Kalau bahasa tempat kami disebut dekeng atau backing. Kami juga pernah komplain dengan pemilik tanah yang mengizinkan tanahnya dipakai untuk hiburan sampai malam.
Seperti judul tulisan di atas, ketika hiburan tak lagi menghibur. Hal itu karena memang hiburan-hiburan musik orgen tunggal yang digelar hingga malam sungguh sangat mengganggu ketenangan warga sekitar.
Tidak lagi menhibur agar yang mendengarnya menjadai bahagia terhibur, tapi berubah menjadi suara pengganggu ketertiban dan ketenangan. Kalaulah arena hiburan berada jauh di pinggiran perkampungan  atau di tengah hutan, tentu lain ceritanya.Â
Adapun anda pembaca, mungkin pernah tidak bisa tidur semalaman dengan tenang dan nyenyak karena hiruk pikuk suara musik remik di malam hari pesta pernikahan, belum lagi lampu-lampu tembak bertegangan tinggi. Terkadang hiburan siang malam tidak cukup hanya 1 hari, ada yang sampai 2 hari 2 malam. "Sungguh terlalu...!!!" kata bang Haji Rhoma Irama.
Secara pribadi saya pernah mengalami kekecewaan kepada beberapa orang terkait hiburan orgen tunggal ini. Mengapa tidak, saya tidak menyangka yang bersangkutan ternyata senang dan/atau hobby dengan orgen tunggal.Â
Harapan saya dengan melihatnya relatif taat beribadah ke masjid membuatnya tak lagi menghadiri kegiatan yang kontradiktif dengan suasana keagamaan pribadinya. Eee ternyata casing tak sesuai dengan isi.Â
Misal saja, seorang pemuda yang rajin ke masjid, rajin mengaji dan bahkan sering jadi iman shalat, suara baca Qurannya bagus. Eh ternyata saat acara resepsi pernikahannya dengan hiburan orgen tunggal siang malam seperti yang saya gambarkan di atas. Ya ampun, amit-amit cabang betetan nian.
Pernah suatu ketika juga, saya terkejut melihat seorang bapak-bapak yang baru pulang dari shalat di masjid naik ke atas panggung orgen tunggal untuk menyumbangkan sebuah lagu.Â
Padahal baju koko dan peci masih bertengger di atas kepalanya. Biduan-biduan yang berpakaian seronokpun mengelilinginya, dan si bapak asyik-asyik saja. Inikah namanya shalatnya belum menjadi penangkal perbuatan tidak baik, sekali lagi wallahu a'lam bish-showab.Â
Atau di suatu tempat lainnya, saya pernah melihat ibu-ibu yang berpakaian rapi dengan jilbab lebar (maaf, ini bukan mendeskreditkan jilbab syar'i ya pembaca, hanya sebagai contoh kasuistik saja) ikut asyik di atas panggung berjoget mengikuti gerakan biduan-biduan yang berpakaian seksi mengundang dosa.Â
Pada tempat lain, saat saya menghadiri resepsi pernikahan tiba-tiba ada seorang kakek-kakek bertongkat memakai peci hitam berjalan tertatih-tatih minta bantuan orang lain mau naik panggung. Ia ingin menyumbangkan sebuah lagi dengan duet bersama seorang biduan di atas panggung, ya ampun itu kakek ngak ingat mati kali ya. Sampai ada yang berteriak, "kakekkkk....taubat, ingat mati woiii..."