Aku pernah dimarahi keponakan karena tidak membangunkan dia untuk makan sahur. Padahal yang akan dilakukan adalah puasa sunah Senin dan Kamis.
Keponakanku itu kelas IV. Bulan Ramadhan kemarin, dia sempat batal puasanya karena sakit. Oleh ibunya diomongi besok mengganti bareng ibu.
Dan hal itu dilakukan di rumah mbah kakungnya. Sebenarnya belum ada kewajiban untuk anak seusia dia untuk meng-qadha puasa Ramadhan. Tetapi dilatihkan oleh ibunya agar belajar bertanggungjawab sejak kecil.
Setelah selesai berbuka puasa qadha, aku ajak dia berpuasa sunah enam hari syawwal. Akan aku berikan hadiah kalau mau melakukan puasa.
Dan alhamdulillah, keponakanku ini mau ku ajak berpuasa. Keesokan harinya, aku membangunkannya untuk sahur.
Ketika berpuasa, keponakanku ini selalu menghitung. Sekarang sudah berapa hari berpuasa, dan kurang berapa hari. Dan itu dilakukan hingga puasa selesai.
Ya, mirip seperti bulan Ramadhan kemarin. Dia selalu menghitung sudah berpuasa berapa hari. Dan menghitung kurang berapa hari. Mungkin sama seperti aku dulu sih.
Setelah selesai melaksanakan puasa syawwal, iseng-iseng aku mengajak berpuasa sunah Senin dan Kamis. Aku bilang kalau melaksanakan puasa ini maka akan mendapat pahala dan kemudahan.
Akhirnya, dia mulai ikut berpuasa Senin dan Kamis. Apakah dia sambat ketika berpuasa? Ya, setidaknya sambat lemes. Hehe.
Nah, ketika satu Senin aku bangun kesiangan aku mendapat marah dari keponakanku ini. Kenapa tidak membangunkan. Aku jadi tidak berpuasa. Ini dilakukan dengan menangis juga.Â