Pemerintah sudah menjamin hak pendidikan untuk semua warga negara tanpa membedakan latar belakang. Semua orang punya hak yang sama. Tapi, pola pikir patriarki masih sering memengaruhi pandangan masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa meskipun perempuan berpendidikan tinggi, peran terbaik mereka tetap di dapur sebagai pengelola rumah tangga. Pandangan seperti ini masih kuat di komunitas yang memegang teguh budaya patriarki, di mana laki-laki dianggap punya wewenang dan kekuasaan lebih besar. Bahkan, keputusan soal apa yang dianggap baik atau buruk seringnya hanya ditentukan oleh laki-laki (Sulistyowati 21).
Dalam kehidupan sosial, perempuan sering diperlakukan tidak adil. Posisi mereka cenderung dianggap nomor dua di bawah laki-laki. Kekerasan, pelecehan verbal maupun non-verbal, seolah menjadi bayangan yang selalu mengikuti perempuan di mana pun mereka berada. Kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan sering terjadi karena adanya sistem nilai yang memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dari laki-laki. Salah satu bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi adalah pemerkosaan. Namun, sayangnya, cara pandang masyarakat terhadap kasus ini masih bias patriarkis, di mana korban sering dianggap sebagai penyebab utama kejadian tersebut.
Kurangnya ketegasan hukum ikut berkontribusi pada lemahnya penanganan kasus pelecehan seksual. Selain itu, edukasi dan kesadaran tentang kekerasan serta pelecehan seksual juga masih kurang. Untuk menghapus bias gender, dibutuhkan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah agar dapat menindak pelaku ketidakadilan dengan tegas dan adil. Dengan langkah ini, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih setara dan aman untuk semua.
Intinya kesetaraan gender itu penting banget supaya semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, diperlakukan adil dan setara, karena dengan begitu hubungan antarindividu jadi lebih harmonis, masyarakat lebih rukun, dan pembangunan bisa lebih maju. Tapi, kenyataannya masih banyak tantangan, seperti budaya patriarki yang bikin perempuan sering kena diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan, sementara laki-laki juga dibebani tuntutan untuk selalu kuat dan mendominasi. Stigma seperti "perempuan cuma buat di dapur" atau "nggak usah sekolah tinggi-tinggi" juga masih sering muncul. Untuk mengatasi ini, kita butuh kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, dengan memberikan akses pendidikan yang setara, menegakkan hukum untuk pelaku diskriminasi dan kekerasan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat soal pentingnya kesetaraan gender, supaya hidup jadi lebih adil, nyaman, dan aman untuk semua.
DAFTAR PUSTAKA
Akip, Muhamad. 2020. "Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Islam." Edification Journal 3 (1): 73--83. https://doi.org/10.37092/ej.v3i1.222.
Riyanto, Cindy Shira, Nadyea Intan Fadila, Iftah Miladyah Cinta Avisya, Belvana Cathlinia Irianti, and Denny Oktavina Radianto. 2023. "Kesetaraan Gender." Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia 2 (8): 1767--73.
Sulistyowati, Yuni. 2021. "Kesetaraan Gender Dalam Lingkup Pendidikan Dan Tata Sosial." IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies 1 (2): 1--14. https://doi.org/10.21154/ijougs.v1i2.2317.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H