Tunanetra memiliki kekurangan fisik berupa tak berfungsinya indera penglihatannya. Hanya gelap dan terang. Biasanya itu yang dapat dirasakan oleh indera penglihatan mereka.
Meski memiliki keterbatasan secara fisik, anak tunanetra berhak mendapatkan pendidikan. Baik di sekolah ataupun di rumah bersama orangtua atau saudara lainnya.
Untuk membuat anak mengerti dan memahami tentang konsep benda, tentu tak semudah untuk anak normal indera penglihatannya. Benda yang konkrit dengan wujud besar akan menjadi kesulitan tersendiri bagi anak tunanetra. Misalkan saja, seperti apa bentuk gajah? Atau seperti apa bentuk Candi Borobudur?
Berikut yang bisa dilakukan oleh pendidik atau juga termasuk orangtua di rumah.
1. Benda Asli atau Tiruan yang Ukuran Sesuai dengan Ukuran Benda Asli
Untuk menjelaskan bentuk atau wujud ayam. Maka pendidik dapat membawa ayam asli atau tiruan yang ukuran disesuaikan. Sentuhkan atau rabakan wujud ayam tersebut kepada anak tunanetra.
Kemudian, pendidik dapat memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk mempelajari secara mandiri. Memegang dan meraba wujud ayam tersebut.
Tentu saja tidak semua benda asli atau tiruan dapat dipegang oleh anak tunanetra. Pastinya, pastikan benda atau apapun yang akan dikenalkan itu aman untuk dipegang oleh anak tunanetra. Jangan sampai mengenalkan ular dengan benda asli yang masih hidup.Â
Mengenalkan benda atau hewan yang berbahaya dapat memakai benda tiruan. Baik yang berukuran sama dengan ukuran asli dari benda atau hewan tersebut.Â
2. Benda Asli dan atau Tiruan untuk Mengenalkan Benda atau Hewan dengan Ukuran Asli Besar
Sapi, jerapah, harimau, buaya, gajah atau benda lainnya kemungkinan besar akan sulit untuk dijelaskan kepada anak tunanetra. Karena bisa saja anak tunanetra hanya memegang salah satu bagian tubuh hewan tersebut. Contoh memegang buntug gajah, jangan sampai anak punya konsep bahwa gajah itu panjang dan ada rambut pada ujungnya.
Maka perang pendidik atau orangtua sangat penting untuk mengenalkan konsep wujud gajah tersebut. Yang dapat dilakukan adalah dengan mempergunakan benda tiruan.Â
Tetapi ketika menjelaskan, pendidik atau orangtua dapat memberitahu kepada anak tunanetra bahwa ukuran benda atau hewan asli tersebut lebih besar berapa ratusan atau ribu kali dari benda tiruan. Atau berapa kali dari ukuran kita. Misalkan dari beratnya berapa kali dari berat badan kita.Â
Selain itu, misalkan gajah, dengan ukurannya yang besar maka dapat ditunggangi oleh manusia. Â Dengan demikian, anak tunanetra dapat membayangkan seberapa besar benda atau hewan tersebut.
Hal tersebut dapat dipergunakan untuk menjelaskan konsep wujud Candi Borobudur, Candi Prambanan dan lainnya. Sehingga anak tunanetra tak hanya mengenal nama benda atau hewan saja. Tak hanya tahu hewan itu punya kaki dua atau empat tanpa pernah meraba hewan asli atau tiruan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita. Kita dapat memanusiakan anak dengan keterbatasan penglihatan dengan cara memberikan pengetahuan yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H