Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelestarian Budaya di Kampung Rara

7 Desember 2020   08:38 Diperbarui: 7 Desember 2020   08:50 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bedug itu sebagai tanda masuknya shalat wajib, Ra..", kata ibu kepadaku. Itu sebagai jawaban kenapa selalu dipukul bedug saat akan shalat dilaksanakan di masjid.

"Sebetulnya yang menandakan masuknya shalat itu adzan, Ra..", sambung bapak yang sedang membaca koran. Koran diletakkan di atas meja.

"Tetapi bedug ini merupakan salah satu peninggalan budaya di kampung kita.. Dibuat khusus memang untuk menandai waktu shalat.. dilanjutkan dengan adzan dan iqamah..", lanjut bapak.

"Tidak semua masjid punya bedug lho, Ra..", kata bapak lagi.

"Kenapa, pak?", tanya Rara penasaran. Memang di kampung sebelah, di kampungnya Asri tidak ada bedug.

"Di sini sejak dulu dikenal sebagai tempat syiar agama, Ra. Banyak yang datang ke masjid kampung kita.." jawab bapak. 

"Kampung ini menjadi salah satu pusat agama di sekitar kampung kita. Jadi dengan adanya bedug ini akan didengar oleh warga tidak hanya di kampung kita.. Memanggil mereka untuk mau datang ke masjid.." lanjut bapak.

"Di sini juga sudah ada corong untuk adzan. Di masa itu di waktu yang sama, kampung lain belum ada masjid. Bahkan kalaupun ada ya belum ada bedug dan corong untuk adzan.." jelas bapak lagi.

"Sekarang tinggal kita mempergunakan masjid kita.. Ramaikan masjid dengan shalat berjamaah.." kata bapak lagi.

***

"Pak, terus kenapa sekarang bedug masih dipakai? Bukankah sekarang sudah lebih modern? Setiap masjid sudah ada corong untuk adzan.." tanya Rara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun