Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kamu Berubah, Ra...

1 Juni 2022   07:45 Diperbarui: 1 Juni 2022   07:47 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ra, gimana kabarnya?"

Sebuah pesan singkat whatsapp muncul pada layar handphone jadulku. Pesan singkat dari Fitri. Sahabatku sejak tujuh belas tahun yang lalu.

Aku mengenalnya ketika sama-sama selalu mewakili sekolah kami untuk mengikuti diklat atau bimtek. Kami menjadi akrab karenanya.

"Alhamdulillaah baik, Fit.. Gimana kabarmu?", tulisku.

"Apik, Ra..", balasnya.

"Btw kenapa dirimu, Ra? Kok aku lihat kamu berubah sekarang. Tidak seperti yang aku kenal sejak dulu.

Ku tarik nafasku dalam-dalam. Ya, sahabatku ini termasuk orang yang peka.

"Berubah gimana, Fit? Aku ya kaya gini to sejak dulu?".

"Ora, Ra. Kamu tu berubah. Semenjak nikah kok beda. Terus WA-mu kok gak ada DP-nya? Biasanya kan ada..", cerocos tulisan sahabatku.

Aku terdiam. Semua tak harus ku ceritakan semua kepadanya.

"Mbok ayo ketemuan, Ra. Aku ngajak suamiku. Kamu ajak suamimu. Aku kan belum kenal suamimu..", lanjutnya.

***

Ya, mungkin aku berubah. Tak seperti dahulu kala. Dulu benar-benar lepas dengan segala aktivitasku. Tapi kini..

Bukan masalah dengan larangan dari suami untuk kemana-mana. Tetapi lebih dengan adanya masalah dalam rumah tanggaku.

Suamiku saat itu memilih pergi. Padahal kondisi kesehatanku saat itu belum pulih setelah aku positif terkena tipus.

Alasan suamiku-pun mengada-ada. Padahal baru satu tahun ini kami menikah.

"Ya, kapan-kapan ayok..", balasku.

"Nah gitu, Ra.. Kapan-kapan aku ke Gunungkidul. Kita ketemu di sana saja. Biar deket sama rumahmu..".

***

Andai sahabatku itu tahu apa yang terjadi padaku. Pasti dia tidak menyangka.

Sekarang aku sedang berusaha meminta hakku karena hakku tak pernah ku dapatkan dari suamiku. Bahkan akulah yang seperti harus memberi dia dan anaknya-anak sambungku- dengan dalih penghasilanku lebih banyak dari suamiku.

Ku ajukan surat pengajuan ijin gugat cerai kepada atasan langsungku sejak akhir Desember kemarin. 

Proses pada atasan langsungku berjalan hingga tiga bulan. Januari hingga Maret. Waktu yang lama. Dan sangat menyita pikiran dan hatiku.

Dan kini sedang proses di Dinas. Proses yang ku lalui ini tak semua teman tahu. Hanya atasan langsungku dan beberapa yang mengurusi di kantorku. 

Aku memilih diam. Karena yang ku lalui sangat berat. Tetapi mungkin ada teman yang diam-diam sudah tahu tapi memilih untuk diam. Tak berani bertanya kepadaku.

Ya, mungkin aku telah berubah menjadi aku yang bukan aku selama hidup dengan suamiku. Dan aku ingin mengubah hidupku lagi. Hidup yang lebih berarti dan dihargai oleh orang-orang yang tulus menyayangiku.

Branjang, 1 Juni 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun