Mohon tunggu...
Zahra Laila
Zahra Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lahirnya China sebagai Kekuatan Utama Dunia

5 Juni 2023   00:12 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara memiliki beberapa aspek penting dalam menjalani sistem internasional maupun ketatanegaraannya. Politik, ekonomi, militer, pembangunan, dan sosial dalam suatu negara menjadi tonggak penilaian kelayakan suatu negara dalam kancah internasional. Negara yang tidak stabil dalam aspek-aspek tersebut akan dianggap  sebagai negara yang perlu diberikan pengawasan dalam bentuk bantuan ekonomi maupun geopolitik untuk 'menyelamatkan' negara tersebut dalam sistem internasional. 

Dalam suatu hubungan internasional, perbedaan politik, kasta ekonomi, serta kekuatan militer suatu negara menjadi hal yang lumrah terjadi.  Persaingan antar negara akibat globalisasi berhasil memberikan perubahan dalam tatanan ekonomi, militer, politik, maupun pembangunan struktural yang signifikan.

Sebuah negara dalam menjalankan sistem politik internasional seringkali mengalami keadaan dimana sebuah negara tersebut mau tidak mau harus aktif dalam membangun infrastruktur dan suprastruktur penting. Memajukan teknologi, kestabilan politik dan ekonomi, serta perombakan industrialisasi negara merupakan cara sebuah negara menjaga 'kelayakan' negaranya dalam sistem internasional. Kecanggihan teknologi pada era globalisasi serta perombakan industri besar-besaran negara-negara di dunia saat ini menjadikan persaingan antar negara untuk menjadi negara adidaya semakin ketat. 

Dalam kasus ini, China menjadi salah satu negara yang melakukan perubahan dan pembangunan besar-besaran yang merupakan bentuk respon terhadap perubahan tatanan global yang diakibatkan oleh beberapa permasalahan di dunia. China memandang bahwa dunia saat ini sedang tidak stabil akibat adanya beberapa konflik bilateral antar negara. Kemunculan COVID-19 yang mengguncang ekonomi di negara-negara besar berdampak pada rusaknya roda perekonomian global. China yang merupakan salah satu negara superpower dalam dunia internasional melihat suatu aspek penting dalam permasalahan global yang terjadi saat ini; perang Rusia-Ukraina, Inflasi Amerika Serikat, permasalahan sosial-ekonomi India, dijadikan sebagai suatu kesempatan bagi China untuk memberikan pengaruh geopolitiknya dalam dunia internasional.

Fenomena permasalahan internasional yang terjadi tidak membuat China berkomentar dalam menanggapi permasalahan yang ada. China memfokuskan pembangunan nasional dan pengembangan geopolitiknya untuk menunjang pengaruh dalam sistem global yang sedang dalam kondisi tidak stabil. 

China yang memiliki hubungan diplomatik terhadap beberapa negara di dunia internasional melihat aspek-aspek perubahan sistem global akibat permasalahan internasional tersebut sebagai suatu 'kesempatan' untuk memberikan pengaruh geopolitik nasionalnya dalam dunia internasional.

China sudah terlebih dahulu mulai mengampanyekan suatu kebijakan untuk menyebarkan geopolitik ekonominya. Melalui proyek One Belt One Road (OBOR) pada 2013, Presiden Xi Jinping memulai intervensinya di wilayah Asia untuk mengampanyekan program yang bertujuan untuk menciptakan jalur sutra modern agar memudahkan dalam perdagangan internasional. Dengan program OBOR ini, China mendapat sindiran secara global. 

Proyek ini dianggap sebagai alat China untuk mengokohkan posisinya di Asia serta menyaingi Amerika Serikat dalam bidang ekonomi. Beberapa negara juga menganggap bahwa China terlalu jauh melakukan intervensi geopolitiknya di wilayah Asia. Oleh sebab itu, China sebagai negara yang menjadi salah satu negara superpower melihat suatu aspek-aspek dari sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi isu-isu maupun permasalahan dalam dunia internasional yang terjadi saat ini.

China berperan penting dalam menjadi salah satu negara superpower di dunia internasional. Banyak negara-negara di dunia menjalin kerjasama bilateral maupun multilateral dengan China. Memiliki wilayah yang luas, sumber daya alam serta sumber daya manusia yang melimpah, China dijadikan sebagai negara yang cocok untuk menjadi mitra bisnis, maupun mitra politik dalam kancah internasional. 

China yang merupakan negara terbesar di Asia, berhasil menjadi sentral geopolitik yang berperan penting dalam perkembangan geopolitik di Asia. Berbagai macam kontribusi maupun peran yang diberikan oleh China kepada Asia termasuk dalam bidang pengembangan ekonomi, geopolitik, dan geostrategis. Menjadikan China sebagai suatu negara yang muncul menjadi kekuatan global yang baru dan memiliki kedudukan penting secara internasional. 

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai macam permasalahan internasional mulai bermunculan. Hadirnya COVID-19 yang diduga pertama kali muncul di Wuhan, menjadi suatu isu internasional yang ramai diperbincangkan. China dianggap sebagai negara yang paling bertanggung jawab atas terjadinya COVID-19 yang merusak ekonomi global. Isu-isu yang menganggap China sebagai negara yang 'sengaja' menyebarkan COVID-19 untuk meruntuhkan dominasi dari negara-negara superpower di dunia bermunculan.

Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang mengalami krisis nasional akibat COVID-19. Dollar sebagai mata uang internasional mengalami ketidakstabilan nilai yang akhirnya menyebabkan inflasi di Amerika Serikat. Berbagai negara yang menggunakan mata uang dolar mendapat imbas dari inflasi Amerika Serikat. 

Inflasi di Amerika Serikat pada tahun 2022 mencapai 9,1 mengutip dari Biro Ketatanegaraan Amerika. Pada tahun 2023 bulan Mei, menurun hingga 5%. Inflasi tersebut menyebabkan ketidakstabilan kurs dollar sebagai mata uang internasional. Dengan melemahnya dollar, menjadikan kekuatan Amerika Serikat dalam bidang ekonomi sedikit menurun dalam sistem ekonomi global.

Perang Rusia-Ukraina yang terjadi pada tahun 2022, kembali merubah tatanan sistem internasional. Rusia yang memiliki tujuan politik tertentu memutuskan untuk menginvasi Ukraina. Di sisi lain, aktivitas diplomatik terus dilakukan untuk mencegah konflik berkepanjangan. Fenomena ini memicu berbagai negara Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Perang ini menimbulkan reaksi internasional dan memulai sebuah simulasi tentang berbagai macam ancaman ataupun perubahan globalisasi di masa mendatang. Menariknya, meskipun banyak negara mulai mengecam tindakan Rusia, China justru tidak banyak berkomentar dan tetap menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan Rusia.

Melihat dari berbagai macam permasalahan internasional yang terjadi saat ini, ancaman mengenai pertahanan dan keamanan turut menjadi perhatian China ditambah dengan memanasnya China dengan Taiwan. Kedekatan geografis antar negara di Asia Timur menyebabkan posisi perbatasan menjadi tempat yang berpotensi tinggi untuk terjadinya konflik bersenjata. Kedekatan ini juga berhasil menimbulkan security dilemma antar negara di kawasan Asia Timur. 

Security dilemma, konflik dengan negara sekitar yang dialami China, mendorong negara tersebut untuk semakin memperkuat militernya. Hal tersebut dapat dilihat melalui anggaran yang dikeluarkan oleh China untuk kepentingan militer. Pada tahun 2021, tercatat bahwa anggaran China untuk kepentingan militer mencapai 252 miliar dolar AS per tahun. Tingginya anggaran yang dimiliki oleh China menjadi sorotan, karena dinilai sebagai upaya China untuk mengokohkan diri sebagai negara superpower di kawasan Asia Timur.

China juga memiliki kebijakan mengenai peningkatan di sektor teknologi. Peningkatan teknologi ini nantinya dinilai sebagai alat untuk membantu dalam peningkatan industrialisasi di China. Perkembangan teknologi China dapat dilihat melalui Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Tidak hanya itu saja, pemerintah China juga mengeluarkan suatu kebijakan yaitu Made in China 2025. Kebijakan ini berisi kebijakan industri agar China dapat menjadi negara dominan dalam manufaktur teknologi tinggi secara global. 

Kemajuan teknologi di China dapat dilihat juga melalui salah satu perusahaannya yaitu Huawei. Huawei merupakan penyedia peralatan jaringan terbesar serta produsen smartphone kedua dunia. Keberhasilan Huawei dapat dilihat melalui peluncuran jaringan 5G pertama serta penggunaan AI face recognition di perangkat terbarunya. Pesatnya perkembangan teknologi ini menyebabkan China tidak perlu bergantung ke negara lain dan mampu mempromosikan teknologinya sendiri di kancah global. 

China juga berperan aktif dalam melakukan kerjasama dengan negara lain, kerjasama bilateral dan multilateral yang dilakukan oleh China dapat dilihat juga melalui proyek OBOR (One Belt One Road) dengan sekitar 60 negara menjadi partisipannya. Melalui proyek ini, China bertujuan untuk menggabungkan Cina, Rusia, Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika melalui jalur perdagangan dunia.  Hal tersebut mampu mempererat hubungan regional dengan negara tetangga untuk mencapai kepentingan bersama dalam konsep kemitraan strategis serta menempatkan China dalam pusat geopolitik dan ekonomi. Melalui OBOR, China dapat secara leluasa mengakses pasar global serta sumber daya guna meningkatkan kekuatan ekonominya. OBOR meningkatkan kemajuan infrastruktur bagi negara partisipannya yang dapat berdampak kepada naiknya jumlah investor di negara tersebut. Dibalik keuntungannya, Amerika Serikat melihat OBOR sebagai debt trap atau jebakan hutang yang sengaja dibentuk oleh China untuk menjebak negara partisipannya.

Dilihat dari perspektif politik dalam hubungan internasional, realisme menjadi sebuah pandangan yang cocok untuk dijadikan sebagai bentuk pandangan internasional terhadap China. Realisme merupakan teori hubungan internasional yang memberikan arti bahwa sebuah negara akan mendapat kebutuhan pribadi negaranya dengan cara individu ataupun membina hubungan dengan negara lain tanpa adanya entitas yang mengatur. Realisme memandang bahwa peperangan dapat menyelesaikan masalah negara dalam mencapai tujuannya. 

China melihat kelemahan Amerika Serikat dan perang Rusia-Ukraina sebagai sebuah keuntungan untuk memiliterisasi negaranya dengan alasan security dilemma akibat kemungkinan dari konflik berkepanjangan hingga terjadi Perang Dunia III. Konflik China dengan Taiwan semakin menunjukkan validasi dari arti realisme sebagai pandangan yang mengesahkan China sebagai negara yang memandang sistem internasional sebagai sistem anarkis dan mengutamakan kebutuhan ataupun kemajuan negara diatas ideologi yang ada. Proyek OBOR juga semakin menunjukkan bahwa China memang memiliki tujuan individu dalam dunia internasional. Realisme juga memandang upaya-upaya yang dilakukan China dalam memajukan bangsanya sebagai upaya untuk memaksimalkan power yang dimilikinya agar tujuan-tujuannya tercapai serta dapat menjadikan China negara dengan kekuatan utama dunia.

Munculnya China sebagai negara yang dianggap 'ingin' mengambil alih negara superpower utama menjadi sorotan dalam dunia internasional. Naiknya pertumbuhan militer, teknologi, serta ekonomi di China menjadi kunci tersendiri bagi negara tersebut untuk semakin melebarkan pengaruhnya dalam dunia internasional. Melemahnya perekonomian di negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia yang sedang berperang, semakin mempermudah jalan bagi China untuk muncul sebagai negara dengan kekuatan global baru. 

Berbagai kerjasama bilateral dan multilateral yang dilakukan oleh China nyatanya tak hanya menguntungkan bagi China, tetapi juga negara yang berpartisipasi di dalamnya. Pesatnya kemajuan China juga  menimbulkan ketakutan sendiri bagi Amerika Serikat. Semakin besarnya kekuatan China dianggap mampu menyaingi Amerika Serikat yang telah menjadi pusat dalam segi militer, ekonomi, maupun teknologi dan semakin mempererat hubungan bilateral dengan Rusia meskipun negara tersebut sedang mengalami perang berkepanjangan. 

Oleh sebab itu, China sangat mungkin menjadi negara superpower utama di dunia dengan Rusia menjadi negara di belakangnya dalam menjalani sistem internasional melebihi Amerika Serikat yang mulai kehilangan kepercayaannya sebagai negara superpower dari berbagai negara akibat 'leletnya' respon Amerika Serikat terhadap permasalahan dunia internasional yang ada saat ini.

---

Zahra Laila Nur Fajri (151220111)

Rezza Falah (151220112)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun