Tidak ada takjil. Belum terlihat oleh kami kurma, manisan, kolak, atau nasi bungkus. Mungkin nanti, setelah sholat jama'ah maghrib. Kami segera mengambil air wudhu. Bergabung dengan para jama'ah bersiap menunaikan sholat maghrib.
****
Imam sholat maghrib sungguh sangat pengertian. Bacaan wirid yang dibaca tidak terlalu panjang. Aku dan Mas Kholid seakan punya misi sama. Sholat dua rakaat setelah maghrib. Bergegas ke serambi, tengok kanan kiri.
Nyaris tiada bekas. Takjil sore itu tidak ada. "Waduh, kita salah niat Mas." Senyum kecut Mas Kholid tergambar di bibirnya. Alasannya apa kok tidak ada? Jelas kami tidak mampu menanyakan. Malu, sungkan.
Kami segera menuju tempat parkir. Full Speed, kukayuh sepeda tua. Mengarah ke barat, belok ke utara, keluar kota.
Kemana?
Melaju saja, tidak jelas tujuannya. Dipikir sambil bersepeda. Belok, Ke rumah kenalan. Silaturahmi untuk hutang uang. Senilai bakso dua mangkok. Masya Allah, buka puasa penuh liku. Naik turun perasaan. Antara ikhlas puasa, dan kurang ikhlas berbuka. Ya Allah, terimalah puasa kami. Amin. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H