Mohon tunggu...
Zahra Olivia
Zahra Olivia Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Suka Taylor Swift.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Joki Semakin Terdepan: Menipu Masa Depan, Merusak Harapan

16 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 16 Agustus 2024   07:00 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di dunia pendidikan, joki, bukanlah suatu hal yang asing lagi. Praktiknya yang merajalela, kini tengah menjadi sorotan banyak orang. Bayangkan saja, tugas atau ujian yang seharusnya dikerjakan dengan kemampuan sendiri, malah diserahkan ke orang lain dengan imbal jasa uang. 

Artinya, hasil pekerjaan orang lain akhirnya diakui miliknya sendiri. Bukankah luar biasa? Pelajar jujur menjadi pejuang tanpa medali, berusaha keras tetapi tidak dihargai. Lebih parah lagi, hal ini menjadikan kualitas pendidikan Indonesia seperti mie instan—cepat saji tetapi minim gizi (cepat selesai tetapi minim ilmu).

Bagaimana rasanya mempunyai “superhero” yang dapat menyelamatkan nilai di sekolah? Untuk sebagian pelajar, joki bisa dibilang sebagai “pahlawan” yang jasanya mereka gunakan untuk kepentingan pendidikan. Namun, pada dasarnya mereka bukan pahlawan. Mereka sebenarnya adalah “penipu”. Tanpa disadari fenomena joki merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi (Liputan6.com, 13/11/2022).

Belakangan ini, joki kembali menjadi perbincangan di media sosial. Sebelumnya, co-founder What Is Up, Indonesia? (WIUI), Abigail Limuria, melalui akun pribadi X miliknya, @abigailimuriaa, mengaku terkejut akan keberadaan joki yang dinormalisasikan. Bahkan tidak sedikit orang yang menyatakan secara gamblang jasa jokinya.

Abigail Limuria terlihat berkali-kali menandai akun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kemendikbudristek akhirnya merespon, “Halo, Kak. Civitas academica dilarang menggunakan joki (jasa orang lain) untuk menyelesaikan tugas dan karya ilmiah karena melanggar etika dan hukum. Hal tersebut merupakan bentuk plagiarisme yang dilarang dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” sebutnya.

Kemendikbudristek menyambung, “Civitas academica harus menggunakan daya kemampuannya sendiri dalam menunjukkan kapasitas akademiknya. Bagi warganet yang menemukan praktik plagiarisme/kecurangan akademik, laporkan ke http://ult.kemdikbud.go.id atau http://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id @Itjen_Kemdikbud.”

Siapa yang Salah: Penyedia Jasa atau Pengguna Jasa? 

Dalam fenomena joki ini, apabila ingin mencari siapa yang lebih salah tentunya akan membuat kita berpikir keras. Tetapi, apabila dicermati kembali, pengguna jasa joki adalah oknum yang lebih membutuhkan “jalan pintas”. Mereka mengetahui bahwasanya menggunakan joki adalah perbuatan yang curang, tetapi mereka tetap melakukannya demi nilai yang bagus tanpa usaha yang keras.

Penyedia jasa joki bukannya tak lebih bersalah, mereka hanya pandai mencari celah dan peluang untuk mendapatkan uang. Ibarat kata, penyedia jasa joki itu seperti penjual gorengan, di mana mereka berjualan karena ada konsumen. Tetapi, pengguna jasa joki itu yang sengaja berjalan kaki dengan jarak yang jauh untuk membeli gorengan tersebut, meski mengetahui bahwa gorengan merupakan makanan yang tidak sehat.

Bisa dibilang bahwa pengguna jasa joki sangat aktif berkontribusi dalam praktek kecurangan, merusak esensi belajar, dan membuat pelajar lain yang jujur mejadi kalah saing. Jadi, dalam urusan salah-salahan ini, pengguna jasa joki lebih layak mendapatkan “kartu merah” karena mereka yang menyebabkan budaya curang semakin laris manis.

Penyelesaian Instan atau Malapetaka Masa Depan?

Menggunakan jasa joki itu ibarat menambal ban bocor memakai permen karet— terlihat beres, tetapi akan bocor lagi. Sekilas, joki tampak seperti penyelesaian instan yang menggoda—nilai naik, tugas beres, dan hidup tenang. Tetapi tunggu dulu, efek sampingnya seperti durian busuk yang dilempar dari lantai 10.

Pada laman Quora terdapat pendapat menarik yang sayang untuk dilewatkan. Salah satu pengguna Quora, penyedia jasa joki, menyatakan bahwa terdapat banyak orang yang sibuk dan harus menyelesaikan banyak tugas pada waktu bersamaan. Ia mengaku pernah mendapat konsumen yang kuliah sembari bekerja serta konsumen yang sedang sakit. Keduanya mempunyai tenggat tugas yang sudah mepet, sehingga keadaan seakan-akan mengharuskan mereka melakukan joki. Ia menganggap bahwa joki tidak melanggar hak cipta selama terdapat kesepakatan diantara dua pihak.

Dikutip dari unair.ac.id (17/02/2023) dari 1.081 responden, 73 pelajar (6,75%) melaporkan pernah menggunakan jasa joki. Para pelajar cenderung memandang joki sebagai hal yang positif sebab praktik ini dipercaya dapat membantu mereka meraih nilai yang diinginkan, menurunkan stres, dan membantu bisnis teman. Norma subjektif yang berasal dari lingkungan sekitar yang juga melakukan joki, memunculkan suatu justifikasi bagi mereka. Untuk menghindari kecurigaan, mereka bahkan meminta penyedia jasa agar hasilnya tidak terlalu bagus.

Di balik kemudahan sesaat tersebut, pelajar kehilangan kesempatan untuk benar-benar memahami materi dan mengembangkan keterampilan kritis yang esensial bagi kesuksesan jangka panjang. Lebih dari itu, ketergantungan pada joki merusak integritas dan etika pribadi, menciptakan kebiasaan curang yang sulit dihentikan, serta merusak kredibilitas institusi pendidikan. 

Bahkan, akan mendapatkan sanksi, baik sanksi secara hukum maupun sanksi secara sosial. Jadi, meskipun jasa joki kelihatan seperti penyelamat di saat genting, sebenarnya joki adalah awal dari malapetaka yang menghancurkan masa depan.

Adiksi dan Haus Validasi

Menggunakan jasa joki itu seperti memakan keripik pedas terus-terusan—sekali coba, susah berhenti! Pelajar yang malas belajar menjadi ketagihan dengan solusi instan satu ini. Mereka menjadi yakin tidak dapat meraih nilai bagus tanpa bantuan si joki, padahal itu semua hanya ilusi. Selain itu, mereka sangat haus validasi, ingin dipuji orang tua, teman, atau guru. 

Jadi, joki digunakan untuk mendapatkan pengakuan instan, sehingga mereka lupa esensi belajar yang sesungguhnya. Akhirnya, jasa joki tidak hanya menyebabkan kerugian akademis, tetapi juga merusak mental dan karakter pelajar.

Menurut pakar psikologi, Prita Yulia Maharani M. Psi (dalam Kompasiana, 07/12/2021) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketergantungan menggunakan jasa joki bagi para pelajar, yaitu fokus untuk membenahi diri, motivasi, serta komitmen dalam diri sendiri.

 

Alternatif Karir untuk Penyedia Jasa Joki

Penyedia jasa joki sebenarnya memiliki keterampilan dan pengetahuan. Mereka mempunyai segudang opsi karir yang lebih etis dan bermanfaat. Misalnya, mereka dapat menjadi tutor, konsultan pendidikan, pengembang konten pendidikan, pemimpin forum diskusi, asisten peneliti, asisten dosen, dan lain sebagainya.

Dengan mengambil jalur ini, penyedia jasa joki dapat tetap mengembangkan skill mereka, tetapi dengan cara yang lebih bermoral dan membuat mereka lebih dihargai. Jadi, daripada terus-menerus bermain curang, lebih baik beralih ke karir yang membuat hati tenang dan masa depan cerah!

Dengan demikian, harapannya, semoga kita dapat “move on” dari budaya joki ini. Selain itu, semoga institusi pendidikan dapat menjadi “superhero” dalam mengatasi budaya joki, seperti Harry Potter mengalahkan Voldemort. Lebih baik kita belajar dengan sungguh-sungguh, hadapi tantangan dengan kepala tegak, daripada terus-menerus mengandalkan joki yang menyebabkan hidup berantakan dan masa depan suram. Ayo bersama-sama, kita hadirkan revolusi pendidikan yang luar biasa, di mana kejujuran dan kerja keras jadi pahlawan utama dan joki-joki pensiun selamanya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun