Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Persembahan untuk Bapak

11 Mei 2022   20:49 Diperbarui: 11 Mei 2022   20:57 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Nur Khamidah

Ku pegang piala pertamaku ini. Ya, kemarin aku mengikuti lomba tenis meja untuk tunanetra di sekolahan. Lomba ini diikuti semua Sekolah Luar Biasa di kabupaten Gunungkidul.

Jenis perlombaannya macam-macam. Ada lari 100 meter untuk tunanetra putra dan putri. Lomba bocce untuk tunagrahita. Lomba lompat jauh dan badminton untuk tunarungu. Dan ada beberapa cabang perlombaan lainnya.

Beberapa hari sebelum perlombaan, aku dan teman-temanku yang tunanetra berlatih tenis meja. Kami dibimbing oleh pak Agus. Beliau adalah guru olahraga di sekolahku.

"Pegang betnya seperti ini ya, Sas..", kata pak Agus seraya memberikan contoh kepadaku.

Pak Agus memberikan contoh dengan memegangkan bet itu di tanganku. Karena aku tak bisa melihat. Pak Agus melatihku agar benar dalam memegang bet.

"Kemudian nanti ketika akan mulai pertandingan, kamu memukulkan bet di lapangan tenis meja ini satu kali agar di dengar oleh lawanmu..".

Ku dengarkan penjelasan dari pak Agus. Sementara Sasa, Sintia dan Elsa menunggu giliran dijelaskan dan diajari langsung oleh beliau.

"Nanti yang menjadi lawanmu akan menjawab dengan memukulkan betnya juga..", lanjut beliau.

"Dan perlu diingat. Ketika servis bola harus memantul ke dinding lapangannya sendiri hanya satu kali. Tidak boleh memantul lebih dari satu kali..", lanjut pak Agus.

Pak Agus melanjutkan penjelasan lainnya. Diantaranya tidak boleh memegang pinggiran lapangan tenis meja. Bola tidak boleh mengenai net.

Lumayan sulit. Ya karena aku dan juga teman-temanku hanya mengandalkan pendengaran saja. Kami mendengarkan suara gemerincing dari bola tenis. 

***

"Alhamdulillah. Selamat ya, Sas..", ucap bu Mida kepadaku tadi setelah penyerahan piala kejuaraan

Teman-temanku juga memberikan selamat. Oh iya, kebetulan dari sekolahku mendapatkan tiga nomor langsung. Juara satu Sintia, juara dua aku dan juara tiga Elsa. Jadi kami saling memberikan selamat.

***

Piala ini masih ku timang-timang. Ku pegang dengan perasaan senang. Bangga. Akhirnya aku dapat menunjukkan kepada keluarga bahwa aku yang terbatas ini bisa berprestasi.

"Jangan pantang menyerah ya, nak..", kata bapak setiap saat ketika mengantarku ke sekolah.

Ya, bapak-lah yang selalu mengantarku ke sekolah. Menjemputku juga. Selalu melindungiku. Menemani belajarku. 

Dan kata-kata penyemangat dari bapak sudah tak ku dengar lagi. Beberapa bulan kemarin bapak dipanggil Allah. Saat itu aku sedang ujian praktik.

Tentu saja aku dan keluarga tak menyangka bapak pergi secepat itu. Dan aku menjadi yatim. Tetapi aku tak putus asa dalam bersekolah.

Meski tak diantar bapak lagi, masih ada kakak yang bersedia mengantarku. Secara bergantian. Karena kesibukan mereka.

Dan alhamdulillah, kata-kata itu tetap menjadi penyemangatku. Baik ketika belajar maupun ketika aku mengikuti lomba ini.

"Terima kasih, bapak. Atas nasehat-nasehatmu yang selalu menyemangatiku. Dan kini aku bisa berprestasi juga atas nasehatmu dahulu. Semoga Allah memberikan kebaikan untuk bapak di sana. Aamiin..", bisikku.

Branjang, 11 Mei 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun