Liberalisme yang mulai eksis pada abad ke-19 telah merubah peta perekonomian dunia dimana pada abad sebelumnya, perdagangan dikuasai oleh kerajaan sebagai pusat dari kekuasaan atau biasa disebut sebagai mother country, yang mana negara inilah yang mengatur jalannya perokonomia dari negara-negara koloninya yang dijadikan sebagai produsen bahan baku mentah.
      Pada abad ke-19, prinsip-prinsip liberalisme ekonomi semakin berkembang dan ditekankan dalam pemikiran ekonomi. Salah satu konsep yang menjadi pusat perhatian adalah kapitalisme laissez-faire, yang mengadvokasi pasar bebas tanpa campur tangan pemerintah yang signifikan. Konsep ini dipromosikan oleh pemikir liberal klasik seperti Adam Smith, yang menekankan peran "tangan tak terlihat" pasar dalam alokasi sumber daya yang efisien, sebagaimana tercantum dalam karyanya "The Wealth of Nations".
Tidak hanya itu, liberalisme ekonomi pada abad ke-19 juga menekankan pentingnya kebebasan individu dalam ekonomi. Hak individu untuk memiliki dan mengendalikan properti pribadi, berkontrak secara bebas, dan menjalankan usaha tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan menjadi fokus utama. Prinsip-prinsip ini dipertegas oleh pemikir liberal klasik lainnya seperti John Stuart Mill, yang mengembangkan ide-ide tentang kebebasan individu dan perlindungan hak-hak individu dalam masyarakat liberal.
Abad ke-19 juga menyaksikan perkembangan teori ekonomi klasik yang didasarkan pada prinsip-prinsip liberalisme ekonomi. Karya-karya ekonom seperti David Ricardo dan John Stuart Mill menjadi pusat perhatian dalam mengembangkan teori-teori ekonomi klasik.Â
David Ricardo, misalnya, terkenal dengan konsep teori perdagangan yang komparatif, yang menekankan manfaat dari spesialisasi dan perdagangan bebas antara negara-negara. Sementara John Stuart Mill mengembangkan ide-ide tentang kebebasan individu dan perlindungan hak-hak individu dalam masyarakat liberal.
Dengan demikian, perkembangan ini mencerminkan pentingnya prinsip-prinsip liberalisme ekonomi dalam membentuk pandangan ekonomi pada abad ke-19. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membentuk dasar dari pemikiran ekonomi klasik, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk sistem ekonomi di berbagai negara di seluruh dunia.
Salah satu hasil dari liberalisasi tersebut adalah munculnya deregulasi kebijakan finansial, deregulasi merujuk pada proses pengurangan atau penghapusan aturan dan regulasi pemerintah dalam suatu industri atau sektor ekonomi. Ini bisa melibatkan pengurangan hambatan atau pembatasan terhadap kegiatan bisnis dan investasi, baik dalam hal persyaratan perizinan, persyaratan modal, batasan perdagangan, atau aturan lain yang mengatur kegiatan ekonomi.
Deregulasi sering kali dipandang sebagai bagian dari pandangan ekonomi liberal, yang mendorong pasar yang lebih bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi swasta. Pendukung deregulasi percaya bahwa hal itu dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi, dan menciptakan lapangan kerja dengan memungkinkan pasar untuk beroperasi dengan lebih bebas.
Namun, kritik terhadap deregulasi menyatakan bahwa tindakan ini dapat meningkatkan risiko ekonomi, merugikan konsumen atau pekerja, dan meningkatkan ketidakstabilan sistem keuangan. Contohnya adalah Krisis Keuangan Global 2007-2008, di mana deregulasi dalam sektor keuangan dianggap sebagai salah satu faktor pendorong krisis tersebut.Â
Deregulasi memungkinkan praktik-praktik berisiko tinggi dan spekulatif, seperti pemberian pinjaman hipotek subprime tanpa jaminan yang memadai, untuk berkembang tanpa banyak pengawasan, yang pada akhirnya berkontribusi pada runtuhnya sektor perumahan dan krisis keuangan yang meluas.
Selama periode 2001-2006, sektor perumahan Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan pesat. Kebijakan pemerintah AS yang mendorong kepemilikan rumah melalui deregulasi dan insentif pajak menyebabkan lonjakan permintaan akan hipotek. Namun, pada 2006-2007, tingkat suku bunga mulai naik, menyebabkan pasar perumahan melambat. Banyak pemilik rumah dengan hipotek subprime, yang merupakan kredit berisiko tinggi, mulai mengalami kesulitan dalam membayar pinjaman mereka.