Bahkan mungkin ibu tak ingin anaknya terjatuh, tak ingin anaknya lecet. Tak mau bajunya kotor. Tidak mau ia dinakali dengan "kenalan khas anak kecil." Tak mau ia menangis, padahal anak usia balita menangis, lima menit kemudian ia akan tertawa kembali.Â
Menangis, rewel, bukan berarti anak tidak bahagia. Namun ini kadang disalahpahami. Pengennya adalah "anakku layak untuk bahagia."Â
Nah, sebenarnya keinginan itu lahir dari alam bawah sadar setiap orang tua. Apalagi bila dahulu mereka diasuh dengan "masa kecil kurang bahagia."Â
Padahal, kata Shefali Tsabary, Ph.d seorang pakar parenting, beberapa orang mengira menjadi orang tua yang sadar adalah memanjakan anak dan menuruti semua kemauan mereka supaya mereka puas dan nyaman. Jutsru sebaliknya, pola asuh semacam itu ternyata didasari oleh rasa takut yang berakar pada ketidaksadaran.
Artinya kalau banyak orang tua menuruti semua keinginan anak agar anak puas dan nyaman, itu bukan muncul dari kesadaran orang tua, tapi lebih condong pada aspek alam bawah sadar orang tua itu. Dalam alam bawah sadar, mereka takut anak mereka "tidak nyaman."Â
Padahal sudah semestinya orang tua sadar bahwa pola asuh seperti itu justru akan melemahkan anak-anak kita.Â
"Sebaliknya, orangtua yang sadar tidak akan takut untuk membuat anak merasa tidak nyaman kalau itu dibutuhkan agar mereka bisa berkembang," katanya seperti tertulis dalam buku The Awakened Family.Â
"Pendekatan ini agar anak tumbuh menjadi tangguh dan berdaya guna, tidak melulu bahagia dan merasa nyaman."Â
Ya, anak yang tangguh.Â
Yang siap menghadapi segala rintangan dan tantangan di masa depannya. Karena anak akan hidup di dunia mendatang, yang kita tidak akan tahu akan seperti apa.Â
Lantas bagaimana mendidik anak yang tangguh?Â