Saya akan bilang pada Mas Isman bahwa cerpen Bob Brandon tak mungkin dimuat.
Â
*
Saya terlalu capek sehingga langsung tertidur begitu kepala saya menyentuh bantal. Seharian membaca naskah di Kantor membuat mata saya lelah dan teramat berat. Sebuah mimpi mengantar saya ke suatu tempat dimana saya merasa sedang bercakap-cakap dengan seseorang.Â
Bob Brandon!Â
Kami Nampak sudah kenal akrab.
"Hebat kamu sekarang. Gam," kata Bob Brandon. "Dulu, cerpenmu yang diedit oleh redaktur fiksi. Dan sering membuat redaktur mengerutkan kening karena tak sedikit cerpenmu yang tidak bermutu. Malah ada cerpenmu yang langsung dibuang ke tempat sampah. Saya tahu kamu paling malas menyisipkan perangko. Tapi kini?"
Saya tersenyum-senyum Bangga.
"Semuanya jadi terbalik ya, Gam?" kata Bob Brandon lagi. "Sebagai Redaktur Fiksi tentu kamu berhak menilai suatu cerpen. Saya tak menyangka kamu bisa sehebat itu. Kamu telah berhasil mendahului impian dari sekian banyak pengarang.
"Kebetulan saja, Bob, sahut saya merendah. "Eh, kamu masih mengarang ya?"
Tiba-tiba mata Bob Brandon berkabut. "Aaya tak bisa mengarang lagi."
Saya menatapnya.Â
Ahhh... Bob Brandon menghela napas berat. "Ada sesuatu hal yang membuat kreativitas saya langsung terpenggal," ungkapnya. "Tapi, tak apalah." Ia menegakkan kepala. "Masih ada beberapa cerpen saya yang belum dimuat. Kamu sudah baca satu di antaranya kan?"