Pendidikan sebagai cara manusia merupakan aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu dihadirkan di setiap generasi untuk kepentingan generasi muda selanjutnya agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dengan baik dalam konteks sosio budaya.
Oleh karena itu, setiap masyarakat di zaman modern ini senantiasa selalu berusaha menyiapkan anggota masyarakatnya yang terpilih sebagai tokoh pendidik guna untuk kepentingan generasi selanjutnya, dengan harapan dapat meningkatkan kemajuan generasi mereka.
Pada sisi itulah diperlukan pendidikan, yang melampaui tata aturan di dalam keluarga untuk meningkatkan derajat kepribadian individu agar menjadi manusia yang lebih mumpuni dalam segala hal.
Dengan kemajuan zaman dan tantanngannya yang makin pesat seperti sekarang ini, bukan hanya guru saja idealnya yang harus belajar mengembangkan sistem pendidikan dan memperbaiki sistem pembelajaran namun jug orang tua yang notabennya adalah lembaga pendidikan informal serta sebagai pendidikan pertama seorang anak.
Baik orang tua ataupun guru dituntut untuk terus mengembangkan pendidikan sesuai dengan perkembangan zaman, menyesuaikan pengetahuan yang sedang berlaku sekarang dan menemukan cara belajar yang baru yang lebih efisien dengan kondisi saat ini.
Pembelajaranpun harus disesuaikan dengan kondisi psikologis seorang anak. Bukan hanya itu, kondisi keluarga juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang kecerdasan seorang anak. Seperti halnya masih banyak orang tua yang berbondong-bondong memaksakan anaknya untuk belajar agar mencapai suatu prestasi yang prestigius tanpa melihat seberapa besar sebenarnya kemampuan dirinya.
Mereka berlomba-lomba menuntut anaknya untuk memasuki sekolah-sekolah top dengan dalih dan alasan agar kelak dia bisa mendapat pekerjaan yang mumpuni dan memiliki jabatan tinggi.
Dimanapun seorang anak bersekolah, sukses atau tidak bukan hanya berdasar pada lebel sekolah tersebut. Bisa jadi sekolah yang terletak dipelosok dengan gedung yang sederhana atau bahkan terkadang mereka akan belajar langsung di bahwah pohon menyatu dengan alam bisa jadi mereka lebih sukses. Gedung bertingkat ruang kelas berAC bukan suatu acuan bahwa kelak anak itu akan menjadi orang yang dapat dikatan nomor 1.
Bisa kita lihat masih banyak anak yang malas-malasan belajar padahal mereka bersekolah di sekolah dengan fasilitas yang number one. Namun, banyak juga anak-anak yang bersekolah ditempat bagus sadar akan apa fasilitas yang mereka dapatkan sehingga mereka mati-matian bekerja keras untuk bisa selalu jadi yang terbaik.
Orang tua bisa jadi Dorongan seorang anak untuk menjadi orang yang selalu terdepan baik itu secara latar belakang mereka yang merupakan orang berkedudukan tinggi atau mereka yang berasala dari keluarga yang biasa-biasa saja.
Terkadang orang tua masih terus memaksakan kehendak anak untuk mengikuti jejak mereka. Seperti ketika ayah dan ibunya seorang dokter maka mereka akan menuntut anaknya untuk masuk di universitas kedokteran.
Mereka rela menghabiskan banyak unag untuk demi memasukkan putra putri mereka di tempat pilihan mereka tanpa menghiraukan bagaimana kelanjutannya. Apakah masih ada orang tua yang kurang demokratis terhadap pendidikan anak-anaknya? Tentu saja masih ada.
Sebelum menulis artikel ini, penulis mencoba survei wawancara kepada salah satu orang tua tentang alasan mereka mengapa memaksa putra-putri mereka berjuang keras demi masuk sekolah terbaik. Masih dengan alasan yang tradisonal yaitu melakukan yang terbaik untuk putra putri mereka dan menjaga martabat keluarga.
Selain itu, bukti-bukti nyata dari permasalaan semacam ini dapat disaksikan melalui film-film pendidkan atau drama-drama pendikan. Lalu, apakah boleh? Tentu saja itu merupakan hal yang wajaar dan biasa dilakukan. Sebagaian dari anak-anak akan antusias dan sebagaian lagi dari mereka akan merasa tertekan.
Banyak orang tua yang berakhir dengan banyak penyesalan ketika mereka memaksakan kehendak sekolah anaknya. Mereka menyesal bukan karena biaya yang mereka habiskan tapi, banayk dari anaknya berhenti di tengah jalan dengan alasan sudah bosan atau tak sanggup lagi belajar yang tak sesuai dengan minat serta bakatnya.
Sebagian banyak dari mereka sebenarnya tertekan secara psikis sehingga mental mereka down. Mereka yang awalnya anak yang ceria akan menjadi anak yang pemurung ketika mereka terpaksa melakukan sesuatu yang terus menerus dan ditekan.
Indonesia sebagai negara yang demokratis dan beragam cara pendidikannya, mungkin jarang terdengar kasus anak anak sekolah yang melakukan bunuh diri akibat strees belajar. Mungkin hal tersebut menjadi hal yang aneh bagi negara kita Indonesia.
Berbeda halnya dengan negara-negara maju dalam segala bidangnya terutama pendidkan, seperti Jepang dan Korea Selatan masih banyak terdengar kasus siswa bunuh diri sebelum mengahadapi ujian masuk universitas.
Alasan utama dari hal tersebut setelah beberapa penelitian adalah gangguan psikis mereka yang terus ditekan dan ditekan untuk terus belajar agar lolos di kampus terbaik tujuan mereka dan tentu saja orang tua sehingga tidak ada waktu untuk diri menenangkan pikiran mereka.
Di Korea Selatan anak yang akan dapat pekerjaan yang baik berasal dari pendidikan yang baik pula, terutama dari lulusan mana. Namun, juga tidak selalu begitu. Sisi positif adanya steatment tentang background pendidikan yang baik akan menjdaikan masa depan sesorang cemerlang adalah memupuk semamgat bahwa tiadak ada waktu untuk menunda-nunda masa depan dengan terus semangat belajar agar dapat menghasilkan mahakarya yang berguna bagi dirinya, keluarganya, teman-temanya, agama dan juga negaranya.
Dilain hal dari benefit-benefit adanya persaingan ketat dalam mencapai prestasi terbaik adalah sisi buruk yang juga menyeertai. Bukan hanya soal mereka yang kurang berprestasi akan terpuruk akan tetapi kesenjangan sosial yang tidak saja berdasarkan penghasilan. mereka yang berpretaasi tinggi tentu saja akan memilih teman yang punya latar belakang yang sama dengan dirinya. Seakan banyak yang akan pesan yang terkandung dalam padi “Semakin berisi semakin merunduk”.
Semakin berilmu maka semakin rendah hati. Orang yang cerdas sesungguhnya ialah dia yang bisa menyatu dengan setiap lapisan masyarakat tanpa memandang apa latar belakangnya. Akan tetapi bukan berarti mereka yang berpendidikan tinggi dan juga yang memiliki prestasi yang menakjubkan akan selalu hidup dalam kesenjangan sosial masih banyak mereka yang selalu “merakyat” dalam kesehariannya.
Jika melihat negara maju yang punya pendidikan begitu maju dan bisa dibilang nomor satu, tetap bersyukurlah bagi anak-anak Indonesia yang bisa menempuh pendidikan dengan program pendidikan yang bermacam ragamnya. Seperti sekolah fullday school yang juga tidak harus pulang sampai jam dua belas malam seperti yang banyak disaksikan di beberapa negara dengan pendidikan maju meskipun masih banyak pro kontra tentang keefektifan program fullday school tersebut.
Keberagaman Indonesia bukan hanya soal bahasa dan budayanya saja akan tetapi program-program pendidikan yang tidak bisa ditemukan di belahan negara manapun seperti pondok pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren di Indonesia menjadi trending hangat dikalangan masyarakat Indonesia. Bukan soal karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim namun sudah banyak terbukti lulusan pondok pesantren bukan hanya bisa mengaji akan tetapi banyak dari mereka yang sudah maju akan teknologi.
Terakhir banyak hal yang harus kita pelajari tentang pendidikan dari segi manapun. Sekarang tidak hanya terfokus pada bangku sekolah saja akan tetapi tontonan yang disaksikan bisa jadi lebih mendidik dari sekolah formal. Mungkin juga kegiatan traveling kita bisa jadi pendidikan terbaik yang tak pernah dirasakan di bangku sekolah pada umumnya.
Hanya saja bertemu dengan seorang guru adalah cara terbaik untuk mendapatkan ilmu dari sumber terpercaya dan yang pasti ketulusannya yang akan membawa peserta didiknya ke jalan kesuksesan. Seperti yang telah diketahui bahwa kalimat mencari ilmu untuk ibadah membuka mindset bahwa pendidikan tidak melulu soal gelar yang didapat akan tetapi soal kemanfaatan dari pendidikan tersebut. Sehingga apapun pendidikan yang ditempuh tetap berusaha semaksimal mungkin. Karena tidak akan ada yang tahu tekad besar siapa yang akan membawa pada pintu indahnya masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H