Mohon tunggu...
Zahira Nisrina
Zahira Nisrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Kebidanan di Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswa S1 Kebidanan di Universitas Airlangga, saya memiliki hobi memasak, meggambar, dan menyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Ekonomi Kekerasan dalam Rumah Tangga: Bagaimana Solusinya?

21 Juni 2024   15:41 Diperbarui: 21 Juni 2024   20:13 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan didefinisikan oleh Mansur Faqih sebagai suatu bentuk serangan atau invasi terhadap fisik atau integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan bisa terjadi dimana saja, termasuk dalam lingkup rumah tangga yang biasa kita sebut sebagai KDRT. 

Termaktub dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi secara fisik, psikologis, seksual, ataupun berupa penelantaran rumah tangga. Segala bentuk tindakan yang mengarah pada kekerasan dalam rumah tangga tentu tidak dibenarkan, namun fenomena ini nyata adanya di lingkungan masyarakat Indonesia.

Mengutip data real time yang diinput oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) per tanggal 1 Januari 2024, dari jumlah kasus kekerasan di Indonesia, 1.586 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan yang terjadi antara suami dan istri, 545 kasus terjadi antara keluarga atau saudara, dan sisanya adalah lain-lain. Farcha Ciciek melalui karyanya menyebutkan bahwa KDRT umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

  • Adanya ketidaksetaraan gender dalam masyarakat
  • Budaya mendidik anak laki-laki menjadi sosok kuat, berani, dan tanpa ampun
  • Budaya yang mendorong perempuan untuk bergantung pada laki-laki, terutama secara finansial
  • KDRT tidak dianggap sebagai permasalahan sosial, melainkan permasalahan pribadi antara pihak yang terlibat
  • Anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai dan mengontrol perempuan sepenuhnya

Menurut Siti Kasiyati dalam penelitian Hidayah & Junaidi (2017), salah satu sebab utama dari kekerasan adalah lemahnya kondisi ekonomi sang korban. Lemahnya kondisi ekonomi bisa terjadi karena pendapatan yang dihasilkan korban dikuasai oleh pelaku, bisa juga terjadi karena korban terlanjur bergantung sepenuhnya kepada pelaku atau keluarga pelaku secara finansial sejak awal pernikahan. 

Pihak yang kerap kali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga adalah anggota keluarga yang tidak memiliki peran dalam pencaharian nafkah dan kebanyakan pelakunya adalah anggota keluarga yang memiliki peran dalam pencaharian nafkah.

Ketika pelaku ditahan, sang korban tidak memiliki seseorang sebagai tulang punggung keluarga dan menjadi kesulitan secara ekonomi. Padahal mereka harus menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya. Setiap korban memiliki cara yang berbeda-beda untuk memecahkan permasalahan tersebut. 

Cara atau strategi seseorang mengatur tingkah dan lakunya untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata disebut sebagai coping. Menurut Rokamah (2018), perilaku coping dapat berbeda-beda, bersifat subyektif, serta dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. 

Faktor internalnya adalah kesehatan fisik, kepribadian, dan pilihan pemecahan masalah yang bersumber dari kebiasaan sehari-hari korban. Faktor eksternalnya adalah ingatan pengalaman dari situasi dan dukungan sosial, serta berbagai situasi penting dalam kehidupan sang korban.

Sebagai bentuk dukungan sosial, pemerintah dapat bermitra dengan organisasi-organisasi untuk mengadakan berbagai program atau kegiatan yang membantu kehidupan para korban. 

Tidak hanya memberikan program penguatan mental, tetapi juga membantu korban KDRT dalam memecahkan permasalahan ekonominya dengan membuka program pelatihan keterampilan dan bisnis. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar sang korban memiliki bekal untuk mencari nafkah demi keberlangsungan hidupnya di masa depan.

Karena korban mengalami keterpurukan ekonomi, maka bisnis yang diajarkan pun sebisa mungkin merupakan bisnis kreatif dengan modal yang minim namun dapat dipasarkan pada wilayah yang luas. Misalnya mendaur ulang kantong plastik dan kain bekas atau kain sisa potong menjadi barang yang berdaya guna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun