Hati saya terperangah, setelah membayangkan harga sepiring kecil pisang goreng yang mungkin hanya dua biji dipotong-potong kecil, di Yakun Kaya Toast yang sering saya tempati nongkrong sambil ngopi di Plaza Indonesia itu, tak kurang dari Rp. 30.000.-
"Jadi berapa kau dapat pembeli dalam sehari dengan jualan gorengan seperti ini?" tanya saya lagi.
"Sejuta sehari, kadang-kadang lebih," kali ini Asmah yang menyahut.
"Wah lumayan juga, berarti bisa kau untung tiga ratus ribu sehari," ucap saya.
"Lebih lagi, Kak. Di atas lima ratusan. Keuntungan jual makanan begini di atas seratus persen," ungkap Suardi.
Saya termangu-mangu. Bangga juga saya melihat usaha pasangan suami istri ini. Salut juga saya melihat kerja keras meraka di tengah tabiat begitu banyak ASN yang tidak kreatif dan banyak yang mengambil jalan pintas dengan melakukan cara-cara tak halal dan melanggar hukum.
Lantas, bagaimana cara mereka mengatur waktu antara jualan gorengan dengan kewajiban sebagai sipir penjara?
"Bisalah, Kak. Jadwal kerja sipir penjara itu ada yang masuk pagi, siang dan jaga malam. Setelah jaga malam, libur sehari. Saya dan Asmah tak pernah bersamaan jaganya. Jadi bisa diatur waktunya," jelas Suardi.
Wow, luar biasa. Hebat!
"Jangan kau makan uang haram dari penjara. Jangan kau coba-coba sentuh barang laknat seperti narkoba, apalagi membantu para pengedar menjalankan aksinya dalam penjara. Engkau bisa celaka nanti kalau kau terlibat di situ. Jangan kau coba-coba, Dek!" Begitu ultimatum saya saat pertama mereka jadi sipir penjara sekitar tahun 2005 lalu.
Suardi sipir di Lapas Narkoba Sungguminasa. Asmah sipir di Rutan Kelas 1 Makassar. Dan, Asmah adik bungsu saya.
ZT -Sungguminasa, 14 Oktober 2019