Mohon tunggu...
Zainal Abidin El Hanifa
Zainal Abidin El Hanifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

saya saat ini sedang menempuh jenjang perguruan tinggi di Yogyakarta dan sedang mencoba untuk menulis di Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Pergundikan Era Kolonial Belanda

21 Juli 2024   23:18 Diperbarui: 21 Juli 2024   23:34 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua wanita gundik dan prajurit Belanda, source: harapanrakyat.com

Pada tahun 1852 dibuatlah peraturan mengenai pergundikan. Peraturan ini dibuat untuk menjaga agar praktik pergundikan tidak sampai menimbulkan adanya penyakit menular. Maka dibuatlah badan pengawas kupu-kupu malam yang bertugas menjaga kesehatan wanita gundik secara rutin. Pengawasan ini tidak lebih sebagai upaya untuk mencegah tertularnya laki-laki Belanda dari penyakit menular. Setiap wanita gundik harus melewati pengawasan yang ketat dan akan mendapatkan kartu  sehat dari dokter.

Setelah berjalan selama dua dasawarsa, pengawasan ini menunjukkan keberhasilan yang tinggi hanya di daerah tertentu saja, di sebagian daerah justru mengalami hal yang sebaliknya. Seorang dokter bernama Kohlbrugge mengemukakan keluh-kesahnya mengenai praktik pengawasan ini dalam sebuah tulisannya. Kohlbrugge menulis bahwa ia harus melaksanakan tugasnya memeriksa hampir ratusan gundik dalam seminggu. 

Tidak hanya itu di setiap perjalanan kerjanya Kohlbrugge harus menempuh jarak berpuluh-puluh kilometer jauhnya, hal ini tentu menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Ia berkesimpulan bahwa tugasnnya di Hindia Belanda tidak lebih hanya sebagai dokter penjaga rumah bordil saja.

Para gundik di rumah bordil, source: voi.id
Para gundik di rumah bordil, source: voi.id

Akan tetapi pada kenyataanya, pengawasan ini tidak serta merta berhasil menghentikan penularan penyakit seksual. Dengan dikecamnya praktik pergundikan pada sekitaran awal abad ke 19 membuat banyak rumah bordil yang ditutup. W.G. de Freytag selaku Direktur Departemen Kesehatan Hindia Belanda saat itu mengatakan bahwa beberapa perempuan pekerja gundik beraksi secara sembunyi-sembunyi. 

Selain itu banyak di antara mereka yang berkeliling ke kampung sekitar selama beberapa hari sehingga luput dari pengawasan. Beberapa permasalahan lainnya yang turut muncul pada akhirnya membuat pemerintah kolonial berinisiatif untuk melegalkan kembali praktik pergundikan.

Munculnya keinginan tersebut justru mnghadirkaan kembali kecaman yang dilontarkan oleh aktifis kemnusiaan Eropa. Mereka berargumen bahwa praktik seksualitas pada akhirnya berpengaruh terhadap kemampuan reproduksi perempuan. Seperti kasus sebuah wilayah di Perancis, ditemukan bahwa hal ini turut mengambil andil dalam menurunnya jumlah penduduk. 

Akhirnya di awal abad ke-20, secara resmi pemerintah Kolonial Belanda memutuskan untuk menghentikan pengaturan praktik pelacuran ini. Tanggal 1 Maret 1911, kegiatan pemeriksaan kesehatan bagi wanita gundik resmi dihentikan. Dua tahun setelahnya bahkan praktik pergundikan dikategorikan sebagai tindak pidana.

Para gundik di Jakarta tahun 1948, source: metro.sindonews.com
Para gundik di Jakarta tahun 1948, source: metro.sindonews.com

Praktik pergundikan biasanya ramai terjadi di wilayah-wilayah yang sangat dekat dengan zona aktifitas militer Belanda, salah satunya adalah Kota Bandoeng (Kota Bandung sekarang). 

Pada masa penghapusan peraturan pergundikan, Kota Bandoeng menjadi salah satu wilayah yang tinggi praktek pergundikan. Oleh karena itu,  Madjoe Kamoelijaan menjadi salah satu gerakan organisasi yang muncul untuk memerangi tindakan pergundikan tersebut. Bukan tanpa sebab, Kota Bandoeng kala itu berada di peringkat teratas menjadi kota dengan penyakit kelamin paling tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun