Tiap orang tentu sempat melaksanakan perjanjian, baik itu secara lisan, ataupun tulisan. Perjanjian ialah jalinan antara 2 pihak( sang berutang serta sang berpiutang) ataupun lebih, yang satu sama lain silih bersepakat buat penuhi hak serta kewajibannya tiap- tiap.Â
Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, arti perjanjian diatur dalam Pasal 1313, yang menarangkan kalau perjanjian merupakan sesuatu perbuatan dengan mana satu orang ataupun lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain ataupun lebih.
Pada penerapannya, tidak sedikit orang hadapi kasus yang ditimbulkan dari terdapatnya perjanjian yang sudah disepakati. Dalam bahasa hukum, dia diketahui selaku wanprestasi. Wanprestasi bagi Pasal 1238 KUHPerdata merupakan" Sang berutang merupakan lalai, apabila dia dengan pesan perintah ataupun dengan suatu akta sejenis itu sudah dinyatakan lalai, ataupun demi perikatannya sendiri, yakni bila ini menetapkan, kalau sang berutang wajib dikira lalai dengan lewatnya waktu yang didetetapkan".Â
Dalam pasal tersebut, sesorang dikatakan lalai ataupun melaksanakan wan prestasi apabila dengan pesan perintah ataupun suatu akta sejenis yang melaporkan kalau sang berutang lalai. Pesan ataupun akta tersebut diketahui selaku somasi.
Somasi adalah pesan teguran supaya sang berutang penuhi prestasinya terhadap sang berpiutang. Somasi berupa tertulis, yang di dalamnya muat hal- hal semacam:
1. Kop pesan lembaga jika yang mengajukan merupakan sebuah lembaga
2. Bukti diri yang dituju
3. Bukti diri pengirim somasiÂ
4. Duduknya masalah
5. Hal- hal yang dituntut
6. Jarak waktu yang yang diberikan kepada sang berutang buat penuhi prestasi
7. Upaya hukum lanjutan yang hendak ditempuh apabila sang berutang tidak penuhi prestasi yang dituntut
8. Tandatangan pengirim somasi.
surat somasi umumnya dikeluarkan sebanyak tiga kali. Jarak rentang waktu antara somasi I, II, serta III lazimnya satu minggu hingga dua minggu  hari kerja. Tetapi, terdapat pula yang memastikan sampai satu bulan lamanya. Apabila dalam jangka waktu tersebut sampai Somasi III sang berutang belum pula penuhi kewajibannya, hingga sang berpiutang hendak melaksanakan upaya hukum lanjutan misal ke majelis hukum.
Pada dasarnya, somasi tidak cuma terbuat oleh sarjana hukum ataupun lembaga dorongan hukum saja. Somasi sesungguhnya dapat terbuat oleh siapapun, sepanjang orang yang membuat tersebut merasa dirugikan hak- haknya ataupun terdapat prestasi yang dilanggar oleh salah satu pihak yang sudah terjalin perjanjian tadinya.Â
Tetapi dalam praktiknya, pihak yang merasa dirugikan umumnya menguasakan kepada Lembaga Dorongan Hukum ataupun Kantor Advokat buat membuat somasi kepada sang berutang. Perihal ini ialah shock teraphy buat sang berutang, sebab umumnya bila yang menghasilkan somasi itu sang berpiutang itu sendiri tanpa menguasakan kepada lembaga, itu kurang dicermati ataupun ditanggapi oleh sang berutang.Â
Perihal ini berbeda apabila yang menghasilkan somasi merupakan suatu kantor hukum, umumnya lebih memiliki power, serta berpiutang lebih merasa khawatir sehingga sangat mencermati perihal yang dilansir dalam somasi tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H