Mohon tunggu...
Zahra Vee
Zahra Vee Mohon Tunggu... -

Nasib kita ialah akibat, tidak semata menunjuk pada takdir. Karena kita adalah sebab. Blog pribadi: bilikzahra.WordPress.com zahra2508.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rabby

13 Agustus 2016   10:59 Diperbarui: 13 Agustus 2016   11:12 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

SIAPA yang tak mengenal Rabby? Perempuan yang memilih untuk gila seumur hidupnya.

Tidak ada kebahagiaan dari seorang perempuan selain bahagianya dalam berumahtangga. Dan itulah yang diharapkan oleh Rabby. Perempuan yang memutuskan untuk menerima pinangan seorang pemuda asal Surabaya, Dirwan. Sebenarnya tak banyak yang Rabby tahu tentang lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya tersebut. Sebagai seorang anak dari orang tua yang sangat fanatik dengan agama, Rabby hanya bisa mengiyakan saat Hanan—sang Abah, mencalonkan Dirwan sebagai imam untuk Rabby. 

Meski Rabby sadar, di dalam hatinya yang begitu dalam... perasaan cinta diam-diamnya pada Alziyan—sahabat semenjak di bangku sekolah dulu, masih serupa benih-benih jagung yang kadang masih sering tumbuh di ladang kerinduan. Namun apalah daya, Alziyan yang saat ini hanya bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah swasta di Jember, tentu takkan bisa membuat sang Abah mau merestui perasaannya. Dan Rabby-pun ikhlas, mungkin tak selamanya rasa yang teramat diharapkan adalah apa yang Tuhan kehendakkan.

Selama dua tahun menjalani biduk rumah tangga, bisa dikatakan Rabby menjadi perempuan yang sangat beruntung mendapatkan suami seperti Dirwan. Lelaki yang pandai berlelucon itu, ternyata adalah seorang suami yang sangat romantis. Lambat laun, Rabby mulai bisa mencintai Dirwan lahir dan batin. 

Menginjak tahun ketiga, kebahagiaan semakin sempurna dengan kabar kehamilan Rabby. Dirwan menjadi sering pulang awal dari kantor. Menemani Rabby cek-up kehamilan, atau hanya sekadar mengajak jalan-jalan. Tanggal kelahiran pun tiba. Seorang bayi perempuan yang sangat lucu terlahir ke dunia. Wigi. Dan semakin sempurnalah kehidupan rumah tangga mereka.

Di tahun kelima usia pernikahan. Angin berhembus sedikit kencang. Dirwan mulai sibuk di kantor. Bahkan tak jarang, dia tidak pulang karena sedang ada meeting yang penting. Atau harus ke luar kota urusan pekerjaannya. Awalnya Rabby tak mempersalahkan kesibukan sang suami tersebut. Namun semua berawal saat Rabby menemukan pesan aneh di ponsel Dirwan. Saat itu Dirwan sedang mandi, ponselnya berbunyi. Entah ada perasaan apa yang membuat Rabby akhirnya membuka pesan tersebut. Tak ada nama yang tertera sebagai pemilik nomor, namun nada pesan tersebut pasti bukan dari seorang teman kantor atau relasi bisnis. 

Hari-hari berikutnya, pikiran Rabby semakin tak tenang. Dan puncak dari segala rasa keingintahuan Rabby adalah di saat Dirwan pulang malam dari meeting kantornya. Malam itu hampir jam dua belas. Rabby tak tidur. Setelah menidurkan Wigi jam sembilan tadi, dia duduk di ruang tamu berniat untuk menunggu sang suami. 

"Apa yang kamu bicarakan?" Dirwan melonggarkan dasi biru tuanya, merebahkan punggung di atas sofa.

       "Maaf, Mas. Jika aku telah lancang. Tapi sebagai seorang perempuan, aku cukup menyadari atas perubahanmu. Sekecil apapun itu." Selama ini Rabby selalu menunduk jika berbicara dengan suaminya. Tapi entah kenapa, malam ini dia begitu ingin masuk ke dalam kedua bola mata Dirwan, dan menemukan segala kejujuran di dalamnya. 

"Itu hanya perasaanmu saja. Aku lelah. Sudah bolehkah aku beristirahat sekarang?" Rabby tak bisa berkata apa-apa lagi. 

**

       Siang itu saat Rabby baru pulang dari rumah orang tuanya. Tanpa sengaja dia bertemu dengan Alziyan di sebuah minimarket, saat membeli kebutuhan untuk Wigi. Sebuah pertemuan yang tak disangka-sangka. Sebagai dua orang yang pernah bersahabat, mereka pun memutuskan untuk singgah di salah satu tempat makan untuk sekadar menanyakan kabar. Tak banyak yang berubah dari Alziyan di mata Rabby. Dia masih lelaki dengan senyuman yang mampu membuat hatinya bergetar. Tapi semua sudah berbeda. Mungkin dia tetaplah Alziyan yang dulu, tapi perbedaan itu ada pada dirinya. Dia bukan lagi Rabby yang bisa mencintainya dengan bebas. Karena saat ini dia telah bersuami.

Pertemuan itu berakhir saat ada telepon dari ibunya Rabby yang mengabarkan bahwa Wigi tiba-tiba demam. Setelah meninggalkan nomor telepon pada Alziyan, Rabby-pun pamit untuk pulang.

Sudah dua hari Wigi dirawat di rumah sakit. Bocah yang satu bulan lagi berumur tiga tahun itu terkena demam berdarah. Berulang kali Rabby berusaha menghubungi Dirwan. Tapi nomornya selalu sibuk. Bahkan pesan-pesan yang Rabby kirim kepada suaminya, tak satu pun yang terbalas. Di saat itulah, Alziyan menjadi satu-satunya orang yang selalu berada di samping Rabby.

        Keadaan Wigi semakin memburuk. Di hari kelima, Wigi tiba-tiba demam tinggi. Dari tubuhnya yang kurus, mulai keluar bintik-bintik merah, merata. Bukan itu saja, bahkan bocah yang menyukai balon itu sering muntah bercampur darah. Dan yang paling membuat Rabby khawatir, tubuh putri semata wayangnya tidak dapat menerima cairan infus lagi. Wigi kecil terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat pasi, sinar matanya perlahan mulai meredup. Rabby menangis, sebuah tangisan yang tak dapat didengar oleh siapapun. Dia menjerit sekuat tenaga di dalam hatinya. Menahan perih, menahan ngilu yang merajam pertahanannya menyaksikan Wigi, bocah yang seharusnya bisa bermain dan tertawa lepas itu... menghembuskan napas terakhirnya. 

       Tepat di saat Rabby mendekap tubuh Wigi yang sudah tak bernyawa, Dirwan tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Langkahnya terhenti saat menyadari Wigi sudah pergi. Dia melangkah berat menghampiri jasad putrinya. Menatap tak percaya, lalu memeluk tubuh Wigi dan menciumi kedua pipinya. 

Bagai sebuah hantaman badai yang kedua. Saat belum habis masa berkabung Rabby atas kepergian Wigi. Seorang perempuan muda datang ke rumah menemui Rabby. Perempuan itu mengaku telah hamil anak dari Dirwan. Rabby tak bisa berkata apa-apa lagi. Malamnya saat dia mendapat kebenaran serta pengakuan dari suaminya. Rabby meminta bercerai. 

        Satu minggu setelah Rabby pulang ke rumah orang tuanya. Rabby menerima sebuah undangan pernikahan dari Alziyan. Kini hari-hari yang Rabby lewati hanyalah untuk menemani putrinya. Setiap hari dia akan datang ke makam Wigi; membacakan dongeng, bercerita apa saja, tertawa, lalu menangis di saat yang bersamaan. Bahkan tak jarang, Rabby akan tertidur sepanjang hari di makam Wigi sambil memeluk batu nisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun