkan tempat dengan cepat jika bersanding dengan kemenangan. Sebaliknya, jika kebenaran mengalami kekalahan maka kebenaran akan terpinggirkan. Walaupun kebenaran akan hadir, dihadirkan bahkan menghadirkan dirinya tapi itu butuh waktu.
Mendapat pencerahan dari Krisna, Bisma akhirnya menurunkan senjatanya. Itu saat paling dramatis dalam kisah Bisma, ketika dia menghadapi terjangan anak panah Arjuna dengan tersenyum. Bisma pun tumbang ditangan Arjuna, keturunannya sendiri.
Semasa hidup Bisma Dewabrata telah mengalami tiga pengorbanan dalam hidupnya. pertama, mengorbankan posisi putra mahkota untuk kebahagiaan Ayahnya. Kedua bersumpah menjadi pelayan bagi tahta Hastinapura. Ketiga, mengingkari kebenaran yang diyakini karena sumpah janji. Semua itu dianggap sebagai pengabdian dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
Kita tidak bisa cepat – cepat menghakimi seseorang dengan stigma benar – salah atas tindakan yang dia lakukan, tanpa melihat dengan utuh alasan, setiap motif dan duduk persoalan yang sebenarnya. Hari ini banyak dari kita yang cenderung menjadi hakim atas kesalahan orang lain. Yang jika ditelisik dengan cermat isinya hanya gelembung emosi dan sentiment. Ujungnya marah – marah!
Bisma mungkin salah karena mengingkari kebenaran namun bagaimana dengan sumpahnya untuk melindungi tahta hastinapura?. Di sinilah objektivitas itu diperlukan dan Krisna telah menemukan jawabannya. Â
Jika anda pernah membaca novel Suluk Abdul Jalil karya KH. Agus Suyoto. Anda akan mendapati kisah yang mirip seperti kisah Bisma di atas. Dalam novel yang ditulis sebanyak tujuh jilid itu dikisahkan bahwa kerajaan Majapahit pernah mengalami perang dengan kesultanan Demak bintara. Dengan Raden Patah di pihak Demak dan Raden Kusen di pihak kerajaan Majapahit sebagai panglima perang.
Raden kusen adalah murid langsung dari Sunan Ampel : saudara ipar dari Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit Terakhir). Walaupun sebenarnya Raden Kusen tau betul kejatuhan kerajaan Majapahit tinggal menunggu waktu. Kerajaan ini akan mengalami kejatuhan sendiri oleh konflik politik internal keluarga istana. Namun karena pesan dari gurunya untuk selalu menjaga kerajaan majapahit apapun yang terjadi. Maka sebagai bentuk pengabdian kepada gurunya, Raden Kusen harus menghadapi kesultanan Demak sekalipun mengorbankan kebenaran pengetahuannya.
Kisah Bisma Dewabrata hanyalah sedikit contoh dari (mungkin) banyak kisah yang pernah ada. kisah Soal bagaimana Dharma (kewajiban) berhadapan dengan kebenaran. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H