Nama : Aisyah Nur Zahwa RaniyahÂ
NIM : 222111204
Kelas : HES 5F
1. Kasus Hukum dan Analisis dengan Pendekatan Positivisme
• Kasus: Pembatalan UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
Pada tahun 2021, Mahkamah Konstitusi Indonesia memutuskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU Nomor 11 Tahun 2020) cacat formil dan memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki undang-undang tersebut dalam waktu dua tahun. Ini merupakan contoh penting dari bagaimana positivisme hukum dapat dianalisis dalam konteks Indonesia.
• Analisis dengan Pendekatan Positivisme Hukum
Positivisme hukum memisahkan hukum dari moralitas. Menurut teori ini, hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, dan keabsahan hukum tidak bergantung pada apakah aturan tersebut dianggap adil atau baik secara moral. Dengan kata lain, fokus utama dari positivisme hukum adalah validitas hukum berdasarkan prosedur, bukan isinya.
Dalam kasus UU Cipta Kerja, putusan MK menekankan cacat formil dalam proses pembentukan undang-undang tersebut, yang berarti bahwa secara prosedural, pembentukannya tidak sesuai dengan konstitusi. MK tidak fokus pada isi UU Cipta Kerja, melainkan pada proses pembentukannya yang melanggar aturan hukum formal. Dengan perspektif positivisme, hukum ini dianggap tidak sah bukan karena dampaknya yang mungkin tidak adil atau bertentangan dengan kepentingan masyarakat, tetapi karena pembentukannya yang tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam sistem hukum positif Indonesia (seperti prinsip transparansi, partisipasi publik, dll).
2. Mazhab Hukum Positivisme
Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan bahwa hukum adalah perintah yang dibuat oleh otoritas yang sah (sovereign) dan harus ditaati tanpa mempertimbangkan aspek moralitas atau etika dari perintah tersebut. Aliran ini dipelopori oleh John Austin, yang mendefinisikan hukum sebagai "perintah dari penguasa tertinggi kepada rakyat yang tunduk padanya."