Mohon tunggu...
Zahwa Maiyona
Zahwa Maiyona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengenal Perilaku Bullying di Sekolah

18 Juni 2024   18:30 Diperbarui: 18 Juni 2024   18:52 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dilaporkan bahwa anak-anak yang lebih muda di sekolah lebih banyak mengalami bullying yang dilakukan oleh anak-anak yang usianya lebih tua, dan korban bully lebih banyak dialami oleh anak laki-laki. Namun, dilaporkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki. Bullying memiliki konsekuensi negatif jangka panjang terhadap kesehatan mental bagi orang yang mem-bully dan yang di-bully. Bullying yang terjadi dikalangan siswa dapat menurunkan prestasi akademik. Bagi yang mem-bully, perilaku bullying dianggap sebagai kenikmatan dan status.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Bullying, Bully, dan Victim

Bullying adalah segala macam perilaku yang dianggap menyakitkan, tindakan yang beragam termasuk kekerasan fisik, pemanggilan nama (ejekan), dan pengucilan sosial, menyebarkan desas desus palsu (Jan & Husain, 2015). Bullying secara spesifik didefinisikan sebagai suatu jenis perilaku agresi dimana (1) perilaku yang dimaksudkan bertujuan untuk menyakiti atau mengganggu, (2) perilaku terjadi secara berulang dari waktu ke waktu, (3) ada ketidakseimbangan kekuatan, dimana yang kuat menyerang yang lemah (Nansel et al, 2001), dan membuat korbannya merasa lemah dan menghormati pem-bully (Salleh & Zainal, 2014).
 
Bullying mewakili bentuk penindasan oleh seorang individu kepada individu lain ataupun sekelompok orang, dimana tingkah laku tersebut menyakiti (psikologis atau fisik) yang dilakukan secara berulang dan disengaja (Slee, 1995; Jan & Husain, 2015; Lyznicki et al, 2004). Bullying merupakan perbuatan yang monoton, destruktif dan perilaku yang dilakukan atas dasar kekuatan (Jan & Husain, 2015), anti sosial dan agresif (Sutton, 2001) yang muncul dari konteks sosial, fisik, kelembagaan dan komunitas.

Bully (pengganggu) didefinisikan sebagai seseorang yang berulang kali menyerang orang lain, sedangkan orang tersebut tidak membalas kembali serangannya (Berger, 2007; Baldry & Farrington, 2000). Korban (victim) adalah seseorang yang dalam kondisi tidak berdaya yang berulang kali menderita, bukan seseorang yang kadang-kadang saja terluka saat diganggu (Berger, 2007). Biasanya ada ketidakseimbangan kekuataan antara pengganggu dan korbannya. Kemungkinan adanya masalah emosional dari pihak korban sebagai akibat dari bullying, dimana korban memiliki perasaan ketakutan dan ketaatan, yang mengkonfirmasi pem-bully bahwa mereka lebih kuat dan unggul dari korban (Roland, 2002).

 
2. Jenis-jenis Bullying


Bullying fisik. Merupakan jenis bullying yang banyak terjadi di sekolah. Hampir separuh dari pem-bully menggunakan bullying fisik pada korbannya, hal ini diakui oleh korbannya bahwa mereka mengalami bullying fisik. Bentuk bullying fisik yang dilakukan berupa memukul, menendang, mencambuk, yang kebanyakan meninggalkan bekas luka pada korban. Bullying fisik dapat mengarah kepada tindak pidana serius dimasa depan (Antiri, 2016). Bullying fisik ini sangat mudah untuk diselidiki karena siswa cenderung mengingat lebih banyak peristiwa yang dialami.

Bullying sosial. Bullying ini melibatkan bahaya psikologis bagi korbannya, yaitu sering mengalami depresi, cemas, terisolasi sosial, dan rendah diri. Tujuan dari bullying sosial ini adalah untuk meremehkan individu atau kelompok lain (Antiri, 2016). Beberapa korban ada yang melakukan bunuh diri atau terkadang melakukan tindakan pembunuhan sebagai akibat dari tidak sanggup menahan tekanan mental dan sosial yang terlalu ekstrem. Individu yang mengalami bullying saat masa kanak-kanak dapat membawa luka emosional pada masa dewasa, yang menyebabkan depresi, isolasi sosial, dan ketidakmampuan untuk bereaksi secara tepat terhadap situasi yang tidak adil.

Bullying verbal. Bullying verbal yaitu, seperti memfitnah, pencemaran nama baik, menahan informasi, menghina, mengucilkan korban dari teman sebaya, mengabaikan pendapat dan lain (Dhar, 2012), menyebut nama/ejekan (Glover et al, 2000; Nansel et al, 2001), mengancam (Nansel et al, 2001), menggoda (Glover et al, 2000; Dhar, 2012), dan lain sebagainya. Secara nyata, bullying verbal sangat mempengaruhi citra diri seseorang dan juga mempengaruhi emosional dan psikologis korban bullying. Bullying verbal ini menyebabkan harga diri rendah, depresi dan masalah lainnya (Antiri, 2016). Terdapat bukti bahwa pengalaman digoda dan bullying yang parah pada masa anak-anak dapat mengakibatkan fobia sosial di masa dewasa. Bullying psikologi. Korban dari bullying psikologis secara emosional merasa tidak nyaman, terganggu dan tidak stabil (Antiri, 2016). Contoh dari bullying psikologis ini adalah menyebarkan rumor (Nansel et al, 2001; Jan & Husain, 2015), menghindar (Nansel et al, 2001), mengintimidasi, memanipulasi, dan menguntit (Antiri, 2016). Siswa yang menjadi korban bullying psikologis, memandang sekolah sebagai tempat yang kurang aman dan korban bullying psikologi kurang menyenangi suasana sekolah.

 
3. Faktor Penghambat/Pendorong Bullying
Dalam teori ekologi sosial, selama masa kanak-kanak dan remaja keterlibatan dalam bullying terkait dengan microsystem menyadari bahwa bullying diaktifkan dan/atau dihambat oleh hubungan yang kompleks antara individu, keluarga, kelompok sebaya, sekolah, komunitas, dan budaya (Cross & Barnes, 2014; Espelage, 2014; Swearer & Doll, 2001). Pengaruh teman sebaya (misalnya sosialisasi selama masa remaja), keluarga (misalnya terjadi kekerasan, kurangnya pemantauan orangtua), masyarakat (misalnya terpapar kekerasan) dan sekolah (misalnya sikap guru, iklim) berkontribusi terhadap tingkat bullying.
 
Hubungan keluarga dengan pola perkembangan perilaku agresif diantara anak-anak sangat penting (Cross & Barnes, 2014). Orangtua dapat mempengaruhi keterlibatan anak mereka terhadap bullying dengan memiliki kesadaran akan bahaya bullying dan mengetahui keterlibatan anak mereka terhadap bullying (Holt et al, 2008). Masalah korban bullying ini menjadi suatu keprihatinan tersendiri dan dibutuhkan peran orangtua dalam memahami masalah ini.
 
Ditemukan pula bahwa terdapat pengaruh kelompok terhadap perilaku bullying (Espelage & Holt, 2001; Fekkes et al, 2004; Glover et al, 2000). Anak- anak yang tergabung dalam kelompok dengan norma bullying lebih menampilkan perilaku bullying (Duffy & Nesdale, 2009). Ditemukan kelompok remaja yang mengalami tekanan psikologis adalah orang yang juga mengalami kesulitan masuk/diterima oleh teman sebaya, mereka tidak hanya menjadi target bullying tapi juga dikucilkan oleh teman mereka di kelas (Juvonen et al, 2003). Episode bullying terkadang menjadi semakin panjang ketika rekan pem-bully bersorak dan tertawa ketika melihat agresi fisik berlangsung.
 
Di lingkungan sekolah guru yang paling mengetahui peristiwa sehari- hari dan melakukan intervensi saat terjadi bullying, guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang perilaku bullying dan konteks sosial sebagai langkah pencegahan (Fekkes et al, 2004; Juvonen, 2003; Yoon & Bauman, 2014). Guru juga sebagai pengelola kelas dan menciptakan iklim kelas (Yoon & Bauman, 2014). Terbukti dengan studi yang dilakukan oleh Rolland dan Galloway (2001) bahwa hubungan sosial dan iklim pendidikan di kelas mempengaruhi jumlah bullying yang dialami oleh anggota kelas. Mereka harus tahu cara menggunakan informasi yang diperoleh dimasukkan dalam peraturan sekolah (Juvonen, 2003), karena bullying memiliki pengaruh yang negatif terhadap kesehatan mental dan fisik anak (Fekkes et al, 2004). Sering dianggap bahwa perkelahian dan konflik yang sebenarnya adalah bentuk bullying sebagai masalah pribadi yang tidak membutuhkan respon kolektif (Juvonen, 2003), sehingga penanganannya pun kurang serius.
 
Tujuan siswa melakukan bullying di lingkungan sekolah adalah untuk terlihat kuat dan populer (Salmivalli, 2014; Espelage & Holt, 2001), negosiasi lingkungan baru, serta taktik mendapatkan kekuasaan dan prestise dalam kelompok teman sebaya (Espelage & Holt, 2001). Selain itu anak melakukan bullying bertujuan untuk mendapatkan uang, akan tetapi diketahui bahwa sebagian besar pem-bully berasal dari keluarga yang berekonomi menengah keatas dan tidak memiliki masalah keuangan, mereka melakukan bullying atas dasar memperoleh kepuasan (Salleh & Zainal, 2014). Namun, berdasarkan temuan penelitian bahwa masalah yang berkenaan dengan bullying cenderung berkaitan dengan ras/etnis, status sosial ekonomi dan budaya.

PENUTUP

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun