Mohon tunggu...
Vailla Nayya Zahra Marisa
Vailla Nayya Zahra Marisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Be Hapyy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pernikahan Dini Memengaruhi Pendidikan dan Karier di Indonesia

8 Januari 2025   20:25 Diperbarui: 8 Januari 2025   20:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Indonesia, pernikahan dini adalah fenomena yang umum. Ini memengaruhi pendidikan dan karier generasi muda. Saya telah menyaksikan teman-teman saya menghadapi kesulitan dan kesulitan yang ditimbulkan oleh pernikahan dini sebagai seorang pelajar.

Isu yang banyak terjadi pernikahan dini di Indonesia didefinisikan sebagai menikah sebelum usia 18 tahun. Menurut studi UNICEF 2020, Indonesia memiliki jumlah pengantin anak tertinggi di Asia Tenggara, dengan 21% anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Angka-angka ini mengkhawatirkan karena pernikahan dini sering mengakibatkan pernikahan dini. dampak negatif terhadap pendidikan dan prospek karier generasi muda.

Pada tahun 2023, pernikahan dini masih menjadi masalah kontroversial di Indonesia. Angka pernikahan dini masih tinggi di beberapa daerah, terutama di pedesaan dan daerah dengan pendidikan rendah, meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah ini, seperti program pendidikan seksual dan advokasi untuk penundaan pernikahan hingga usia yang lebih matang.Penting untuk memahami bahwa pernikahan dini bukan hanya masalah pribadi tetapi juga masalah sosial yang memerlukan tindakan dan dukungan kolektif. Pernikahan dini merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan pendekatan yang beragam.

Pernikahan dini sangat memengaruhi pendidikan generasi muda. Anak perempuan yang menikah pada usia muda biasanya diharapkan untuk memberikan prioritas lebih besar pada pekerjaan rumah tangga dan menjaga anak daripada pendidikan. Hal ini mengurangi kehadiran sekolah dan prestasi akademik, kurangnya pengalaman kerja dan pengembangan keterampilan, yang sangat penting untuk kemajuan karier.

Selain itu, anak perempuan yang menikah sebelum waktunya sering harus putus sekolah. Di Indonesia, 23% anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun tidak pernah pergi ke sekolah, sedangkan 10% anak perempuan yang menikah setelah usia 18 tahun tidak pernah pergi ke sekolah.

Pernikahan dini juga dapat memperpanjang siklus kemiskinan dan ketidaksamaan. Karena dinikahkan pada usia muda, gadis-gadis muda seringkali terpaksa bergantung pada suami mereka untuk mendapatkan uang. Hal ini dapat mengurangi kemampuan mereka untuk membuat keputusan keuangan secara mandiri dan dapat menyebabkan mereka tidak memiliki kemandirian finansial, yang dapat melanjutkan siklus kemiskinan dan kesenjangan. Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang efek negatif dari pernikahan dini serta mendukung kebijakan dan program yang mendukung pendidikan dan pemberdayaan generasi muda.

 Pernikahan dini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ketidaksetaraan gender, tekanan ekonomi, dan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat. Faktor-faktor ini sering menyebabkan banyak anak perempuan merasa tidak memiliki pilihan selain menikah lebih awal. Bahkan dalam beberapa kasus, pernikahan dini dilakukan karena alasan budaya atau kepercayaan yang sudah mendarah daging dalam masyarakat, yang memandang pernikahan sebagai jalan keluar dari kesulitan ekonomi atau sebagai kewajiban sosial. Namun, penting untuk dicatat bahwa pernikahan dini tidak hanya masalah individu, tetapi juga masalah sosial yang memerlukan pendekatan kolektif dan kebijakan yang tepat untuk diatasi.

ADA BEBERAPA SOLUSI YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGURANGI DAMPAK NEGATIF PERNIKAHAN DINI TERHADAP PENDIDIKAN DAN KARIER DI INDONESIA.

Dampak pada Pendidikan: Hak yang mendasar di setiap anak adalah pendidikan, namun bagi kita yang bekerja keras dalam kehidupan sehari-hari, hal ini sering kali menjadi penghalang. Dalam banyak kasus, pernikahan dini menimbulkan permasalahan terkait sekolah, khususnya bagi perempuan. Remaja perempuan muda cenderung mengutamakan peran baru mereka sebagai istri dan ibu, yang pada gilirannya cenderung mengurangi keinginan mereka untuk melanjutkan pendidikan formal. Setelah menikah, perempuan harus rutin melakukan rutinitas yang melibatkan manajemen waktu dan tenaga, seperti mengurus rumah dan anak. Beban ini seringkali menghambat kemampuan mereka untuk kembali bersekolah atau melanjutkan pendidikan. Selain itu, pernikahan dini juga dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan anak dalam fokus pendidikan sehingga menimbulkan efek samping fisik dan psikologis. Pernikahan dini juga mengarah pada ketidakhadiran yang signifikan di sekolah, yang berujung pada penurunan prestasi akademik. Keterbatasan waktu dan energi untuk belajar karena beban rumah tangga, seperti merawat anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga, membuat mereka kesulitan untuk melanjutkan pendidikan mereka. Hal ini sangat memengaruhi peluang mereka untuk mencapai tujuan akademik atau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan. Di Indonesia, sekitar 23% anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, yang menunjukkan betapa besar pengaruh pernikahan dini terhadap pendidikan mereka. Padahal, pendidikan adalah hak asasi setiap anak, dan setiap anak berhak untuk meraih impian dan potensi mereka tanpa adanya hambatan seperti pernikahan dini.

Dampak pada Karier: Pernikahan dini juga dapat merusak karier seseorang selain menghambat pendidikan. Impian untuk mengajar karir yang gemilang kali harus dipendam bagi wanita yang mengabdi pada kaum muda. Setiap individu mempunyai potensi untuk berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya masing-masing, namun pernikahan dini seringkali meremehkan potensi tersebut. Pernikahan dini tidak hanya mendukung siswa dalam sistem Pendidikan, itu juga secara diam-diam mendukung karir mereka di tempat kerja. Setelah menikah, wanita yang sedang hamil dan merawat anak seringkali tidak memiliki keinginan untuk bekerja atau memajukan karirnya karena tanggung jawab yang diperlukan oleh keluarga. Akibat dampak negatif pendidikan dan keterampilan, mayoritas perempuan yang bekerja di muda bekerja dengan gaji rendah, atau bahkan tidak tetap.

Tindakan legislasi: Pemerintah harus menegakkan dan menjunjung tinggi hukum yang mengatur mengenai persalinan, termasuk meningkatkan usia sah untuk menikah dan memberikan hukuman yang lebih berat bagi mereka yang melanggarnya.

Insentif Ekonomi: Selain itu, faktor ekonomi juga mempunyai peranan yang cukup besar terhadap terjadinya dini pernikahan. Banyak anggota kelompok yang hidup dalam kemiskinan dan memanfaatkan anak-anaknya sebagai sarana untuk mengurangi kesulitan ekonomi kelompok. Hal ini menjadi kendala yang signifikan dalam upaya pembatasan dini pernikahan karena banyak remaja putri yang rentan terhadap tekanan ekonomi, bukan karena kelemahan emosional atau mental. Pemerintah harus memberikan insentif finansial kepada anggota keluarga yang menghidupi anak-anaknya hingga dewasa. Hal ini dapat mencakup pemberian dukungan finansial untuk program pendidikan atau pelatihan kerja bagi muda.

Dukungan untuk Anak Perempuan yang Menikah Dini: Tujuan dari sistem pendukung adalah untuk membantu perempuan muda yang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan mencapai tujuan karir mereka. Layanan karir konseling, jadwal sekolah yang fleksibel, dan program pelatihan keguruan dapat menjadi contohnya.

KESIMPULAN:Pernikahan dini di Indonesia memiliki dampak yang sangat besar terhadap pendidikan dan karier, terutama bagi perempuan. Keputusan untuk menikah di usia muda sering kali menghalangi perempuan untuk melanjutkan pendidikan dan mengejar karier, yang pada akhirnya memengaruhi perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang, perlu ada upaya yang lebih keras untuk menanggulangi pernikahan dini melalui pendidikan, kebijakan yang lebih tegas, dan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin.

     Sebagai seorang pelajar, saya percaya bahwa remaja Indonesia tidak menguntungkan dari pernikahan dini. Pernikahan dini dapat menyebabkan kurangnya kesempatan untuk kuliah, pekerjaan yang layak, dan memilih pasangan yang tepat. Selain itu, pernikahan dini sering ditolak oleh masyarakat karena efek negatifnya lebih besar daripada efek positifnya dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, saya mendukung upaya untuk mengakhiri perkawinan anak dan memastikan anak perempuan tetap bersekolah karena hal ini pada akhirnya akan menghasilkan masa depan yang lebih baik bagi mereka dan negara secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun