Namun, saat ini Taman Budaya tersebut sudah berubah 360 drajat. Sanggar-sanggar dan komunitas kesenian sudah tidak terlihat lagi. Yang dulunya gerbang dan portal selalu terbuka, sekarang terkadang sudah ditutup. Hanya yang mempunyai keperluan yang boleh masuk. Padahal dulu Taman Budaya dibuka selama 24 jam.
      Hal itu terjadi setelah Taman Budaya dambil alih oleh Pemerintahan Kota (Pemko) Medan. Itulah mengapa TBSU berganti nama menjadi Taman Budaya Medan. Sedangkan TBSU dipindahkan ke kawasan Pekan Raya Sumatra Utara (PRSU).
      Kini bangunan tersebut sudah dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Budaya (Disdikbud) dan mulai giat melaksanakan kegiatan seni dan pertunjukan pelajar dari awal tahun 2023 ini. Revitalisasi pun banyak dilakukan untuk memperindah gedung kesenian tersebut.
      Persoalannya, gedung kesenian tersebut sudah berubah. Pesona yang seperti dulu sudah tidak terlihat lagi apalagi banyak seniman yang 'diusir' dari sana karena alasan bangunan yang tidak sesuai peruntukannya. Baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa wajib keluar dari sana.
      Walau TBSU sudah dipindahkan, banyak seniman Kota Medan bahkan di luar Kota Medan ingin Eks TBSU tersebut dijadikan gedung kesenian yang layak, yang pantas untuk diisi oleh seniman-seniman. Namun banyak seniman, sastrawan, atau penyair yang kurang puas dengan persoalan gedung kesenian tersebut.
      Mereka (Para seniman) tidak mau Taman Budaya itu menjadi seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) yang diserahkan kepada pihak investor untuk memangun sebuah resort/hotel di TIM. Mereka tidak mau gedung kesenian itu dijadikan lumbung mendapatkan uang dan keuntungan sebanyak-banyaknya, bukannya mementingkan keindahan seni budaya.
      Sekitar tahun 2020-an, seniman-seniman Kota Medan yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Gedung Kesenian membuat suatu gerakan yang bertema #SaveTamanBudaya. Mereka membuat spanduk besar dan menampilkan kesenian di depan Taman Budaya tepatnya di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan. Selain itu, mereka juga membuat aksi koin 1000 untuk mendukung Eks TBSU tersebut menjadi Gedung Kesenian.
      Di tahun sekarang ini, tampak dari luar Jalan Perintis Kemerdekaan bacaan Taman Budaya Medan. Namun ketika masuk ke dalam, maka akan terpampang nyata bacaan Dinas Pendidikan Kebudayaan Kota Medan yang sebelumnya tertulis Pemerintah Provinsi Sumatra Utara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Taman Budaya. Hal itu karena salah satu ruangan yang berada di depan gerbang masuk Taman Budaya merupakan kantor Dinas Pariwisata Kota Medan. Padahal, jika dicari kantor dinas tersebut itu berada di Jalan Prof HM Yamin, Kota Medan.
      Oleh karena itulah gerbang utama beserta portalnya ditutup, sehingga akses para seniman untuk memasuki area gedung itu terhambat. Para seniman khususnya yang di Kota Medan tidak bisa lagi berkreasi, tidak bisa lagi berlatih, dan tidak bisa lagi bertukar pendapat mengenai budaya maupun sastra. Jadi, para seniman, penyair, dan sastrawan banyak melakukan kegiatan kesenian yang berada di luar Eks TBSU tersebut seperti di cafe-cafe, rumah, dan membuat sendiri tempat untuk berkreasi.
      Ada pun komunitas atau sekelompok masyarakat yang ingin menggunakan fasilitas Eks TBSU tersebut harus merogoh kocek sebesar hampir 1 juta rupiah. Itu pun untuk ruangan bekas Sanggar Tari yang berada di ujung koridor dan dengan fasilitas beberapa kursi serta listrik. Sebab, Gedung Utama Taman Budaya sedang direnovasi sejak tahun 2020 akhir.
Padahal, sebelum Eks TBSU itu diambil alih oleh Pemko Medan, semua biaya sewa gedung itu gratis, hanya membayar uang kebersihan saja yang paling tinggi atau rata-rata senilai 500 ribu rupiah. Salah satu hal itulah yang menjadi pertimbangan para seniman untuk berkreasi di sana.