Ya, aku memang kerja kantoran. Selama ini hanya memegang bolpoin, kertas, laptop dan berkas-berkas.
"Isa ya, lik..", kataku sambil mengambil arit.
"Kuwi mau luwih suwe daripada sing wingi dhoan, lik..", kata mas Momon dari kejauhan.
"Ya, nek kesel gek leren, Ra..", kata bulik yang langsung pamit pulang ke rumah. Karena di rumah ada yang ngobel pari.
Aku, mas Momon dan mbak-mbak yang membantu ngarit melanjutkan ngarit kami. Kami berlomba dengan mendung yang masih bergelayut manja.
Memang aku belum pernah ikut ngarit pari selama ini. Kalau panen kacang atau kedelai sudah sering. Bahkan sejak masih SD sudah biasa. Kalau ngarit pari ya baru kali ini.
Gatal pasti iya. Capek dan pegel-pegel ya pasti iya juga. Hehe. Tapi yang pasti, aku tidak mau dan tidak akan membeda-bedakan apa pekerjaan mereka denganku.
Mereka yang petani sangat membantu keberadaan pangan kita. Tanpa mereka kita tidak akan menikmati nasi, sayur-sayuran, buah-buahan dan lain-lain. Dari sinilah aku belajar dari ilmu padi. Semakin berisi, semakin merunduk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H