Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Minyak kelapa mengandung asam lemak rantai medium yang dapat mencapai 61,93% (Karouw et al., 2013).
Pada uraian di atas, minyak kelapa mampu menjadi alternatif yang stabil dalam pembuatan minyak goreng. Umumnya proses pengolahan minyak kelapa dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu:
1. Cara kering
2. Cara basah yang terbagi atas beberapa metode diantaranya adalah pemancingan, pengasaman, mekanik, enzimatik dan penggaraman.
3. Cara ekstraksi Pelarut
Kemudian pada cara basah juga menggunakan metode-metode ilmiah salah satunya pada metode penggaraman yang dilakukan dengan menambahkan larutan garam bervalensi 2 contohnya adalah garam CaCl2.2H2O pada krim santan yang telah diperoleh dari tahap awal pembuatan minyak.Â
Garam Ca tersebut ditambahkan  ke dalam santan dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet agar campuran antara garam dan santan menjadi homogen. Nah, pengaduk magnet ini juga masih berkaitan dengan kimia yaitu alat instrumen kimia yang bernama magnetic stirer.Â
Pada cara ekstraksi pelarut, prinsip yang digunakan yaitu pelarut yang dapat melarutkan minyak. Â Adapun karakteristik pelarut yang digunakan untuk ekstraksi minyak kelapa diantaranya bertitik didih rendah, mudah menguap, tidak berinteraksi secara kimia dengan minyak dan residunya tidak beracun. Pada proses ini bisa menggunakan bantuan alat instrumen kimia yaitu rotary evaporator.
Nah disinilah ilmu kimia dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Ilmu Kimia sangat dibutuhkan pada proses pengolahan minyak kelapa murni baik dengan cara kering, basah, maupun ekstraksi pelarut. Banyak inovasi-inovasi yang perlu dikembangkan untuk menjadikan minyak kelapa murni dapat dipasarkan sama halnya minyak kelapa sawit.
Seperti halnya peneliti LIPI pada Juli 2009 yang telah mempublikasikan pembuatan minyak kelapa sehat dengan proses fermentasi dengan ragi (inokulum) tempe. Ragi tempe dipilih karena dinilai sehat dan biayanya yang murah.
Direktur Pusat Penelitian Kimia Prof. (Ris) Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono ketika dihubungi detikHealth menyatakan, "Penemuan ini telah banyak digunakan untuk industri UKM karena biaya proses pengolahannya cukup murah. Minyak kelapa dengan fermentasi ragi tempe ini sudah menjadi public domain yang artinya siapapun bisa memakainya,".
Diakui Broto, proses fermentasi minyak kelapa tergolong kompleks dan belum begitu populer hingga saat ini karena  harga enzim yang cukup mahal. Namun demikian, setelah ditemukannya fermentasi minyak kelapa dengan ragi tempe, LIPI berharap bahwa industri kelapa dapat diolah lebih optimal sesuai standar saat ini.Â
Meskipun dengan pemanasan yang kuat, proses pengolahan minyak kelapa menjadi lebih cepat. Namun, minyak lebih mudah rusak oleh rantai bikarbonat asli yang dapat menyebabkan karsinogen. Dikarenakan harga enzim yang cukup mahal pada proaes fermentasi minyak kelapa dan ragi tempe, diharapkan seiring berjalannya waktu terdapat suatu penemuan untuk menggantikan enzim tersebut.