Mohon tunggu...
Zahra Safitri
Zahra Safitri Mohon Tunggu... Lainnya - seorang anak perempuan

sukses

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mengubah Nasib

24 Februari 2021   11:54 Diperbarui: 24 Februari 2021   12:03 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah keluarga kecil, dengan 4 orang anggota keluarga yang hidupnya sangat sederhana. Mereka memiliki dua putri yang selalu menemani mereka, bernama Rere dan Riri. Rere adalah kakak dari Riri yang umurnya lebih tua 3 tahun darinya. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan membantu kedua orangtuanya, karena perekonomian yang kurang mencukupi. Keadaan yang mengharuskan mereka untuk bekerja keras, hingga mereka bertekad untuk mengubah nasibnya menjadi yang lebih baik.

Tentang anak sulung perempuan yang mengharuskan menjadi seseorang yang pekerja keras, karena dibebani oleh setumpuk harapan. Wanita ini lahir tanggal 17 februari 1977, tepat seminggu kisah ini ditulis usia wanita ini bertambah. Wanita yang lahir di Bandung ini dibesarkan dengan sangat sederhana. Namanya Rere Indah Sari biasa dipanggil Rere, wanita yang sangat dewasa dan sangat pekerja keras.

Berawal dari Rere yang harus berangkat ke sekolah lebih awal setiap harinya, sebab jarak sekolah dari rumahnya yang terpaut sangat jauh. Saat itu Rere masih duduk dibangku sekolah dasar. Rere berbeda dari teman-teman yang lainnya, ketika mereka diantarkan oleh kedua orangtuanya sedangkan Rere berangkat ke sekolah sendiri dengan berjalan kaki. Meskipun begitu Rere selalu bersemangat untuk bersekolah, karena tekad Rere yang ingin merubah kehidupan kedua orangtua dan adiknya.

Pada suatu saat, Rere harus berangkat sekolah sambil membawa dagangan ibunya ke sekolah. "Assalamu'alaikum mah, Rere berangkat ya mah" Ucap Rere kepada ibunya. "Wa'alaikumsallam hati-hati ya nak, jangan lupa dagangannya titip ke ibu kantin ya nak" Jawab ibunya. Usai berpamitan dengan ibunya, Rere dengan semangat bergegas untuk pergi ke sekolah. Rere tidak pernah terlambat untuk datang ke sekolah, karena ia selalu berangkat lebih awal.

Sesampainya di sekolah Rere langsung pergi ke kantin untuk menitipkan dagangan ibunya, setelah itu ia langsung bergegas ke kelasnya. Rere selalu dikucilkan dan diejek oleh teman sekelasnya, sebab perekonomian keluarga Rere yang kurang mampu. Rere selalu mengabaikannya karena, ia tahu ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri. Walaupun selalu diejek dan dikucilkan oleh teman sekelasnya, semangat Rere tidak pernah pudar untuk menggapai ilmu. Rere tahu dan mengerti bahwa orang yang berilmu pasti bisa sukses dan dapat membalik keadaannya saat ini.

Usia Rere saat itu masih sangat muda karena ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Tetapi Rere merupakan anak yang sangat dewasa dibandingkan teman-teman sebayanya. Ketika sepulang sekolah Rere tidak langsung bermain dengan teman-temannya, melainkan ia langsung membantu ibunya berjualan dan menjaga adiknya. Rere biasanya selalu berkeliling untuk menjual gorengan "gorengannya bu....., dibeli bu gorengannya". Sepulang dari berjualan, Rere membiasakan diri untuk mandi sore membersihkan dirinya setelah seharian beraktivitas.

Malam harinya, Rere biasanya selalu belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Sedangkan ibunya terkadang masih sibuk dengan dagangannya. Tepat jam 9 biasanya mereka sudah pergi untuk tidur, karena harus bangun lebih awal. Kumandang adzan subuh terdengar tepat pukul 5.30, mereka sudah bersiap untuk melaksanakan solat subuh. Setelah solat subuh Rere pergi untuk mandi pagi, sedangkan ibunya menyiapkan dagangan untuk Rere bawa ke sekolahnya.

Seperti biasanya Rere tak pernah terlambar untuk bersekolah, dan seperti biasa juga Rere selalu mendengar ejekan dari teman-temannya. Salah satu temannya mendekati dan berkata "Hey Rere kamu punya ga tempat pensil yang seperti ini ? Tempat pensil yang bertingkat gini kamu punya ga ?", "Hey gausah ditanyalah Rere pasti gapunya dia kan gapunya uang buat membeli itu hahahaha...." Sahut teman yang lainnya. Rere hanya bisa berdiam sambal menunduk, meratapi kesedihannya dengan tegar. Pelajaran pun dimulai, Rere yang selalu menjawab pertanyaan gurunya dengan benar membuat teman-temannya iri. Siapa sangka anak yang mereka ejek, ternyata lebih pintar.

Rere selalu mendapat pujian dari gurunya, karena selalu menjawab pertanyaan dengan benar. Waktu berlalu dengan cepat, Rere lulus dari sekolah dasar. Akan tetapi perekonomiannya tak kunjung membaik, karena ayah Rere jarang berada dirumah dan jarang memberi nafkah untuk mereka. Rere harus bersiap untuk melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah pertama. Sebenarnya dengan nilai akhir Rere yang cukup besar, ia dapat bersekolah dimana saja. Tetapi karena perekonomian keluarganya yang masih kurang, ia harus bersekolah yang biayanya tidak terlalu mahal.

Kehidupan Rere di sekolah menengah pertama tak jauh berbeda dari kehidupannya semasa dibangku sekolah dasar. Perbedaannya hanya teman-teman Rere, mereka cukup dewasa tak seperti teman-temannya dulu. Tetapi ejekan yang selalu Rere dengarkan tak pernah berhenti, karena alasan yang sama seperti saat di sekolah dasar. Ejekan dan kata-kata mereka sangat tidak mengenakan hati untuk Rere, karena mereka mengejek keluarganya. Ketika Rere mendengar ejekan itu, Rere hanya menelan ludah tanpa mengucapkan satu kata pun untuk melawan. Rere tak pernah bercerita kepada ibunya, karena Rere tak ingin ibunya merasa sedih.

Suatu hari ketika Rere merasa sangat sedih, ia mendengar kabar buruk. Ternyata ayahnya yang ia tak pernah tahu kemana selama ini pergi, datang kerumah. Ini kabar buruk bagi Rere, karena ketika ayah dan ibunya mereka selalu bertengkar. Dalam pertengkaran tersebut ibunya sangat marah dan kesal, ibunya berkata "Kita cerai saja! Saya sudah tidak kuat dengan tingkahmu yang seperti ini!". Mendengar perkataan ibunya itu, ia hanya bisa menangis diam-diam didalam kamarnya sambil menenangkan adiknya. Hari itu adalah hari terburuk yang Rere rasakan, karena ia harus mendengar dan mengalami kesedihan yang begitu mendalam.

Keesokan harinya, ketika Rere terbangun ayahnya sudah pergi meninggalkan rumah. Rere tak berani menanyakan hal itu kepada ibunya, karena ia takut ibunya Kembali marah. "Ibu, apa ibu tidur nyenyak semalam?" tanya Rere kepada ibunya. "Ibu sangat nyenyak sekali, apa anak ibu yang cantik ini juga tidur dengan nyenyak?" timpal ibunya, Rere hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman. Setelah memastikan ibunya baik-baik saja, Rere bergegas menyiapkan dirinya untuk berangkat ke sekolah. Rere yang selalu berjalan kaki sambil menjinjing dagangannya ke sekolah dengan semangat.

Hari-hari yang menjengkelkan bagi Rere adalah hal yang sudah biasa, hingga dia sudah tidak memperdulikannya lagi. Hari-hari yang selalu Rere hadapi dengan penuh kesabaran dan ketegaran, hingga tak terasa ia akan lulus dari sekolah menengah pertama. Masa-masa yang menurut orang-orang adalah masa yang cukup menyenangkan, tapi tidak dengan Rere. Walaupun begitu Rere selalu mendapatkan nilai yang bagus sehingga Rere tidak pernah sulit untuk melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya.

Tidak jauh beda dengan jenjang sebelumnya, Rere harus memilih sekolah dengan biaya sekolah yang murah. Rere selalu menerimanya dengan ikhlas daripada ia harus putus sekolah dan melihat ibunya menderita. Terlebih lagi Rere memiliki adik yang juga harus bersekolah, maka dari itu Rere selalu menuruti perkataan ibunya. Hal terpenting baginya adalah untuk tidak putus sekolah.

Kehidupan Rere di sekolah menengah atas sedikit berubah, tak banyak lagi ejekan yang didengar olehnya. Walaupun memang masih ada segelintir orang yang masih suka mengejeknya, karena iri akan prestasi yang Rere capai. Rere adalah murid yang teladan dan berprestasi, ia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Rere sangat pandai dalam mata pelajaran fisika, karena ia senang berhitung. Tak banyak hal yang terjadi saat itu, tetapi masa-masa sekolah menengah atas yang mungkin lebih baik dari sebelumnya.

Tiga tahun kemudian ia lulus dari sekolah menengah atas, dan ia harus berkuliah. Ia sempat bingung mengenai biaya kuliahnya, "Ibu bagaimana jika aku bekerja dahulu, baru aku meneruskan untuk berkuliah?" tanya Rere kepada ibunya. Ibunya yang tidak memiliki pilihan lain selain mengiyakan pertanyaan Rere, karena memang perekonomiannya tidak mencukupi dan mengingat masih ada si bungsu Riri yang harus bersekolah. Rere dan ibunya mencari lowongan pekerjaan yang ada pada koran harian, karena pada saat itu smarphone belum ada. Mereka berdua mencari dengan teliti, dan ibunya berkata "Rere lihat ada lowongan pekerjaan di mall dekat rumah, tapi sebagai SPG apa kamu mau?". "Tidak apa-apa kok bu, yang penting halal besok Rere akan menyiapkan persyaratannya" jawab Rere dengan semangat.

Kebahagiaan kecil yang dirasakan oleh Rere, karena ia dapat membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keesokan harinya Rere dan ibunya saling membantu untuk melengkapi persyaratan tersebut. Telah lengkap persyaratan itu dan Rere bergegas pergi untuk menyerahkannya, Rere pun tak lupa untuk berpamitan kepada ibunya. "Ibu Rere berangkat dulu ya doakan Rere agar semuanya berjalan lancar." ucap Rere, "Ibu selalu mendoakan kamu nak, hati-hati dijalan ya nak jangan lupa untuk berdoa." Timpal ibunya. "Ibu apakah bajuku ini sudah rapi?." Tanya Rere dengan semangat, "Sudah nak, segeralah berangkat agar tidak terlambat." Jawab ibunya. "Baik bu Assalamu'alaikum", "Wa'alaikumsallam nak." Jawab ibunya.

Dengan menaiki angkutan umum Rere berangkat ke tempat lowongan kerja itu berada, tak lupa dengan berkas dalam map coklat yang ia pegang dengan erat. Rere yang tak berhenti berdoa dalam perjalanan akhirnya sampai ditempat tersebut. Rere langsung memberikan berkasnya dan ia pun dimintai untuk datang esok hari untuk interview. Rere pun langsung bergegas pulang, karena harus membantu ibunya. Ia menceritakan semuanya kepada ibunya, ibunya pun sangat berharap agar Rere dapat diterima bekerja. "Semoga saja kamu diterima bekerja ya nak, ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu." Ucap ibunya. "Iya semoga saja ya bu, agar pendapatan kita pun bertambah." Jawab Rere.

Keesokan harinya Rere datang kembali ke tempat kemarin, tempat dimana Rere mengajukan bekerja. Rere yang datang tepat waktu pun merasa sangat gugup, keringat dingin yang bercucuran membuatnya sangat gelisah. Saat namanya dipanggil ia langsung sigap untuk berdiri dan masuk ke dalam ruangan interview. Walaupun Rere sangat gugup, ia tidak gagap dalam menjawab pertanyaan melainkan ia menjawab dengan lugas. Sungguh tak disangka karena kepintaran dan kecakapan dirinya, serta kecantikan yang ada pada dirinya, Rere diterima bekerja sebagai SPG, walaupun gajinya tak seberapa. Sungguh senang hatinya karena ia dapat membagi kebahagiaan ini bersama ibu dan adiknya.

Tak lama setelah urusannya selesai, Rere langsung bergegas pulang untuk menyampaikan kabar gembira ini. "Ibu...ibu...!!!! Ibu ada dimana?." Teriak Rere dengan Bahagia, "Ibu disini nak di dapur, ada apa nak? Raut wajahmu sepertinya sedang sangat Bahagia ya, bagaimana dengan interviewnya?." Jawab ibunya. "Ibu... Rere diterima kerja bu, Rere mulai besok sudah mulai bekerja bu!." Ucap Rere dengan sangat gembira. "Alhamdulillah ya Allah engkau mengabulkan doaku, selamat ya nak semoga kamu betah bekerja disana, dan jangan pernah mengecewakan orang lain." Balas ibunya. Rere mengangguk sembari meneteskan air mata bahagia. Memang tak seberapa tapi baginya itu adalah hal yang sangat menyenangkan.

Rere bekerja dengan sangat rajin, tidak pernah terpikirkan olehnya untuk bolos bekerja. Sebagian gaji yang ia terima selalu ia tabungkan untuk rencana kuliahnya. Karena Rere merasa tabungannya sudah cukup untuk ia berkuliah, Rere memutuskan untuk berhenti bekerja dan mulai mendaftarkan diri untuk berkuliah. Rere memutuskan untuk mendaftar kuliah di UPI atau kepanjangannya Universitas Pendidikan Indonesia, sebab Rere memiliki cita-cita untuk menjadi guru. Rere yang memilih untuk menjadi guru sekolah dasar itu sudah ia tetapkan ketika ia mendaftar kuliah. Saat-saat yang paling menegangkan adalah ketika Rere menunggu pengunguman lolos atau tidak. Setiap hari Rere selalu melihat koran harian, sebab pada saat itu semuanya diumumkan dan diberitahukan melalui koran harian.

Hingga pada suatu hari Rere menemukan pengunguman dari hasil pendaftaran itu. Rere mencari namanya dengan teliti, berharap nama Rere Indah Sari tertera pada pengunguman itu. Membaca satu persatu dengan tak henti berdoa dalam hatinya, "Ya Allah semoga namaku tertera dalam daftar itu Ya Allah, aku tak ingin mengecewakan orangtuaku Ya Allah." Ucapnya dalam hati. Dengan rasa gugup dan gemetar, ia menemukan namanya Rere Indah Sari tertera pada daftar itu. Tangis bahagia Rere membuat ibunya kebingungan, "Rere kenapa kamu menangis nak?" tanya ibunya, "Namaku bu namaku ada didaftar itu ibu, aku lulus masuk universitas ibu!." Jawabnya sambil mengusap air matanya. Seketika ibunya mengucap syukur sambil bersujud, doa yang selalu disampaikan dengan tulus kini menjadi kenyataan.

Inilah awal dari kesuksesan Rere dimulai, awal dari terwujudnya tekad yang ia bangun sejak kecil. Ospek mahasiswa baru dimulai hari senin, dan Rere masih belum menemukan baju yang harus ia kenakan nanti. "Ibu aku harus mengenakan baju hitam putih, tapi baju putih ku sudah sangat lusuh, bagaimana ibu ?." tanya Rere, "Pakai saja yang ada ya nak, ibu masih belum punya uang untuk membelinya, ibu masih harus membayar uang sekolah adikmu." Jawab ibunya. Rere tidak punya pilihan lain selain mengenakan pakaian putih yang sudah tidak sebersih seperti awal membeli, dalam pikirannya ia takut diejek bahkan dirundung oleh teman-temannya. Rasa khawatir itu tak bisa ia atasi, tapi ia juga tidak memiliki pilihan lain daripada harus melihat ibunya tak makan hari itu.

Hari senin telah tiba, dimana Rere harus datang ke tempat kuliahnya untuk menjalani ospek mahasiswa baru. Dalam perjalan ia masih tetap gelisah karena ia tidak memiliki teman, dan ia takut untuk diejek lagi. "Bagaimana jika aku diejek dan dikucilkan lagi seperti dulu karena aku mengenakan pakaian ini." Pikirnya dalam hati dengan gelisah. Sesampainya disana Rere kebingungan karena tak ada satupun yang ia kenali. Rere duduk sendirian dengan pikiran yang masih gugup dan gelisah. Tak lama seseorang wanita menghampirinya, "Hey namamu siapa? Mengapa sendirian disini ayo gabung dengan kami!" Ucapnya sambil tersenyum. Betapa terkejutnya Rere karena ada seorang wanita yang mengajaknya bicara, "Ah hai namaku Rere, hahaha tidak apa-apa aku selalu sendirian." Jawab Rere. Terlihat dari raut wajah wanita itu sangat heran, "Hey Rere sudahlah ayo ikut aku, bagaimana bisa kamu selalu sendirian!" timpalnya sambil menarik lengan Rere ke suatu tempat dimana teman-teman wanita itu berkumpul.

"Hey teman-teman aku dapet teman baru lagi loh, namanya Rere cantik sekali bukan?" ucapnya sambil mengenalkan Rere. Betapa malunya Rere karena pakaian yang ia pakai saat itu, sangat lusuh tak seperti teman-temannya. "Hai Rere, kenapa kamu menunduk?, perkenalkan namaku Weni senang bertemu denganmu!" Ucap salah satu temannya. "Ah maaf aku secara tidak selalu menunduk." Jawab Rere, mereka mulai berkenalan satu sama lain. Sepulang dari ospek hari pertama, mereka mempersiapkan barang-barang yang harus mereka bawa besok Bersama-sama. "Rere mau ikut tidak? Kita siapkan barang-barang untuk besok bersama." Ajak salah satu temannya, Rere bingung harus menjawab apa ia merasa tidak enak untuk menjawab tidak tapi ia juga tak membawa sepeser uangpun untuk ikut membeli barang-barang tersebut. "Ah maaf teman-teman aku tidak bisa ikut dengan kalian, masih ada urusan dirumah mungkin lain kali aku akan ikut dengan kalian." Jawabnya, "Hmmm yasudah tak apa Rere hati-hati ya....!" Timpal temannya.

Sebenarnya Rere sangat ingin ikut dengan mereka, tapi apa boleh buat Rere tidak bisa memaksakan diri daripada ia harus malu didepan teman-temannya. "Assalamualaikum ibu, Rere pulang." Ucapnya sesampai dirumah, "Waalaikumsalam bagaimana ospeknya apa berjalan lancar?" Jawab ibunya. "Alhamdulillah bu semuanya lancar, teman-temannya pun sangat ramah dan baik sekali kepadaku." Jawabnya sambil tersenyum gembira. Terlihat dari raut wajah ibunya kalau ibunya pun senang ketika mendengar jawaban Rere. Setelah perbincangan itu Rere langsung makan karena setelah itu ia harus membantu ibunya dan menyiapkan barang bawaan untuk esok hari.

Hari kedua ospek mahasiswa baru pun dimulai, Rere mulai mengeluarkan semua barang bawaannya. Tetapi Rere tak membawa salah satu barang yang diperintahkan itu, "Aduh kok aku apelnya ga ada sih, gimana ini pasti aku dihukum." Lirihnya dengan sangat gelisah. Weni langsung mendekatinya, "Hey Rere kenapa? Apa kamu tidak membawa apel?" Tanya Weni. "Iya nih Weni tapi aku dengan jelas sudah memasukannya kedalam tas kemarin sudah aku cek juga tapi kok hari ini tidak ada ya, gimana ini sudah jelas aku pasti akan dihukum." Jawabnya Rere sambil mengecek tasnya. "Sudah Rere tenang saja aku membawa dua apel, nih bawa saja apelku satu!" Ucapnya sambil memberikan apel, "Memangnya tidak apa-apa weni?" Jawab Rere. "Tidak apa-apa Rere, lagian kan cuman disuruh bawa satu apel." Jawab Weni, "Terimakasih, terimakasih banyak Weni aku tidak bisa membayangkan kalau kau tidak memberikanku apel ini." Timpal Rere. Weni hayang mengangguk sambil tersenyum setelah mendengar ucapan Rere.

Seminggu sudah Rere menjalani ospek mahasiswa baru, ia pun semakin dekat dan akrab dengan teman-temannya yang selalu membantu selama ospek. Mereka menjalani kehidupan perkuliahan dengan sangat menyenangkan, hingga suatu hari ada sifat Rere yang berubah. Sifat Rere yang rajin itu perlahan memudar karena pengaruh teman-temannya. Beriringan dengan berubahnya sifat Rere, ia pun menjadi sangat terkenal dikalangan para pria karena kecantikannya. Hingga suatu hari seorang pria mendekatinya, "Eh Rere ya? Anak PGSD kan? Aku Jimmy dari fakultas PJKR salam kenal ya!" Ucap pria itu smabil mengulurkan tangan. "Oh hai ya aku Rere, ssalam kenal juga!" Jawab Rere sambil menjabat tangan pria itu. Mereka berdua asik berbincang hingga tak sadar bahwa waktu sudah menunjukan pukul 4 sore. "Eh udah jam 4 sore nih, duh ga kerasa banget ya udah sore lagi." Ucap Rere, "Haha iya nih, soalnya ngobrolnya sama orang cantik jadi ga kerasa deh!" Jawab Jimmy sambil sedikit menggoda Rere. "Haha bisa aja, yasudah aku pulang duluan ya Jimmy aku harus bantu ibuku." Ucap Rere, "Oh ya hati-hati aku juga akan pulang sampai bertemu besok." Jawab pria itu.

Sesampainya dirumah ibunya bertanya kepada Rere, "Kamu kemana aja sih kok jam segini baru pulang?" dengan nada yang sedikit tinggi. "Aku habis kuliah lah bu memangnya aku mau kemana lagi kan aku ga punya uang." Jawab Rere dengan sediki menyolot. Ibunya hanya bisa menggelengkan kepala mendengar jawaban Rere. Rere bergegas mandi dan makan, selepas itu ia membantu ibunya dan membereskan barang bawaan untuk esok kuliah.

Setiap pagi Rere berjalan kaki menuju tempat kuliahnya, jarang sekali ia menaiki angkutan umum sebab ia tak memiliki uang yang cukup. Temannya Weni selalu membayarkan Rere dan teman-teman yg lain makan, sebab Weni lah yang paling banyak memiliki uang. Karena Rere kekurangan diperekonomian, Rere tak jarang meminta uang dari para pria yang mendekatinya untuk biaya kuliahnya. Rere tak mau memberatkan ibunya, tetapi Rere pun tak pernah memaksa para pria itu untuk memberikannya uang. Cara yang diambil Rere memang salah akan tetapi ia tidak memiliki pilihan lain, karena Rere sudah tak bekerja lagi.

Suatu ketika Rere dan teman-temannya memperolah nilai semester 3, dijumpainya nilai E pada daftar nilai Rere dan teman-temannya. Mereka panik karena mereka takut tidak lulus, "Gimana ini kok ada nilai E? bagaimana kalo kita tidak lulus tepat waktu?" Ucap Rere dengan gelisah. "Tenang Rere, kita pasti bisa merubah nilai E ini, kita harus tenang agar ada jalan keluar." Jawab salah satu temannya. Mereka termenung memikirkan bagaimana caranya mengubah nilai yang jelek itu. Salah satu temannya berkata "Ah bagaimana kalau Rere mendekati dosen, Rere kan cantik dan dia pandai bicara, giman teman-teman?", "Ha? Aku? Kalian yakin?" Jawab Rere dengan terkerjut dan terheran-heran. "Nah bener tuh, tenang aja Rere kita bakal mendandani kamu biar kamu tambah cantik ." jawab temannya. Dengan hati yang berat Rere menyetujui cara itu, sebab Rere pun tidak mempunyai cara lain.

Sehari setelah mereka merundingkan cara itu, Rere langsung berusaha mendekati dosennya. Rere mulai aktif bertanya, dan menjawab pertanyaan dari dosennya. Rere sering dipanggil oleh dosen itu, sehingga Rere dapat dengan mudah mendekati dosennya. Hingga suatu hari ia telah ditunjuk menjadi asisten dosen atau singakatannya asdos. Dosen itu mempercayai Rere untuk memberikan nilai pada mahasiswa lainnya, dengan begitu Rere dapat memberikan nilai A pada nilai Rere dan teman-temannya. Ya cara ini memang tidak patut untuk ditiru, tetapi selepas itu mereka selalu berkumpul selepas kuliah untuk mempelajari kembali materi yang dijelaskan dosen. Mereka tak sepenuhnya berlaku curang, karena mereka masih tetap mempelajari materi yang disampaikan.

Dalam diskusinya itu mereka terkadang meluapkan rasa penyesalannya, karena berlaku curang. Mereka pun memutuskan untuk berhenti berlaku curang itu. Mereka merasa tidak enak kepada teman-teman yang lain, ketika yang lain berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang bagus sedangkan mereka mendapatkan nilai itu dengan curang. "Hey aku pikir kita tidak bisa begini terus, walaupun memang tidak ketahuan oleh teman yang lainnya akan tetapi ini cukup keterlaluan." Ucap Rere. Mereka mulai merenungkan hal itu lagi, dan mereka pun memutuskan untuk tidak berbuat seperti itu lagi.

Rere dan teman-temannya mulai berusaha dan bekerja keras agar mereka tidak mendapatkan nilai E lagi. Rere tetap menjadi asisten dosen, tetapi Rere melakukannya sesuai dengan hasil yang ada. Mereka berhenti berbuat curang karena mereka mengkhawatirkan masa depan mereka. Mereka tidak ingin mendapatkan gelar tanpa dilengkapi pengetahuan. Mereka ingin menjadi seorang guru yang diteladani oleh murid-muridnya kelak.

Waktu wisuda pun tiba, mereka bersenang-senang karena telah melewati masa-masa sulit untuk mengejar ilmu. Mereka mulai berpisah satu persatu, karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan mereka berpisah. Rere yang ditempatkan diperkampungan, dan teman lainnya yang ditempatkan diluar kota. Mereka menjalani kehidupannya masing-masing dengan keluarga mereka sendiri.

Hingga beberapa tahun kemudian mereka bertemu setelah semuanya menjadi orang sukses. Rere yang dapat membalikkan keadaannya, keluarga Rere yang dapat memiliki rumahnya sendiri. Rere dan ibunya sudah tidak perlu memikirkan biaya kontrakan rumah lagi. Kehidupan Rere dan ibunya pun benar-benar sudah berubah, ditambah lagi adiknya Riri pun bekerja sebagai guru pula. Rere yang dapat mengubah kata-kata ejekan itu menjadi kata-kata pujian sudah terwujud. Tekad Rere yang dia pegang bertahun-tahun dapat mengubah segalanya, walaupun ia hanya dibesarkan oleh seorang ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun