Ia kerap berdiri di pertigaan Sultan Hasanuddin - Pallantikang, Sungguminasa di pagi hari. Di depan showroom mobil Bukukumba Jaya Motor. Menanti Petepete --sebutan Mikrolet di Makassar-- warna merah tua yang akan menurunkannya di ujung Pettarani, Makassar. Dari situ, Petepete 07 jurusan Kampus Unhas Tamalanrea telah menantinya.
Saya selalu bertemu dengannya di tempat penantian Petepete itu. Cuma saya tak menunggu Petepete. Saya menunggu Kandang Puyuh alias bus bertingkat bermerek Volvo yang dikelola Damri, jurusan Sungguminasa - Sentral Ujungpandang. Nanti di Kilo 4 Makasaar, kini flyover, lanjut lagi dengan Kandang Puyuh yang lain, yang langsung masuk ke kampus Universitas Hasanuddin.
Kadang pula ia menyapa saya duluan di atas Kandang Puyuh. Berdua kami sering bersamaan menyodorkan karcis langganan bulanan kepada kondektur berpakaian ungu.
Deng Ical, lengkapnya Dr. H. Syamsu Rizal MI, S.Sos, M.Si. Masa itu ia kuliah di Fisipol Unhas. Jurusan Komunikasi. Saya di Jurusan Administrasi Negara di Fakultas yang sama. Angkatannya tiga tahun lebih muda dari saya.
Kala itu ia tinggal di Kompleks Kodam Pandang-Pandang Blok E paling ujung, tak jauh dari Masjid Al-Muhajirin. Di sebelah rumahnya, sudah areal kuburan Cina. Saya tinggal di Kelurahan Pandang-pandang, di lorong di belakang Bukukumba Jaya Motor.
![Menanti penerbangan dar Tbilisi, Georgia, ke Doha, Qatar, pada 26 Juni 2019 lalu.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/03/deng-ical-3-5de62816d541df70573a3ec2.jpeg?t=o&v=770)
Suatu ketika, saya ketemu dengannya di Boulevard Panakukang, ketika ia bersepada dan saya jalan kaki menuju warkop. Ia yang mendatangi saya. Dan, dalam sekejap ia sudah dikerubuti banyak orang untuk dimintai berswafoto.
![Penulis bersama Deng Ical di Botani Gandeng, di pusat kota Tbilisi, Georgia, 26 Juni 2019.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/03/deng-ical-5-5de62b0c097f362a652699f3.jpeg?t=o&v=770)
Dan, yang saya mau bilang lagi, bahwa ia dulu orang biasa. Dari keluarga biasa-biasa saja. Tak ada nama besar di belakang namanya. Tak ada orang tajir yang memback up perjalanan karirnya. Juga tak ada konglomerasi yang mendongkrak popularitasnya.
Di Makassar yang akan menghadapi Pilkada langsung tahun 2020, saya dengar surveinya cukup tinggi, bisa bersaing dengan Dani Pomanto, mantan walikotanya, yang juga akan maju lagi menjadi Walikota Makasssar untuk kedua kalinya. Wajar saja, sebab Deng Ical pernah menjadi Wakil Walikota Makassar mendampngi Dani Pomanto selama lima tahun.
![Deng Ical menghadiri jamuan makan malam di KBRI Qatar, di Doha, 27 Juni 2019](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/03/deng-ical-2-5de62b6d097f363b9c632c83.jpeg?t=o&v=770)
Di penghujung Februari 2019 lalu kami berkunjung ke Tel Aviv, menyaksikan betapa indahnya taman di sepanjang pantai Tel Aviv yang menghadap langsung ke laut Mediterania. Dalam cuaca sejuk 8 derajat pagi itu, kami menyusuri trotoar sambil jogging dan ngobrol santai.
![Saat itu kami berada di salah satu mal terbesardi pusat kota Doha, Qatar, 28 Juni 2019](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/03/deng-ical-4-5de62b59d541df4d8b7ccc52.jpeg?t=o&v=770)
Saya tahu, Deng Ical sedang  komparasi dan akan mengambil sisi-sisi menarik di kota-kota dunia tersebut untuk selanjutnya dia gunakan saat kelak ia memimpin kota Makassar.
Jika kemudian ia berhasrat jadi Walikota Makassar, itu tepat sekali. Semoga partainya dan juga partai-partai lain, bisa memahami dan mengusungnya.
Ia seorang pejuang. Dari awal.
ZT -Jakarta, 3 Desember 2019Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI