Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gunung Sempu yang Luar Biasa

3 Oktober 2021   14:11 Diperbarui: 3 Oktober 2021   14:13 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gunung Sempu. Akhirnya aku akan melaksanakan kegiatan Diklat Prajab di sana. Sebuah tempat yang belum pernah ku singgahi sebelumnya. Tempat yang ternyata letaknya tinggi, makanya mungkin dinamakan Gunung Sempu.

Aku harus menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih untuk sampai di sana. Dengan sepeda motor vega biruku, dengan kecepatan 60 km/ jam.

Dan pagi itu aku dengan semangat empat puluh lima menempuhnya. Dengan hafalnya medan yang harus ditempuh, membuatku tak harus bertanya kepada orang-orang. Karena beberapa hari sebelumnya aku sudah cros cek tempatnya sih. Jadi tidak kebingungan dengan jalur yang harus ku lalui. Hehe.

Tanjakan menuju tempat acaranya lumayan tinggi. Motor bisa keplorot jika tidak kuat. Jadi harus hati-hati baik ketika menuju ataupun meninggalkan tempat ini.

***

Sesampainya di Gunung Sempu.

Suasana pagi yang lengang itu ternyata sudah ramai. Teman-teman seangkatan sudah ada beberapa yang sampai. Ada yang diantar suami atau istri, dan ada yang membawa sepeda motor sendiri.

Dengan membawa koper, aku segera menuju ke meja panitia. Kemudian aku diarahkan untuk menuju kamar terlebih dahulu. 

Segera ku cari data yang ditempel di sebuah papan.

"Waduhhh.. Kok bisa aku sekamar dengan lawan jenis sih?", batinku agak terkejut.

Segera ku menuju meja panitia. Ku sampaikan keluhanku. 

"Kalau saya pindah kamar bagaimana ya, pak? Apa boleh?", tanyaku kepada salah satu panitia.

"Boleh, tapi apa mbak-nya berani?", tanya panitia itu.

Saat itu ku jawab bahwa aku berani. Dan aku tak mempertanyakan kenapa bapak panitia itu bertanya seperti itu.

***

Sore hari setelah kegiatan pembukaan Prajab.

Aku main di kamar sebelah. Di sana ada mbak Yuli dan mbak Prima. Kami ngobrol ini itu. 

"Bobok bareng di sini saja, Me..", kata mbak Prima.

"Iya, tidur bareng bertiga saja di sini..", kata mbak Yuli menimpali.

Memang saat itu aku baru tahu kalau tempat itu katanya tempat yang horor. Meski aku juga tak tahu seperti apa horornya.

"Daripada dhewe, Me..", kata mbak Prima lagi.

"Oke..", sambutku.

Ya daripada tidur sendirian. Kan nglangut. Batinku.

***

Malam harinya.

Suasana begitu mencekam. Setelah makan malam, sekitar jam tujuh malam sudah tidak ada teman yang berada di luar kamar. Semua sudah berada di kamar masing-masing.

Dan benar saja, hal yang tak pernah ku bayangkan ternyata terjadi. Di luar kamar kami bertiga, terdengar suara dari kamar sebelah. Kamar yang akan ku tempati tadi. Suara seperti orang yang membuka pintu lemari pakaian.

"Me, suara dari kamarmu ituuu..", seru mbak Yuli.

"Ho.o mbak..".

Hanya itu yang kuucapkan. Aku ingat, baju-bajuku masih ku tinggal di kamar itu. Masih di dalam koperku. Ya Allah. Tidak mungkin ku ambil malam itu. Apalagi suara itu semakin terdengar jelas.

Tidak hanya suara yang berasal di kamar yang akan ku tempati. Suara-suara langkah kaki juga ku dengar di luar kamar. Suara yang sangat jelas. Dan juga seperti suara orang-orang sedang berbicara. Tapi entah bicara apa.

Yang jelas kami bertiga ketakutan sekali. Ya mulai malam itu. 

Andai aku tidur sendirian di kamar sebelah, mungkin aku bisa nangis sendiri. Ketakutan sendiri. Dan aku baru mengerti arti dari pertanyaan panitia tadi pagi. Apa aku berani tidur sendirian. Ternyata memang horor.

Kami bertiga tidur di bawah. Kami tidur berdekatan satu sama lain agar bisa mengurangi rasa takut kami. 

"Ya Allah.. Suara apa lagi itu..", kata mbak Yuli.

Saat itu terdengar suara seperti ada yang mengetuk pintu kamar sebelah. Apakah kami berani melongokkan kepala ke luar kamar saat itu? Tentu saja tidak.

Kami bertiga mencoba menenangkan diri kami. Kami berdoa dan membaca surat-surat pendek yang kami hafal. Dan saat itu aku juga mencoba menyetel bacaan surat-surat Al Quran dari youtube agar kami menjadi lebih tenang. Hingga kami terlelap dalam tidur kami.

Dan kejadian menakutkan itu kami alami sejak 28 September hingga  21 Oktober 2009. Alhamdulillah, meski dengan rasa takut jika malam tiba, kami semua lulus dalam Diklat Prajab saat itu. Dan kejadian-kejadian menakutkan ini akan menjadi cerita-cerita yang dapat kami sampaikan kepada anak-anak kami kelak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun