Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pengasuhan Anak
 terutama dalam kasus di Samarinda di mana seorang balita berusia 3 tahun terkena narkoba, menjadi fokus utama. Sebagai figur yang bertanggung jawab paling besar terhadap kesejahteraan dan pertumbuhan anak, orang tua memiliki tanggung jawab hukum untuk memastikan hak-hak dasar anak terpenuhi, termasuk aspek kesehatan dan perlindungan dari risiko bahaya. Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) mengamanatkan bahwa orang tua harus mengasuh, merawat, mendidik, dan melindungi anak mereka, serta memastikan perkembangan sesuai dengan potensi dan minat mereka.
Namun, dalam kasus ini, orang tua diduga gagal dalam mengawasi dan melindungi anak dari paparan bahaya narkoba. Pasal 77B UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa orang tua yang secara sengaja melalaikan kewajibannya hingga membahayakan anak, dapat dihukum dengan penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta, jika hal tersebut mengakibatkan korban jiwa, luka berat, gangguan pertumbuhan anak, atau penderitaan fisik atau mental.
Lebih lanjut, Pasal 128 UU Narkotika mengharuskan orang tua atau wali pecandu narkoba di bawah umur untuk melaporkan kondisi anak mereka dan membawanya ke pusat rehabilitasi. Kelalaian dalam langkah ini juga bisa berujung pada sanksi pidana. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mengawasi, mencegah, dan menangani kasus penyalahgunaan narkoba pada anak sangat penting.
Orang tua harus selalu memperhatikan gejala dan perubahan pada anak, membangun komunikasi yang terbuka, dan bekerja sama dengan sekolah, komunitas, dan penegak hukum untuk mencegah serta menangani masalah serupa. Komitmen orang tua dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka adalah kunci untuk mengatasi penyalahgunaan narkoba di kalangan anak-anak.
Sanksi Hukum bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkoba terhadap Anak
Dalam menangani kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan anak-anak, hukum di Indonesia memberikan sanksi yang tegas dan berat bagi para pelakunya. Undang-Undang Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009) secara khusus mengatur tentang hukuman bagi orang yang dengan sengaja menyuruh, memberi, atau menjanjikan sesuatu kepada anak untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Sanksi yang bisa dijatuhkan berupa pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 2 miliar dan paling banyak Rp 20 miliar.
Selain itu, Pasal 55 UU Narkotika juga menegaskan bahwa orang tua atau wali dari anak yang menjadi pecandu narkotika wajib melaporkan kondisi anaknya kepada pusat kesehatan atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah. Apabila orang tua atau wali lalai melakukan kewajiban ini, mereka dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Tidak hanya orang tua, pihak-pihak lain yang terbukti turut serta mengupayakan, memudahkan, atau melibatkan anak dalam penyalahgunaan narkoba juga dapat dikenakan sanksi pidana yang berat. Misalnya, guru, petugas kesehatan, atau pekerja sosial yang dengan sengaja membiarkan atau menyulut keterlibatan anak dalam narkoba dapat diancam hukuman yang sama seperti orang tua.
Penerapan sanksi hukum yang tegas ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Selain itu, penjatuhan hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahan pelaku juga diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Akan tetapi, penting pula untuk memastikan bahwa proses hukum yang berjalan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan memberikan upaya rehabilitasi yang komprehensif bagi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H