Dewasa ini stabilitas mata uang menjadi salah satu isu penting dalam aktivitas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Adanya dominasi mata uang salah satu negara berpotensi memicu dampak buruk bagi negara – negara lain. Dalam kasus ini, Dolar Amerika Serikat merupakan contoh konkret dominasi mata uang dunia. Dominasi tersebut telah membawa dampak buruk bagi beberapa negara seperti adanya ketergantungan ekonomi, inflasi dan tidak idealnya keseimbangan perdagangan.
Negara – negara yang bergantung pada Dolar Amerika Serikat sebagai alat tukar pada perdagangan berpotensi mengalami deficit neraca perdagangan karena ketidakpastian dalam mengontrol harga. Hal ini menjadi menarik, ketika negara – negara menyadari akan adanya kerugian yang ditimbulkan apabila mereka tetap bergantung kepada Dolar Amerika Serikat kemudian memunculkan upaya dedolarisasi. Dalam artikel ini, penulis akan menjelaskan perjalanan Dolar sebagai Reserve Currency yaitu mata uang asing yang dapat disimpan oleh bank sentral negara lain.
Bagaimana Dolar AS menjadi raja mata uang?
      Dolar Amerika Serikat merupakan salah satu mata uang yang populer dalam transaksi internasional. Banyak negara yang menggunakan Dolar Amerika sebagai alat transaksinya dlam perdagangan, sehingga membuat permintaan akan Dolar AS terus melonjak dan mendominasi segala aspek keuangan global. Lantas, bagaimanakah awal mula Dolar AS dipergunakan sebagai alat transaksi global?
      Didirikannya The Fed pada 1914 sebagai Bank Sentral Amerika Serikat menjadi cikal bakal adanya Dolar AS yang kita kenal pada saat ini. Pada 1914, Ekonomi Amerika Serikat sudah mengungguli ekonomi Inggris sebagai ekonomi terbesar di dunia pada saat itu. Akan tetapi, sebagian besar transaksi internasional masih dilakukan di Inggris yang menjadikan negara tersebut pusat perdagangan dunia, sehingga Poundsterling dan Emas menjadi standar mata uang saat itu.Â
Namun, Pasca Perang dunia pertama berakhir ekonomi negara – negara di dunia mengalami kehancuran kecuali Amerika Serikat. Akhirnya banyak negara meninggalkan emas sebagai alat tukar sehingga mereka dapat membayar belanja militer dengan uang kertas. Hal itu akhirnya berdampak pada terdevaluasinya mata uang negara – negara tersebut, tak terkecuali Inggris yang pada saat itu turut serta menggunakan uang kerta dalam membayar perbelanjaan militer.
      Kondisi devaluasi tersebut kemudian membuat negara – negara yang terlibat Perang harus bergantung kepada Amerika Serikat untuk membangun kembali ekonomi mereka. Pinjaman tersebut diberikan Amerika dalam bentuk Dolar Amerika Serikat.
      Pada tahun 1944 delegasi dari 44 negara sekutu bertemu pada Bretton Woods, New Hampshire. Pertemuan ini menghasilkan disepakatinya Dolar AS sebagai uang dunia, menggantikan emas. Dari pertemuan itulah Dolar Amerika Serikat dinobatkan secara resmi sebagai mata uang cadangan dunia.
      Dilansir dari CNBC, dewasa ini Amerika Serikat masih menjadi mata uang global. Bahkan 88 persen pertukaran uang dunia menggunakan Dolar Amerika Serikat. Dominasi Dolar pada akses keuangan global inilah yang mendorong beberapa negara – negara di dunia melakukan aksi Dedolarisasi atau upaya melepas ketergantungan terhadap Dolar.
Upaya Dedolarisasi
      Dedolarisasi adalah upaya mengurangi penggunaan Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang paling populer dan dominan dengan local cuurency atau mata uang mereka sendiri. Paling tidak mengganti dengan mata uang lain selain dolar yang masih dapat diterima dalam transaksi internasional, seperti Euro atau Yen.
      Sebagai contoh upaya yang dilakukan Rusia dalam dedolarisasi sistem keuangannya sejak 2013. Rusia telah memotong proporsi Dolar Amerika Serikat pada Bank sentralnya dari yang semula berjumlah 40% menjadi hanya 24%. Pemerintah Rusia juga telah berupaya menurunkan utang luar negeri mereka yang berupa Dolar Amerika dan menjajaki penjualan obligasi berdenominasi Yuan. Disamping itu, perusahaan energi juga menjadi pelaku dedolarisasi yang paling aktif di Rusia. Perusahaan – perusahaan minyak yang disokong oleh negara mulai menggunakan euro dalam kontrak penjualan mereka.
      Selain Rusia, contoh negara lain yang melakukan upaya Dedolarisasi adalah negara – negara yang tergabung dalam aliansi BRICS lain seperti Brazil, India, Tiongkok dan Afrika Selatan. Para pemimpin dari Iran, Malaysia, Turki, Qatar juga berpartisipasi aktif dalam mengajukan ide penggunaan jenis mata uang pengganti Dolar Amerika Serikat seperti Kripto, mata uang nasional, emas dan sistem barter dalam kegiatan perdagangan.
      Upaya Dedolarisasi ini secara langsung menjadi bukti adanya ketidaksukaan negara – negara lain akan adanya hegemoni Amerika Serikat di bidang ekonomi. Sehingga berbagai macam upaya pun dilakukan meskipun nantinya akan memiliki dampak buruk juga bagi perekonomian dunia.Â
Misalnya, ketika ada upaya dedolarisasi dari negara lain, otomatis permintaan akan dolar akan menurun di pasar. Hal tersebut dapat berakibat pada penurunan nilai tukar Dolar yang bisa menyebabkan inflasi. Negara – negara yang telah menyimpan obligasi ataupun kekayaan mereka dalam bentuk dolar tentunya akan ikut dirugikan dengan adanya upaya ini. Namun di sisi lain, ketergantungan terhadap dolar juga berpotensi menjadi ancaman ekonomi. Oleh karenanya, penulis beranggapan bahwa kondisi ini terbilang kompleks dan dilematis. Negara yang siap untuk melepas ketergantungan juga harus siap mengalami kerugian di satu waktu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H