Mereka rela menghabiskan banyak unag untuk demi memasukkan putra putri mereka di tempat pilihan mereka tanpa menghiraukan bagaimana kelanjutannya. Apakah masih ada orang tua yang kurang demokratis terhadap pendidikan anak-anaknya? Tentu saja masih ada.
Sebelum menulis artikel ini, penulis mencoba survei wawancara kepada salah satu orang tua tentang alasan mereka mengapa memaksa putra-putri mereka berjuang keras demi masuk sekolah terbaik. Masih dengan alasan yang tradisonal yaitu melakukan yang terbaik untuk putra putri mereka dan menjaga martabat keluarga.
Selain itu, bukti-bukti nyata dari permasalaan semacam ini dapat disaksikan melalui film-film pendidkan atau drama-drama pendikan. Lalu, apakah boleh? Tentu saja itu merupakan hal yang wajaar dan biasa dilakukan. Sebagaian dari anak-anak akan antusias dan sebagaian lagi dari mereka akan merasa tertekan.
Banyak orang tua yang berakhir dengan banyak penyesalan ketika mereka memaksakan kehendak sekolah anaknya. Mereka menyesal bukan karena biaya yang mereka habiskan tapi, banayk dari anaknya berhenti di tengah jalan dengan alasan sudah bosan atau tak sanggup lagi belajar yang tak sesuai dengan minat serta bakatnya.
Sebagian banyak dari mereka sebenarnya tertekan secara psikis sehingga mental mereka down. Mereka yang awalnya anak yang ceria akan menjadi anak yang pemurung ketika mereka terpaksa melakukan sesuatu yang terus menerus dan ditekan.
Indonesia sebagai negara yang demokratis dan beragam cara pendidikannya, mungkin jarang terdengar kasus anak anak sekolah yang melakukan bunuh diri akibat strees belajar. Mungkin hal tersebut menjadi hal yang aneh bagi negara kita Indonesia.
Berbeda halnya dengan negara-negara maju dalam segala bidangnya terutama pendidkan, seperti Jepang dan Korea Selatan masih banyak terdengar kasus siswa bunuh diri sebelum mengahadapi ujian masuk universitas.
Alasan utama dari hal tersebut setelah beberapa penelitian adalah gangguan psikis mereka yang terus ditekan dan ditekan untuk terus belajar agar lolos di kampus terbaik tujuan mereka dan tentu saja orang tua sehingga tidak ada waktu untuk diri menenangkan pikiran mereka.
Di Korea Selatan anak yang akan dapat pekerjaan yang baik berasal dari pendidikan yang baik pula, terutama dari lulusan mana. Namun, juga tidak selalu begitu. Sisi positif adanya steatment tentang background pendidikan yang baik akan menjdaikan masa depan sesorang cemerlang adalah memupuk semamgat bahwa tiadak ada waktu untuk menunda-nunda masa depan dengan terus semangat belajar agar dapat menghasilkan mahakarya yang berguna bagi dirinya, keluarganya, teman-temanya, agama dan juga negaranya.
Dilain hal dari benefit-benefit adanya persaingan ketat dalam mencapai prestasi terbaik adalah sisi buruk yang juga menyeertai. Bukan hanya soal mereka yang kurang berprestasi akan terpuruk akan tetapi kesenjangan sosial yang tidak saja berdasarkan penghasilan. mereka yang berpretaasi tinggi tentu saja akan memilih teman yang punya latar belakang yang sama dengan dirinya. Seakan banyak yang akan pesan yang terkandung dalam padi “Semakin berisi semakin merunduk”.
Semakin berilmu maka semakin rendah hati. Orang yang cerdas sesungguhnya ialah dia yang bisa menyatu dengan setiap lapisan masyarakat tanpa memandang apa latar belakangnya. Akan tetapi bukan berarti mereka yang berpendidikan tinggi dan juga yang memiliki prestasi yang menakjubkan akan selalu hidup dalam kesenjangan sosial masih banyak mereka yang selalu “merakyat” dalam kesehariannya.