Anda orang Jawa? Anda percaya mitos?
     Tak bisa dipungkiri. Meski di zaman serba canggih dengan teknologi tinggi seperti saat ini. Beberapa kalangan masyarakat tanah air—sesepuh Jawa khususnya, masih memegang kuat hal-hal yang dianggap tabu sebagai sebuah kepercayaan. Agak kurang masuk akal memang. Terlebih jika beberapa hal tersebut adalah sesuatu yang seharusnya tak perlu untuk menjadi sebuah kecemasan.Â
     Anda pernah mendengar orang tua Anda—Jawa khususnya, melarang Anda—anak perempuan, untuk tidak berdiri, duduk, berdiam di tengah-tengah pintu? Nah, saya pernah. Dalih-dalih mereka mengatakan bahwa anak perempuan tidak baik berada di tengah pintu, karena akan menutup jalan jodoh untuk mendapatkan perjaka. (nah, apa hubungan pintu dengan perjaka?)
      Pada dasarnya tidak ada hubungan antara keduanya. Bahwa di sinilah yang disebut mitos, kepercayaan yang boleh percaya juga boleh tidak. Namun anehnya, mitos-mitos tersebut justru semakin melekat turun-temurun sebagai sesuatu yang memang (harus) dipercaya. Bagaimana mungkin, dengan sering berdiri di tengah-tengah pintu tiba-tiba saat menikah dapat duda? Bukankah jodoh adalah satu ketetapan Tuhan yang tidak dapat dirubah?Â
      Namun percaya atau tidak, mitos tersebut sering juga menjadi kenyataan bagi si pelaku. (anggap saja memang sudah jodohnya dapat bekas orang kali ya. Ups!)
     Dan satu mitos yang sampai saat ini cukup membuat saya ketar-ketir antara percaya dengan tidak. Yaitu bahwa saudara tua—baik laki-laki atau perempuan yang ditinggal menikah duluan oleh saudaranya yang lebih muda, akan lama dan jauh jodohnya. Dan bisa-bisa akan sulit mendapatkan jodoh. (nah loh!)
     Apakah Anda percaya itu?Â
     Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara—keduanya perempuan. Jarak kami hanya empat tahunan. Bahkan sosok adik saya yang lebih longgor—berpostur tubuh tinggi besar, bisa dikatakan nyalep—melebihi, saya. Dan yang lebih parahnya lagi, saat ini dia punya pacar, dan saya— (tidak bermaksud curhat loh).Â
     Ada beberapa saudara atau tetangga saya, yang memang mengalami hal seperti mitos tersebut. Dia didului menikah oleh adiknya. Dan sampai si adik punya anak, si kakak masih melajang. Ngetan ngulon—ke timur ke barat, sendirian. Apakah ini akibat mitos tersebut?Â
     Bisa iya, bisa juga tidak.
     Mungkin bagi mereka yang percaya, tentu kejadian tersebut berhubungan erat dengan pelanggaran mitos oleh si adik yang sudah kebelet kawin, eh..., nikah. Sehingga pada akhirnya kepercayaan itu menjadi semacam beban pikiran yang terbawa dalam tindak-tanduk nyata si kakak. Atau barangkali hal tersebut menjadi sebuah ketidakpercayaan diri dalam mendapatkan jodoh.Â