Mohon tunggu...
zainal anwar
zainal anwar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa electro tingkat akhir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KH Ahmad Dahlan, Pencetus Organisasi Muhammadiyah

7 Juli 2024   10:21 Diperbarui: 7 Juli 2024   10:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sejak didirikan, Muhammdiyah telah mempunya jutaan anggota. Pengikutnya tidak hanya terkonsentrasi di satu daerah saja, namun juga tersebar di seluruh Indonesia.

Organisasi ini pertama kali didirikan pada tanggal 18 November 1912 atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriah di desa Kauman Yogyakarta, dengan pendirinya Muhammad Darwis atau Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Latar belakang dan pendidikan KH Ahmad Dahlan

Nama asli Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darvis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara dan sebagai keturunan Mulana Malik Ibrahim, salah satu tokoh penting Walisong yang memprakarsai penyebaran Islam di Pulau Jawa.

Ahmad Dahlan melaksanakan ibadah haji selama lima tahun ke Mekah ketika beliau berusia 15 tahun. Dalam kurun waktu lima tahun tersebut, beliau mulai berkomunikasi dengan para tokoh Islam seperti Ahmad Dahlum, Muhammad Abduh, Rasyid Reza, Al Afghani dan Ibnu Taimiyah. Setelah kembali dari Mekkah pada tahun 1888, ia mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan.

Ahmad Dahlan kembali ke Mekah pada tahun 1903 dan tinggal di sana selama dua tahun. Ketika Ahmad Dahlan kembali ke Mekkah untuk kedua kalinya, ia berkesempatan belajar kepada KH Hasyim Asyari, Syekh Ahmad Khatib yang juga merupakan pendiri Nahdlatul Ulama. Kemudian pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta.

Sekembalinya dari Mekah, Ahmed Dahlan menikah dengan Siti Walidah, sepupunya dan putri Kiai Penghulu Haji Fadhil, yang dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, pahlawan negara dan pendiri Aisyiyah.

Ahmad Dahlan memiliki enam orang anak sejak menikah dengan Siti Walidah: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah dan Siti Zaharah. 

Ahmad Dahlan menikah dengan Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Diketahui pula ia pernah menikah dengan kakak Kiai Munawwir Krapayak, Nyai Rum, dan adik Adjengan Penghulu, Nyai Aisyah Cianjur. Sejak menikah dengan Nyai Aisyah, Ahmad Dahlan telah melahirkan seorang anak bernama Dandanah.

KH Ahmad Dahlan meninggal di usia 54 tahun pada tahun 1923 dan dimakamkan di Pemakaman Karangkajen Yogyakarta.

Pengalaman Organisasi KH Ahmad Dahlan

Selain mengutarakan pandangannya terhadap gerakan dakwah Muhammadiyah, Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai pengusaha batik yang sangat sukses.

 
Ahmad Dahlan, yang terlibat dalam berbagai kegiatan di masyarakat dan memiliki ide-ide cemerlang, merupakan sosok yang mudah diterima masyarakat. Ia segera mendapat posisi di Jam'iyatul Khair, Syarikat Islam, Budi Utomo.

Pada tahun 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi bernama Muhammadiyah untuk melaksanakan gagasan reformasi Islam di Indonesia. Ahmad Dahlan ingin mereformasi pikiran masyarakat dan melakukan kegiatan amal dengan mengikuti prinsip-prinsip Islam.

Beliau ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup sesuai prinsip AlQur'an dan Sunnah. Untuk itu, Ahmad Dahlan sejak awal berdirinya menegaskan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan dan pendidikan, bukan organisasi politik.

Ide Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah juga didukung oleh keluarganya dan keluarga disekitarnya. Namun dukungan positif tersebut tampaknya tak mampu mencegah fitnah, tudingan, dan provokasi yang dilontarkan ke Ahmad Dahlan.

Beliau dituduh mendirikan agama baru dan melanggar ajaran Islam. Ada pula yang menuding Ahmad Dahlan sebagai kaikak palsu karena meniru orang Jerman Kristen, mengajar di sekolah Belanda, dan berkolaborasi dengan Budi Utomo yang saat itu mayoritas bangsawan.

Saat itu, Ahmad Dahlan sedang mengajar pelajaran Islam di sekolah OSVIA di Magelang, sebuah sekolah swasta Jerman dan sekolah swasta untuk anak-anak bangsawan. Saat itu, banyak orang yang ingin membunuh Ahmad Dahlan. Meski dihina, diprovokasi, dan diancam, Ahmad Dahlan tetap bertekad dan mempertahankan pendiriannya dengan memperjuangkan reformasi Islam di Indonesia.

Ahmad Dahlan melanjutkan perjuangannya mendirikan Muhammadiyah dengan meminta legalisasi kepada pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Desember 1912. Permintaan ini baru disetujui oleh pemerintah pada tahun 1914. Kewenangan ini hanya akan digunakan di wilayah Yogyakarta, dan Muhammadiyah hanya dapat beroperasi di wilayah Yogyakarta saja.
Alasan pelarangan gerakan Muhammadiyah pada tahun
ini adalah karena pemerintah Belanda India saat itu khawatir gerakan yang didukung Ahmad Dahlan akan berkembang. Meskipun kebebasan bergerak dibatasi, cabang-cabang Muhammadiyah didirikan di daerah lain seperti Imogiri, Wonosari dan Srandakan.

Namun karena bertentangan dengan anjuran atau instruksi pemerintah Hindia Belanda, Ahmad Dahlan pun menyarankan agar cabang di kota lain menggunakan nama lain selain Muhammadiyah, seperti nama Nurul Islam di Pekalongan, nama Al Munir di Ujung Pandang dan Ahmadiyah di Garut.

Ahmad Dahlan menyebarkan gagasannya tentang Muhammad melalui Kajian akbar yang dibuatnya di berbagai kota. Selain itu, beliau juga membantu menyebarkan Muhammadiyah melalui perusahaannya sendiri. Ide Ahmad Dahlan rupanya mendapat sambutan baik dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Misalnya, banyak ulama dari berbagai daerah yang datang ke Ahmad Dahlan untuk menyatakan dukungannya terhadap gerakan Muhammadiyah.

Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921, Ahmad Dahlan kembali mengajukan permintaan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang Muhammaddiyah di kota-kota selain Yogyakarta. Pemerintah Hindia Belanda menerima permintaan tersebut pada 2 September 1921.

Sebagai tokoh demokrat dalam operasional gerakan dakwah, Ahmad Dahlan juga memberikan sarana bagi warga Muhammadiyah untuk mengevaluasi kiprahnya dan menentukan pilihan kepemimpinan di Muhammadiyah. Selama Ahmad Dahlan masih hidup, Muhammadiyah menyelenggarakan dua belas pertemuan dalam setahun dan menggunakan istilah Aldemeene Vergadering atau persidangan umum.

Sosok Ahmad Dahlan dikenal karena kedekatannya dengan umat dan ulama, serta dengan pemuka agama lainnya. Seperti Pastor Van Lith pada tahun 1914-1918. Pendeta pertama yang bermusyawarah dengan Ahmad Dahlan pada tahun itu adalah Pendeta Van Lith, dan saat itu beliau tak segan-segan masuk gereja dengan mengenakan pakaian haji.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun