Semakin engkau berharap bantuan pertolongan orang lain, itu pertanda imanmu masih lemah. Karena kau sudah tidak berharap lagi kepada Allah, lebih berharap kepada sesama manusia.
Begitu mengena apa yang diucapkan oleh Buya Syakur dalam sebuah postingan video tausiyahnya. Sebuah harapan terhadap orang lain, seakan manusia lupa bahwa sebaik baiknya harapan adalah berharap kepada Allah yakni mencari ridhonya Allah SWT.
Dalam kehidupannya, manusia sering bergantung kepada selain Allah. Padahal hakikatnya, manusia hidup adalah untuk Allah dan akan kembali kepada Allah. Manusia cenderung lupa bahwa ketika kita datang kepada allah, maka Allah akan memberi pertolongan bagi hamba-hambanya.
Pertolongan biasanya juga datang dari Allah melalui orang yang sama sekali kita tidak mengenalnya. Malah orang yang kita banyak berbuat baik kepadanya malah tidak sama sekali memberi balasan baik kepada kita.
Contohnya ada seorang pemuda yang lulus dari sekolah menengah atas, pada saat itu ia berniat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Tetapi dia ditawarkan tetangganya yang seorang manajer perusahaan untuk bekerja di perusahaannya, kemudian pemuda tersebut menolak dan tetap ingin melanjutkan kuliahnya.
Akhirnya tetangganya tersebut menyetujui dan menjanjikan pekerjaan ketika si pemuda sudah menyelesaikan studi kuliahnya. Akhirnya pemuda tersebut tidak mengkhawatirkan pekerjaan setelah lulus kuliah nantinya, karena sudah dijanjikan pekerjaan oleh tetangganya seusai tuntas studi perkuliahan nanti.
Tetapi Allah berkehendak lain, tidak lama kemudian saat pemuda tersebut berjalan satu semester dalam studi, terdapat kabar bahwa tetangga pemuda yang seorang manajer tersebut meninggal dunia.
Baru satu semester si pemuda melaksanakan studinya, ia kehilangan harapan pekerjaan yang dijanjikan oleh tetangganya. Dari cerita tersebut pentingnya seorang manusia untuk tidak terlalu berharap kepada manusia. Karena sebaik-baik rencana manusia, masih jauh lebih baik rencana Allah.
Kekecewaan muncul karena adanya harapan yang terlalu tinggi kepada sesuatu. Oleh karena itu pentingnya dalam melakukan kebaikan diniatkan semua karena Allah. Biarkan Allah yang memberi balasan kepada setiap orang yang berbuat baik.
Dalam perumpaannya, seperti kita berharap imbalan atau pahala kepada Allah yang mana hal tersebut masih dibenarkan, karena Allah adalah majikan umat muslim, Allah adalah bos umat muslim. Kita bekerja untuk bos kita dan kita sah meminta imbalan dari bos kita. Hal ini juga dilakukan oleh para Nabi maupun para Rasul, mereka melakukan tugasnya berharap mendapat imbalan dari Allah SWT.
Dikisahkan dalam cerita kaum Nabi Nuh as yang congkak. Dalam dakwahnya Nabi Nuh as selalu diejek, dihina serta dicemooh lalu timbullah kecongkaan mereka, malah merekapun berkata : “Nuh itu bukan Nabi bukan pula utusan Tuhan. Ia adalah orang biasa sama-sama seperti kita ini, apa gunanya kita anut, apa pula perlunya kita mempercayainya”. Mereka acuh tak acuh serta tidak mau mengharap keterangan atau dakwah dari Nabi Nuh as, mereka sama brutal akhirnya mereka menentang kepada Nabi Nuh disuruhnya supaya mendatangkan siksa atau adzab dari Tuhan.
Walaupun dakwahnya tidak diterima oleh kaumnnya, Nabi Nuh tetap sabar dan hanya mengharap ridho Allah. Sehingga Allah memberi pertolongan kepada Nabi Nuh dengan memberi wahyu kepada Nabi Nuh tentang membuat perahu serta mengajarkan tata cara pembuatannya.
Yang mana perahu tersebut akan menjadi penolong bagi kaumnya yang beriman, sedangkan kaumnya yang congkak mereka binasa karena kecongkakannya. Kisah Nabi Nuh mengajarkan bahwa pertolongan Allah datang bagi hamba-hambanya yang sabar dan beriman kepada-Nya. Oleh karena itu sangat penting sekali mengharap ridho Allah dalam setiap apapun yang kita lakukan.
Ketika orang masih berharap pahala, imbalan atau pahala itu masih dalam wilayah keikhlasan. Asalkan minta imbalannya dari Allah SWT. Sebab apabila hidup kita masih berharap imbalan dari orang yang kita baiki, percayalah hidup kita akan menanggung kekecewaan yang berkepanjangan. Karena orang lain belum tentu akan bisa mengembalikan kebaikan kita.
Sehingga menjadi indikator, ketika kita merasa kecewa setelah berbuat baik, maka dapat dipastikan kebaikan kita bukan untuk Allah. Tapi, masih untuk diri kita sendiri. Melakukan segala sesuatu karena Allah akan lebih ringan dilakukan karena kita akan jauh dari rasa kecewa dan imbalan langsung didapatkan dari Allah untuk hambanya yang mengharap segala sesuatu hanya kepada Allah.
Jika mengharap ridho Allah kita jadikan sebagai tujuan hidup, maka Allah akan memberikan kemudahan dalam hidup. Dengan mengharap ridho-Nya, seorang hamba akan lebih menerima segala ujian maupun takdir yang diberikan Allah dengan ikhlas dan lapang dada.
Sehingga apabila takdir yang diberikan Allah tidak sesuai dengan rencana yang disiapkan oleh setiap manusia. Maka manusia tersebut akan lebih berlapang dada serta ikhlas dalam menerima takdir Allah.
Dengan maraknya peristiwa bunuh diri akhir-akhir ini menunjukkan bahwa masih banyak manusia yang tertipu akan tipu daya dunia. Hal ini karena adanya godaan setan maupun hawa nafsu yang sulit untuk dikendalikan.
Tetapi dengan adanya iman dan taqwa yang tinggi kepada Allah, maka Allah akan melindungi dari segala godaan keburukan. Keimanan dan ketaqwaan dapat dilatih dengan selalu mengharap ridho Allah dalam segala hal.
Banyak para korban melakukan bunuh diri dengan tujuan mendapatkan ketenangan. Jika manusia lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka peristiwa bunuh diri akan minim terjadi di negri ini. Seperti dawuhnya Habib Umar Bin Hafidz, bahwa “Mencari ketenangan itu bukan dengan cara pergi, tapi dengan cara kembali dalam diri dengan mencari Allah dihati. Sesungguhnya ketenangan ada disitu”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H