“Enggak… Nggapapa,” Rama mengangkat kepalanya—tersenyum menatap Ratih.
“Aku ngerti,” Ratih mengangguk.
Mata mereka saling menatap, Rama dan Ratih saling memberi senyum. Seperti dua orang yang saling menemukan mereka berada dalam satu tatap yang sama, satu degup jantung yang seirama. Dan seperti buku, Ratih dan Rama menemukan kisah keduanya hari itu. Membuka halaman baru, menemukan kertas kosong tanpa noda yang siap dituliskan.
“Tapi aku nggak bisa, Ma… Sorry,” Kata Ratih.
“It’s okee… Aku paham,” Rama tesenyum.
Kisah kedua adalah halaman yang tersembunyi dalam satu buku, dibutuhkan dua orang untuk menemukannya. Dibutuhkan keyakinan dan kepercayaan, saat halaman tersembunyi itu ditemukan, kisah kedua bersiap untuk dituliskan. Tanda bahwa dua orang telah saling menemukan.
Dalam beberapa detik, kecanggungan mulai merajai tubuh mereka, sekali lagi selepas mata mereka saling menatap, lengkungan indah dalam pikirannya saling mengenang. Kenangan yang mengukir senyum di bibir. Perlahan Ratih menyentuh lembut tangan Rama yang dingin, Ratih mendekat, tangan mereka saling menggenggam. Ibu Jari Rama menegelus lembut punggung tangan Ratih. Rama tersenyum sekali lagi, mata Ratih berkedip pelan, mata dan lengkungan bibir yang meneduhkan hati Rama. Jantung yang berdegup seirama menandakan sesuatu.
Nafas mereka saling bertabrakan, hingga kening dan hidung bersentuhan. Satu tangan Rama yang lain menyentuh pinggang Ratih. Ruangan yang tak sedikitpun panas itu justru menimbulkan keringat di leher. Ratih dan Rama tersenyum, bibir mereka bertemu dalam detak jantung yang melepas keraguan.
[END]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI