Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Aksi Persekongkolan Jahat Para “Relawan” Abal-abal

29 Maret 2016   16:08 Diperbarui: 30 Maret 2016   14:06 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kelakukan komplotan ini kuat dugaan saya motifnya adalah hendak mencopet. Ini jelas mereka hanya akan membuat buruk citra pemerintahan Jokowi. Saya jadi sedih karena saya pun adalah relawan asli Jokowi. Tanpa pamrih, saya tidak minta dan tidak ingin jadi menteri apalagi komisaris. Saya hanya ingin melihat Indonesia berubah jadi bener dipimpin Jokowi.

Dalam kasus PT GI, disayangkan kenapa Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah ikut-ikutan“bermain” dengan mencoba masuk dalam kasus Build-Operate-Transfer (BOT) wilayah Hotel Indonesia ini. Saya paham koq HM Prasetyo memberikan kebebasan bawahannya untuk melakukan gebrakan dan mengangkat kasus pelanggaran hukum yang merugikan negara. Namun apakah HM Prasetyo dan Arminsyah paham jika ada sekelompok anasir di tubuh kejaksaan yang sedang bermain di belakang mereka? Ini berarti HM Praseto kontrolnya lemah terhadap internal kejaksaan. Atau mungkin, justru HM Prasetyo sendiri yang bermain dan ikut memimpin operasi PT GI ini. Jika Prasetyo bermain, apakah bos nya, Surya Paloh, yang nyuruh?

Menurut saya, sebagai pengajar hukum, melihat kasus ini sangat aneh jika Kejagung sampai turun tangan. Sejak awal, BOT adalah ranah perdata. Mengapa perjanjian sewa-menyewa bisa dibawa dibawa ke dalam ranah pidana?

Saya melakukan riset kecil-kecilan. Hasilnya? Pertama, PT HIN melalui salah satu komisaris barunya Michael Umbas mempermasalahkan pembangunan Apartemen Kempinski dan Menara BCA karena tidak ada dalam perjanjian. Namun jika melihat bocoran kontrak antara PT HIN dan PT GI yang tersebar di media sosial, tertera bahwa sebenarnya PT GI tidak melakukan pelanggaran kontrak BOT karena dalam kontrak tersebut dijelaskan PT GI diperbolehkan membangun sejumlah bangunan ‘dan lain-lain’ di area yang sudah sah mereka sewa tersebut.

Namun yang yang membuat saya tertawa adalah bagaimana mungkin PT HIN sejak awal tidak mengetahui adanya pembangunan dua gedung tersebut. Kalau memang bangunan itu bermasalah maka pada saat proses pembangunan beberapa tahun lalu, pihak PT HIN tentunya sudah mempermasalahkannya, bukan sekarang.

Konon sempat pula saya baca di online bahwa direktur PT HIN sebelum ini, seorang wanita, saya lupa namanya, pernah menerima sejumlah uang yang mestinya digunakan untuk pembangunan grup natour yang lain malah penggunaannya uang diduga diselewengkan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Inilah bahayanya jika BUMN hanya dijadikan sapi perah. Kembali ke Kejakgung, setelah melanjutkan “tongkat estafet” kepemimpinan Basrief Arif, HM Prasetyo dinilai gagal memimpin korps Adhiyaksa tersebut. Saya rasa penilaian KemenPan-RB yang menempatkan Kejagung dalam posisi paling buruk kinerjanya dari 77 lembaga/instansi pemerintahadalah sangat teramat tepat.

Dengan adanya persekongkolan ‘Genk M’ dengan ‘relawanJokowi’ abal-abal yang berposisi komisaris, kemungkinan kaitanya dengan unsur kementerian BUMN dan seputar istana, jelas-jelas tidak mengindahkan instruksi presiden, aparat hukum menggiring opini yang zalim, bertindak gaduh, saya mendukung sudah saatnya Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Siapa yang harus diganti? Presiden sudah tahu jawabannya. #SaveJokowi #SaveIndonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun