Lumayan sulit. Ya karena aku dan juga teman-temanku hanya mengandalkan pendengaran saja. Kami mendengarkan suara gemerincing dari bola tenis.Â
***
"Alhamdulillah. Selamat ya, Sas..", ucap bu Mida kepadaku tadi setelah penyerahan piala kejuaraan
Teman-temanku juga memberikan selamat. Oh iya, kebetulan dari sekolahku mendapatkan tiga nomor langsung. Juara satu Sintia, juara dua aku dan juara tiga Elsa. Jadi kami saling memberikan selamat.
***
Piala ini masih ku timang-timang. Ku pegang dengan perasaan senang. Bangga. Akhirnya aku dapat menunjukkan kepada keluarga bahwa aku yang terbatas ini bisa berprestasi.
"Jangan pantang menyerah ya, nak..", kata bapak setiap saat ketika mengantarku ke sekolah.
Ya, bapak-lah yang selalu mengantarku ke sekolah. Menjemputku juga. Selalu melindungiku. Menemani belajarku.Â
Dan kata-kata penyemangat dari bapak sudah tak ku dengar lagi. Beberapa bulan kemarin bapak dipanggil Allah. Saat itu aku sedang ujian praktik.
Tentu saja aku dan keluarga tak menyangka bapak pergi secepat itu. Dan aku menjadi yatim. Tetapi aku tak putus asa dalam bersekolah.
Meski tak diantar bapak lagi, masih ada kakak yang bersedia mengantarku. Secara bergantian. Karena kesibukan mereka.