Merupakan suatu ketetapan yang wajib dilakukan dan tidak boleh dilakukan dan termasuk larangan dalam melakukan kegiatan bermasyarakat yang tentunya hal itu berkaitan dengan proses penegakan hukum. Faktor ini mempengaruhi bagaimana tindakan dan perilaku masyarakat dalam mengetahui norma hukum yang ada dalam wilayahnya masing-masing.
Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah
Salah satu contoh pendekatan sosiologi adalah perilaku mu'amalah yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Seseorang pedagang yang telah belajar dan memahami mengenai mu'amalah berdasarkan syariat Islam (hukum syar'i). Tentu perilaku dan cara berdagang yang dilakukan akan selalu meneladani Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah kasus penjual daging giling (Sutiman) yang terbukti menjual daging babi yang dipublikasikan sebagai daging sapi. Disini Sutiman tidak mencerminkan cara berdagang yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Dia memilih berbohong kepada konsumen demi mendapatkan keuntungan. Hingga pada akhirnya Ia dijerat dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kritik Legal Pluralism terhadap Sentralisme Hukum dalam Masyarakat
Sentralisme hukum seakan abai terhadap pluralitas hukum yang ada dalam masyarakat. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi golongan minoritas yang memiliki sistem hukum sendiri. Legal pluralism menekankan pentingnya mengakui dan mempertimbangkan berbagai sistem hukum yang ada dalam masyarakat, sehingga keadilan dapat dicapai oleh semua pihak.
Pluralisme hukum dinilai tidak bisa memberikan ketegasan terhadap batasan istilah hukum yang telah digunakan; pluralisme hukum masih dianggap kurang bisa dalam mempertimbangkan faktor struktur sosio-ekonomi makro yang mana hal tersebut berpengaruh terhadap adanya sentralisme hukum dan pluralisme hukum. Rikardo Simarmata juga berpendapat bahwa kelemahan yang lain dari pluralisme hukum ini adalah abainya terhadap aspek keadilan.
Kritik Progressif Law terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia
Bahwa hukum di Indonesia masih cenderung didominasi oleh hukum positivistik yang bersifat sentralistik dan kurang memperhatikan adanya keberagaman hukum dalam masyarakat. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan bagi kelompok-kelompok minoritas dan memperkuat kedudukan kelompok mayoritas yang mendominasi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat mengatur tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melanggar aturan hukum. Oleh karena itu, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Oleh karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Hal ini berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Contoh fungsi kontrol sosial yang dilakukan melalui tahapan pengharaman riba dan khamar. Fungsi ini dapat disebut amar ma'ruf nahi munkar. Dari fungsi ini akan tercapai tujuan hukum Islam (maqasid Asy-syari'ah), yaitu mendatangkan (menciptakan) Keatan masalah dan menghindari kemudaratan di dunia dan akhirat.