Mohon tunggu...
Zain Ananta
Zain Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa institut agama islam darussalam

Anggota ukm himpora iaid

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pembentukan Madzahab dalam Hukum Islam

20 Juni 2023   01:54 Diperbarui: 20 Juni 2023   02:11 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebenarnya, baik ra'yu maupun hadis ada di Irak, sebagaimana di Madinah juga ada ra'yu dan hadis. Namun keduanya beda dalam dua hal: (1) porsi ra'yu (pendapat) bagi ulama Irak lebih banyak dibanding di Madinah. (2) metode ijtihad dengan ra'yu bagi ulama Irak kebanyakan menempuh metode qiyas (analogi). Sedang bagi ulama Hijaz, dalam menggunakan rayu menempuh cara maslahsat. Akibatnya di Irak muncul cabang-cabang masalah fiqih dan fatwa untuk masalah-masalah yang belum terjadi. Inilah yang disebut dengan "fiqih taqdiri." Warna ini tidak ditemukan di Madinah, karena dasarnya adalah "maslahat." Hal itu tidak ada kecuali jika kasus itu benar-benar terjadi.

2. Faktor Perbedaan Pendapat dalam Menetapkan Metode Istinbath sebagai Sumber Hukum.
Seluruh ulama mazhab sepakat bahwa Al-Quran secara umum merupakan sumber hukum Islam. Begitu pula, dengan hadis Nabi, tetapi pada sisi lain, mereka berbeda persepsi pada penggunaan akal pikiran ra'yu sebagai sumber hukum sehingga memunculkan banyak variasi tentang penggunaan hukum sebagai metode istinbath hukum, misalnya ijma, qiyas, istihsan, mashlahah al-mursalah, (istishalah) urf, dan sebagainya.

Pada sisi lain, sekalipun mereka sepakat kedudukan Al-Quran dan hadis sebagai sumber hukum, dari aspek pemahaman terhadap nash Al-Quran dan hadis, mereka berbeda pendapat Hal ini karena dalam Al-Quran dan hadis terdapat susunan kata yang kadang-kadang mendatangkan lafazh yang bermacam- macam maknanya.

Hadis-hadis Nabi sebagai sumber hukum kedua diriwayatkan dengan cara variatif, yang kadang-kadang menyebabkan para ulama mazhab menggunakan hadis sebagai sumber hukum dan menerimanya dengan sangat selektif, sementara ada juga ulama mazhab lain menerima hadis tanpa seleksi yang ketat, baik dari aspek sahih, hasan, maupun dhaifnya hadis dari segi kualitas hadis. Ada yang hanya menerima hadis mutawatir tanpa hadis ahad. Ada pula yang menerima hadis dari aspek kuantitas secara keseluruhan.

Dalam analisis Qadri Azizy, pembentukan madzhab-madzhab fiqih tidak terlepaskan dari madzhab besar atau imam sebelumnya.

Perkembangan selanjutnya, proses bermadzhab tidak lagi mempersoalkan daerah, kota, atau tempat tinggal, tetapi lebih menekankan pada aspek personal (nama seseorang). Oleh karena itu, secara alamiah, madzhab fiqih identik dengan nama seseorang.Dalam membahas proses bermadzhab, Qodri Azizy mengatakan,

"Dalam perjalanan sejarahnya, madzhab klasik Irak hanya bertahan atau mengkristal di kalangan pengikut Imam Abu Hanifah, dan madzhab klasik Hijaz hanya bertahan atau mengkristal di kalangan pengikut Imam Malik... dalam proses transformasi madzhab klasik menjadi madzhab 'personal' (berdasarkan nama perseorangan) dan ini mulai terjadi pada abad kedua dan menjadi sempurna pada abad ketiga

Secara alami, ada madzhab yang masih ada dan ada yang punah. Dalam analisis Cik Hasan Bisri, penulis menyatakan secara lengkap bahwa: "Pertama, dalam komunitas Sunni terdapat tiga belas madzhab, di antaranya empat madzhab masih berkembang (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Kedua, dalam komunitas Syi'-i terdapat empat madzhab, di antaranya tiga madzhab masih berkembang (Ja'fari [Imami], Zaidi, dan Isma'ili).

Oleh karena itu, informasi di atas menunjukkan bahwa pembentukan madzhab tidak hanya didasarkan pada daerah, kota, atau tempat tinggal, tetapi juga pada nama perseorangan dari masing-masing madzhab. Selain itu, madzhab-madzhab itu tidak melemah atau menghilang dengan sendirinya; sebaliknya, mereka telah diuji, diverifikasi, dan diterapkan selama sekitar enam ratus tahun. Dengan kata lain, keempat madzhab -Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali- lulus melewati proses pemeriksaan tersebut.

Perkembangan berbagai madzhab juga mendapat dukungan dan pengaruh dari kekuasaan politik, selain didukung oleh fuqaha dan para pengikut mereka. Sebaran madzhab dapat dilihat dari beberapa negara, seperti Madzhab Syafi'i di Mesir, Irak, Bagdad, Syam, Yaman pemerinta hingga Brunei, Madzhab Hanbali di Arab Saudi dan Bagdad, Madzhab seperti da Hanafi di Kufah, Irak, Khurasan, dan Turki, Madthab Maliki di Hija, Madzhat Basrah, Mesir, dan beberapa daerah di Afrika, Andalusia, dan Maroko, amping dan Madzhab Ja'fari di Iran.

Endnote:
[1]Dedi Supriyadi, M.Ag., Sejarah Hukum Islam, Bandung: CV PUSTAKA SETIA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun