Mohon tunggu...
Irkhamni Fatimatuzzahra
Irkhamni Fatimatuzzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Sedekah Bumi", Moderasi Beragama dalam Upacara Tradisional di Desa Tejoasri

17 November 2021   16:55 Diperbarui: 17 November 2021   17:00 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tersebar dari Sabang sampai Merauke, Indonesia merupakan sebuah negara majemuk atau multikultur karena memiliki beragam agama, suku bangsa, ras, dan budaya. 

Kemajemukan ini menyebabkan negara Indonesia menjadi rentan mengalami konflik sosial berupa pertikaian antar suku, antar budaya, ataupun antar budaya karena kurangnya rasa tolerasi pada masing-masing individu. Namun jika keragaman itu dapat berjalan secara selaras, serasi, dan harmonis akan tercipta intergrasi sosial sehingga menjadi satu kesatuan.

Yang saat ini marak terjadi adalah intoleransi antar umat beragama. Hal ini tentu dapat mengancam kesatuan dan persatuan dalam suatu lingkungan masyarakat namun juga dapat mengancam persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Agar hal tersebut tidak terjadi, pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia memberikan suatu solusi yaitu penguatan Moderasi Beragama untuk mencegah intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

Istilah moderasi beragama terdiri dari dua kata, yaitu kata "moderasi" dan "beragama". Mari kita kita bahas definisinya terlebih dahulu. Kata moderasi berasal dari Bahasa Inggris “Moderation” yang dalam Oxford Dictionary memiliki definsi “the quality of being reasonable and not being extreme”. Dalam bahasa Arab, kata moderasi memiliki makna yang sama dengan kata “wasathiyah” yang berasal dari kata “wasath” berarti sesuatu yang berada di antara dua hal yang ekstrem.

Ketika kata “moderasi” digabungkan dengan kata “beragama” sehingga menjadi “moderasi beragama”, maka istilah itu merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. 

Moderasi beragama merujuk kepada segala sikap dan usaha menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) serta selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Dokpri
Dokpri

Kegiatan sedekah bumi atau bersih desa adalah salah satu contoh pengaplikasian moderasi beragama dalam lingkungan masyarakat. Sedekah bumi ini merupakan suatu upacara adat yang melambangkan rasa syukur manusia kepada Sang Pencipta yang telah memberikan rezeki dengan perantara bumi yang berupa berbagai bentuk hasil bumi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

Perayaan sedekah bumi yang rutin dilaksanakan sejak zaman dahulu di Desa Tejoasri menjadi bukti bahwa praktik moderasi beragama telah berlangsung lama di desa ini. Selain digunakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan, sedekah bumi di Desa Tejoasri juga menjadi saat untuk membaca doa secara bersama-sama yang ditujukan untuk arwah para perintis dan pendahulu desa.

Kegiatan ini berlangsung meriah dan dikemas dengan beberapa rangkaian acara mulai dari khataman Al-Qur'an, pembacaan surah yasin, tahlil, sholawat, pengajian, hingga udik-udikan. Pada momentum ini pula para penduduk yang merantau akan kembali ke desa untuk bersilaturahim dan meramaikan kegiatan sedekah bumi.

Dokpri
Dokpri

Sedekah bumi yang berlangsung dari tahun ke tahun hingga saat ini merupakan bukti bahwa penduduk Desa Tejoasri merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi toleransi dalam beragama serta tidak cenderung ekstrem dalam beragama. 

Sebagaimana yang kita tahu, tidak sedikit desa yang dulunya memiliki tradisi upacara kebudayaan daerah namun saat ini telah hilang dikarenakan oleh oknum-oknum yang kurang moderat dalam beragama. 

Mereka menganggap pelaksanaan tradisi itu tidak sesuai dengan ajaran agama menurut pemahaman mereka. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, upacara sedekah bumi ini tidak berisi ritual-ritual yang dapat melemahkan keimanan seseorang. 

Oleh karena itu, dirasa sangat perlu untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang beragama secara moderat agar budaya tradisional kenusantaraan seperti upacara sedekah bumi dapat dilestarikan dan menjadi ikon pariwisata di desa masing-masing.

Dalam buku Khittah Nahdliyyah, KH. Ahmad Shiddiq menyatakan bahwa sikap moderat (at-tawassuth) harus disandingkan dengan sikap adil (al-i'tidal) dan seimbang (at-tawazun). Ketika ditarik hubungannya dengan tradisi sedekah bumi yang tetap lestari hingga saat ini, maka dapat dikatakan bahwa penduduk di Desa Tejoasri memegang teguh sikap moderat, adil, dan seimbang dalam beragama. 

Sikap-sikap tersebut merupakan karakter yang dapat mencetak generasi yang memiliki sikap toleransi yang tinggi sehingga dapat menghindarkan para penduduk desa dari paham radikalisme atau bahkan terorisme.

Oleh karena itu, sedekah bumi atau bersih desa yang merupakan salah satu bentuk tradisi kenusantaraan yang dilestarikan oleh masyarakat pemilik rasa toleransi dan semangat persatuan yang tinggi dalam kemasyarakatan.

Penulis: Moh. Hanifun Nafis, Lamongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun