Biasanya aku melihat dia dengan segala omelan-omelannya. Yang tak ku tahu sebabnya. Menjengkelkan sekali bagiku.
"Istriku beda dengan masa pacaran dulu. Dulu orangnya asyik-asyik saja..", ceritaku kepada ibuku.
Ibu yang sedang membereskan baju-baju terus memperhatikan omelanku.
"Baru beberapa bulan menikah terasa berat banget, bu..", lanjutku.
Sering ku meminta pendapat ibu bapakku. Dan aku manut dengan apa yang mereka katakan.
***
"Kalau ingin hubungan seperti masa-masa pacaran, aku juga pengen, mas. Tidak hanya kamu..", ujar istriku.
Omelan istriku ini terasa berbeda dengan beberapa bulan yang lalu. Ya, tepatnya aku lama tak mendengar setelah aku nekat meninggalkannya.
"Apa kamu juga melakukan hal yang sama? Enggak kan? Coba kamu juga introspeksi diri.. Jangan hanya menilai orang terus..", lanjutnya.
Aku hanya diam mendengarkan wanita itu. Entahlah apa yang ku rasakan. Tapi mungkin aku merindukannya.
Memang aku menyadari bahwa aku memang kekanakan dengan meninggalkannya. Hanya karena hal sepele.
"Kamu nuntut hal yang itu sebenarnya kewajibanmu, mas. Memberi makan itu kewajibanmu. Lalu kenapa aku yang kamu salahkan? Toh aku tak kamu kasih apa-apa juga diam kan?", serang wanitaku itu.
Ya, saat ini aku memang berjuang mempertahankan wanita ini. Wanita yang ku harapkan menemaniku hingga akhir.Â
Wanitaku ini kini benar-benar ingin berpisah denganku.Â
"Kamu menyadari semuanya ketika sudah mau berakhir, mas..", ujarnya.
Branjang, 13 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H