Mohon tunggu...
Muh. Hamzah Zaidin
Muh. Hamzah Zaidin Mohon Tunggu... -

SMA Celebes Global School\r\nSMA Muhammadiyah 1 Unismuh\r\nSMA Negeri 2 Makassar\r\nPemerhati Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

AKU TAK AKAN LARI

6 Maret 2015   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lampu senter segera kunyalakan dan Ya Tuhan, ia memang benar-benar Husni sahabat karibku yang kukira sudah tewas pada pertempuran sebelumnya bersama ayahku. Tetapi sebelum aku melampiaskan rasa rinduku, aku mesti meyakinkan diri dulu siapa tahu Husni sudah menjadi kaki-tangan Belanda.

"Husni, apa kau telah berhianat? Ayo jawab!"

"Aku tetap sahabatmu, aku tadi hanya mencobamu. Ternyata kau tetap segesit yang kukenal."

Husni merangkulku. Kami berdua mencari tempat yang lebih aman. Kami kemudian saling bercerita berbagi suka dan duka selama perjuangan ini, tetapi kami tetap waspada.

Patroli itu pasti tetap mencariku. Setelah sempat merebahkan diri beberapa saat di semak belukar yang kukira tak terpantau oleh patroli tiba-tiba sebuah tembakan mengenai kaki kiriku. Ya, Allah. Aku dan Husni kini benar-benar terkepung. Benar, kami telah terkepung. Kami kemudian dengan kasar diikat dan diseret dengan paksa. Ya, inilah resiko sebuah pendirian, resiko perjuangan! Dan ketika kokok ayam pertama, seorang patroli membangunkanku dan menyodorkan dua pilihan.

"Mati di tiang gantungan atau menyerah, memihak kepada Belanda?"

"Anjing-anjing Belanda, aku memilih yang pertama. Aku rela mati di tiang gantungan daripada harus memihak kepadamu, manusia biadab."

Mata kami kemudian ditutup, dan masih dengan tangan terikat kami lalu diseret ke tiang gantungan yang telah mereka sediakan. Saat ini tali gantungan ini telah diikatkan ke leherku, dan aku berteriak, "MERDEKA, LA ILAHA ILLALLAH'.

"Pak, bangun, Pak! Bapak bermimpi lagi ya?". Sahut Annisa isteriku membangunkanku, "Bapak pasti memimpikan ayah lagi."

"Ya, kau benar, aku memimpikan ayah lagi dan juga teman karibku. Terus terang aku kagum kepada mereka, aku kagum kepada pendiriannya, tindak kepahlawanannya yang tetap setia kepada republik hingga akhir. Aku kagum kepada ayah karena berani mengambil resiko atas keputusannya. Aku sering bertanya apakah aku bisa berdiri tegak setegar ayah."

"Aku juga mengagumi mereka, tetapi kalau boleh aku tahu mengapa akhir-akhir ini Bapak sering memimpikan ayah. Ada apa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun