Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 – 18 Maret 1962) adalah tokoh besar dalam tradisi Jawa yang dikenal sebagai putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandoyo. Salah satu gagasannya yang monumental adalah "Mencari Manusia" yang bertujuan menemukan kebahagiaan sejati atau bedjo. Gagasan ini lahir dari keprihatinannya terhadap bagaimana manusia sering kehilangan arah dalam mengelola diri, hati, dan tindakannya.
Dalam konteks Indonesia modern, ajaran Ki Ageng relevan untuk mencegah korupsi yang merusak tatanan bangsa. Nilai-nilai kebatinan beliau, terutama dalam konsep "Enam SA", memberikan dasar moralitas untuk membangun kepribadian yang bebas dari godaan duniawi. Artikel ini membahas penerapan ajaran Ki Ageng dalam pencegahan korupsi serta dalam transformasi memimpin diri sendiri.
Konsep Enam "SA" oleh Ki Ageng Suryomentaram
Ki Ageng Suryomentaram, seorang filsuf kebatinan Jawa, menawarkan pendekatan yang mendalam untuk memahami diri dan menjalani hidup dengan prinsip yang disebut "Enam SA." Konsep ini mencakup panduan spiritual dan etika yang sederhana namun penuh makna, bertujuan membantu individu mencapai kebahagiaan sejati dan harmoni dalam hidup. Berikut adalah pembahasan lebih dalam mengenai masing-masing elemen Enam "SA":
1. Sa-butuhne (Sebutuhnya)
Hidup dengan secukupnya, sesuai kebutuhan nyata, tanpa keinginan berlebih. Nilai ini mendorong manusia untuk menekan hawa nafsu akan materi yang berlebihan, yang sering kali menjadi akar dari tindakan korupsi.
Sa-butuhne menekankan pentingnya kesadaran akan batas kebutuhan, bukan keinginan. Dalam kehidupan modern, konsep ini mengingatkan kita untuk tidak rakus atau tamak terhadap harta, jabatan, atau kekuasaan.
Dalam praktiknya, prinsip ini membantu individu untuk fokus pada esensi kebutuhan yang nyata, sehingga hidup menjadi lebih sederhana dan bebas dari tekanan keinginan yang berlebihan.
Aplikasi: