Mohon tunggu...
Zainal Ichwan
Zainal Ichwan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

Mahasiswa yang tertarik dengan segala hal

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Liberalisme: Deregulasi Finansial dan Krisis Keuangan 2007-2008

14 Maret 2024   01:11 Diperbarui: 14 Maret 2024   01:13 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

            Liberalisme yang mulai eksis pada abad ke-19 telah merubah peta perekonomian dunia dimana pada abad sebelumnya, perdagangan dikuasai oleh kerajaan sebagai pusat dari kekuasaan atau biasa disebut sebagai mother country, yang mana negara inilah yang mengatur jalannya perokonomia dari negara-negara koloninya yang dijadikan sebagai produsen bahan baku mentah.

            Pada abad ke-19, prinsip-prinsip liberalisme ekonomi semakin berkembang dan ditekankan dalam pemikiran ekonomi. Salah satu konsep yang menjadi pusat perhatian adalah kapitalisme laissez-faire, yang mengadvokasi pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah yang signifikan. Konsep ini dipromosikan oleh pemikir liberal klasik seperti Adam Smith, yang menekankan peran "tangan tak terlihat" pasar dalam alokasi sumber daya yang efisien, sebagaimana tercantum dalam karyanya "The Wealth of Nations".

Tidak hanya itu, liberalisme ekonomi pada abad ke-19 juga menekankan pentingnya kebebasan individu dalam ekonomi. Hak individu untuk memiliki dan mengendalikan properti pribadi, berkontrak secara bebas, dan menjalankan usaha tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan menjadi fokus utama. Prinsip-prinsip ini dipertegas oleh pemikir liberal klasik lainnya seperti John Stuart Mill, yang mengembangkan ide-ide tentang kebebasan individu dan perlindungan hak-hak individu dalam masyarakat liberal.

Abad ke-19 juga menyaksikan perkembangan teori ekonomi klasik yang didasarkan pada prinsip-prinsip liberalisme ekonomi. Karya-karya ekonom seperti David Ricardo dan John Stuart Mill menjadi pusat perhatian dalam mengembangkan teori-teori ekonomi klasik. 

David Ricardo, misalnya, terkenal dengan konsep teori perdagangan yang komparatif, yang menekankan manfaat dari spesialisasi dan perdagangan bebas antara negara-negara. Sementara John Stuart Mill mengembangkan ide-ide tentang kebebasan individu dan perlindungan hak-hak individu dalam masyarakat liberal.

Dengan demikian, perkembangan ini mencerminkan pentingnya prinsip-prinsip liberalisme ekonomi dalam membentuk pandangan ekonomi pada abad ke-19. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membentuk dasar dari pemikiran ekonomi klasik, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk sistem ekonomi di berbagai negara di seluruh dunia.

Salah satu hasil dari liberalisasi tersebut adalah munculnya deregulasi kebijakan finansial, deregulasi merujuk pada proses pengurangan atau penghapusan aturan dan regulasi pemerintah dalam suatu industri atau sektor ekonomi. Ini bisa melibatkan pengurangan hambatan atau pembatasan terhadap kegiatan bisnis dan investasi, baik dalam hal persyaratan perizinan, persyaratan modal, batasan perdagangan, atau aturan lain yang mengatur kegiatan ekonomi.

Deregulasi sering kali dipandang sebagai bagian dari pandangan ekonomi liberal, yang mendorong pasar yang lebih bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi swasta. Pendukung deregulasi percaya bahwa hal itu dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi, dan menciptakan lapangan kerja dengan memungkinkan pasar untuk beroperasi dengan lebih bebas.

Namun, kritik terhadap deregulasi menyatakan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan risiko ekonomi, merugikan konsumen atau pekerja, dan meningkatkan ketidakstabilan sistem keuangan. Contohnya adalah Krisis Keuangan Global 2007-2008, di mana deregulasi dalam sektor keuangan dianggap sebagai salah satu faktor pendorong krisis tersebut. 

Deregulasi memungkinkan praktik-praktik berisiko tinggi dan spekulatif, seperti pemberian pinjaman hipotek subprime tanpa jaminan yang memadai, untuk berkembang tanpa banyak pengawasan, yang pada akhirnya berkontribusi pada runtuhnya sektor perumahan dan krisis keuangan yang meluas.

Selama periode 2001-2006, sektor perumahan Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan pesat. Kebijakan pemerintah AS yang mendorong kepemilikan rumah melalui deregulasi dan insentif pajak menyebabkan lonjakan permintaan akan hipotek. Namun, pada 2006-2007, tingkat suku bunga mulai naik, menyebabkan pasar perumahan melambat. Banyak pemilik rumah dengan hipotek subprime, yang merupakan kredit berisiko tinggi, mulai mengalami kesulitan dalam membayar pinjaman mereka.

Pada tahun 2007, nilai aset properti turun dan beberapa pasar perumahan lokal di AS mengalami penurunan yang tajam. Perusahaan hipotek besar seperti Countrywide Financial mengumumkan kerugian besar. Pada Maret 2008, pemerintah AS mengambil alih Federal National Mortgage Association (Fannie Mae) dan Federal Home Loan Mortgage Corporation (Freddie Mac), dua lembaga pemerintah yang mendukung pasar hipotek AS.

Pada September 2008, investasi bank besar Lehman Brothers mengajukan kebangkrutan, yang merupakan yang terbesar dalam sejarah AS. Kebangkrutan Lehman memicu kepanikan di pasar keuangan global. Pada bulan yang sama, pemerintah AS harus menyelamatkan American International Group (AIG), perusahaan asuransi terbesar di dunia, dengan suntikan dana yang besar.

Dampak krisis tersebut tidak hanya dirasakan di AS, tetapi juga merembet ke negara-negara lain di Eropa dan Asia pada September 2008. Pasar saham mengalami penurunan dan ketidakpastian ekonomi meningkat. Negara-negara Barat mengumumkan paket stimulus ekonomi pada Oktober 2008 untuk mencoba mengurangi dampak resesi yang sedang terjadi.

Resesi global menjadi sangat parah pada tahun 2009, dengan angka pengangguran meningkat tajam di banyak negara. Pertumbuhan ekonomi terhenti dan beberapa negara bahkan mengalami kontraksi ekonomi. Meskipun situasinya perlahan pulih dalam beberapa tahun berikutnya, dampak jangka panjang dari krisis ini tetap dirasakan, dengan beberapa negara menghadapi tantangan struktural dalam pemulihan ekonomi.

Krisis Keuangan Global 2007-2008 menyoroti berbagai masalah dalam sistem keuangan global, termasuk deregulasi yang berlebihan, praktik risiko tinggi, dan ketidakmampuan lembaga pemerintah dan keuangan untuk mengantisipasi serta mengatasi krisis yang sedang berkembang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun