Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ngarit Pari

25 Februari 2021   13:26 Diperbarui: 25 Februari 2021   13:28 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi jelang siang, aku berjalan menuju sawah di pinggir dusunku. Letaknya paling utara di dusunku, deket kali dan deket umbul. Umbul ini sumber mata air di dusunku. Sejak aku bayi sudah ada. Bahkan jauh sebelum aku lahirpun umbul ini sudah ada. Dan tentu saja bermanfaat untuk kami.

Aku menikmati jalan kaki menuju ke sawah. Tidak ada satu kilo meter dari rumahku. Ku lewati masjid kuno yang menjadi kebanggaan kami, tempat kami shalat lima waktu berjamaah. Ku lewati juga pemakaman warga dusun kami. Dulu semasa masih kecil, aku sangat takut melewati kuburan ini. Hehe..

Ku lewati sawah yang sedang ditraktor. Ku sapa bapak yang mentraktor sawah itu. Kemudian ku lanjutkan jalanku lagi.

Ku nikmati semilir angin yang menerpa tubuh kecilku. Terasa udara masih segar. Langkah kecilku semakin mendekati sawah keluarga bapak, yang diolah oleh bulik dan pak likku.

Dari kejauhan ku lihat ada tiga orang yang sedang ngarit pari. Dua perempuan dan satu laki-laki. Yang laki-laki bernama Momon, saudara sepupuku dari ibu. Sementara dua orang laki-laki "ngusungi" hasil panenan ke rumah bulik dan pak lik.

Sementara mendung bergelayut manja. Ya, karena memang lagi musim hujan.

Aku menuju ke gubug di pinggir sawah. Kemudian aku melangkahkan kaki menuju ke arah mereka.

"Lagi ketok, dik.. Lagi ta rasani wingi..", sapa mas Momon kepadaku.

Aku tertawa kecil.

"Lha kepiye, mas?", tanyaku.

"Lha sing rung ketok ket wingi ki kowe, dik.. Wingi dho rene.. Tapi ya gur sedilit..", jawab mas Momon.

"Lha sapa wae, mas?", tanyaku lagi.

"Dik Ika, Layly, dukuhe.. kabeh dho rene..", kata mas Momon.

"Halah, paling gur photo to?", tanyaku sambil tersenyum kecil.

"Ho.o.. gur dhilit le melu ngarit..", katamas Momon.

Aku tertawa membayangkan mbakku dan adik sepupuku yang photo-photo.

***

"Lha kowe ki neng kene to, Ra?", tanya bulikku yang "ngeteri" wedang, peyek dan jajanan pasar untuk siang hari.

"Iya, lik.. Wis ket mau kok..", jawabku.

"Wong aku ki mau ya melu ngarit..", lanjutku.

"Lha pa iya? Pa kowe isa?", tanya bulikku.

Ya, aku memang kerja kantoran. Selama ini hanya memegang bolpoin, kertas, laptop dan berkas-berkas.

"Isa ya, lik..", kataku sambil mengambil arit.

"Kuwi mau luwih suwe daripada sing wingi dhoan, lik..", kata mas Momon dari kejauhan.

"Ya, nek kesel gek leren, Ra..", kata bulik yang langsung pamit pulang ke rumah. Karena di rumah ada yang ngobel pari.

Aku, mas Momon dan mbak-mbak yang membantu ngarit melanjutkan ngarit kami. Kami berlomba dengan mendung yang masih bergelayut manja.

Memang aku belum pernah ikut ngarit pari selama ini. Kalau panen kacang atau kedelai sudah sering. Bahkan sejak masih SD sudah biasa. Kalau ngarit pari ya baru kali ini.

Gatal pasti iya. Capek dan pegel-pegel ya pasti iya juga. Hehe. Tapi yang pasti, aku tidak mau dan tidak akan membeda-bedakan apa pekerjaan mereka denganku.

Mereka yang petani sangat membantu keberadaan pangan kita. Tanpa mereka kita tidak akan menikmati nasi, sayur-sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Dari sinilah aku belajar dari ilmu padi. Semakin berisi, semakin merunduk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun