Mohon tunggu...
Zaenah
Zaenah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa fakultas ekonomi Prodi perbankan syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Indonesia

2 Oktober 2024   11:20 Diperbarui: 4 Oktober 2024   07:13 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sejarah pancasila

Sebelum terbentuknya Pancasila, terdapat beberapa momen sejarah penting yang membentuk pemikiran dan nilai-nilai yang terkandung dalamnya:

Zaman Kolonial: Selama masa penjajahan Belanda, muncul berbagai gerakan nasionalisme yang menuntut kemerdekaan. Pemikiran tentang identitas bangsa mulai berkembang, diiringi oleh perjuangan melawan penindasan.

Sumpah Pemuda 1928: Di sinilah semboyan "satu nusa, satu bangsa, satu bahasa" dicanangkan, yang menegaskan semangat persatuan dan kesatuan di tengah keragaman etnis dan budaya.

Dokumen-dokumen Awal: Sebelum Pancasila diresmikan, terdapat berbagai dokumen yang mencerminkan pemikiran tentang dasar negara, seperti Piagam Jakarta dan UUD 1945, yang mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, dan kebangsaan.

Konferensi Lembaga Kebangsaan: Berbagai pertemuan antar tokoh pergerakan di awal abad ke-20 membahas pentingnya nilai-nilai dasar bagi negara yang baru merdeka.

Pengaruh Ideologi: Ideologi seperti sosialisme, liberalisme, dan Islam juga berpengaruh dalam pembentukan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.

Melalui proses sejarah ini, Pancasila lahir sebagai konsensus yang merangkum nilai-nilai yang diyakini dapat menyatukan bangsa Indonesia yang beragam. Pancasila diresmikan pada 1 Juni 1945 oleh Soekarno, dan kemudian dijadikan sebagai dasar negara setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945

Sejarah Pancasila dimulai pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah rangkuman pentingnya: 

Pengembangan Ide:Pengembangan ide Pancasila dimulai sebelum kemerdekaan Indonesia dan melibatkan beberapa tahap penting:

Latar Belakang Sejarah: Pada masa penjajahan, muncul berbagai gerakan nasional yang menuntut kemerdekaan. Pemikiran tentang identitas dan persatuan bangsa mulai berkembang. Pidato Soekarno (1 Juni 1945): Dalam pidato di depan BPUPKI, Soekarno menyampaikan konsep dasar negara yang terdiri dari lima prinsip. Pidato ini menjadi momen penting dalam pengembangan ide Pancasila. 

 Setelah pidato, terjadi diskusi dan debat di BPUPKI mengenai prinsip-prinsip dasar negara. Banyak tokoh dari berbagai latar belakang ikut serta, sehingga menghasilkan konsensus yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Pengesahan (18 Agustus 1945): Setelah proklamasi kemerdekaan, Pancasila secara resmi ditetapkan sebagai dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945. Ini menunjukkan komitmen bangsa terhadap nilai-nilai yang diusungnya. 

Sejak saat itu, Pancasila terus direinterpretasi sesuai dengan perkembangan zaman, dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, dengan penekanan pada nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan keadilan sosial. Pengembangan ide Pancasila adalah hasil dari dialog dan konsensus yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, sehingga menciptakan fondasi yang kuat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Perumusan: Pancasila dirumuskan lebih lanjut dalam sidang-sidang BPUPKI. Pada 18 Agustus 1945, setelah proklamasi kemerdekaan, Pancasila resmi ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia melalui Pembukaan UUD 1945. Perumusan Pancasila terjadi melalui beberapa tahap penting dalam konteks sejarah Indonesia, terutama pada masa menjelang kemerdekaan. Berikut adalah rangkuman proses perumusan Pancasila:

Sidang BPUPKI: Pada 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk untuk merumuskan dasar negara. Dalam sidang ini, banyak tokoh bangsa terlibat dalam diskusi mengenai ideologi negara.

Pidato Soekarno (1 Juni 1945): Soekarno mengemukakan gagasan lima dasar negara yang disebut "Pancasila" dalam pidatonya. Lima prinsip tersebut adalah: Ketuhanan yang Maha Esa , Kemanusiaan yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Diskusi dan Konsensus: Setelah pidato Soekarno, terjadi diskusi mendalam di kalangan anggota BPUPKI. Beberapa tokoh menyampaikan pandangan dan kritik, namun akhirnya terjadi konsensus mengenai lima sila tersebut.

Pengesahan: Pada 18 Agustus 1945, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pancasila secara resmi disahkan sebagai dasar negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Implementasi: Setelah pengesahan, Pancasila dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan berbangsa. Nilai-nilai Pancasila terus dijadikan acuan dalam setiap kebijakan dan hukum yang diterapkan di Indonesia.

Perumusan Pancasila mencerminkan keinginan untuk menciptakan landasan yang kuat bagi negara Indonesia yang beragam, serta menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial.

Penetapan Resmi: Lima sila Pancasila adalah:

Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia , Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, 

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Era Orde Lama dan Orde Baru:

Pancasila pada era Orde Lama (1945-1966) berfungsi sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia. Pada masa ini, Pancasila diinterpretasikan sebagai landasan untuk meraih kemerdekaan dan menjaga persatuan bangsa. Presiden Sukarno menekankan pentingnya Pancasila dalam membangun nasionalisme, anti-kolonialisme, dan sosialisme. Dalam konteks ini, Pancasila sering kali dihubungkan dengan konsep "Demokrasi Terpimpin," yang bertujuan untuk mengendalikan berbagai kekuatan politik dan menjaga stabilitas.

Namun, selama Orde Lama, implementasi Pancasila sering kali dipolitisasi dan dijadikan alat legitimasi kekuasaan. Beberapa kritik muncul terkait pengekangan kebebasan berpendapat dan munculnya konflik politik, yang pada akhirnya berkontribusi pada jatuhnya rezim Orde Lama.

 Pada masa Orde Lama, Pancasila digunakan untuk memperkuat nasionalisme. Di era Orde Baru, Pancasila diinstrumentalisasi untuk legitimasi kekuasaan, meskipun seringkali mengabaikan nilai-nilai demokrasi.

Pada era Orde Baru (1966-1998), Pancasila dijadikan ideologi resmi negara dan alat legitimasi bagi pemerintahan Presiden Soeharto. Pancasila dipromosikan sebagai landasan untuk stabilitas politik dan pembangunan ekonomi.

Soeharto menginterpretasikan Pancasila dengan penekanan pada "Pancasila sebagai satu-satunya asas" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah melakukan upaya untuk mendidik masyarakat mengenai Pancasila, melalui berbagai program, seperti pendidikan formal dan kampanye.

Meskipun Pancasila digunakan untuk menyatukan bangsa dan mendorong pembangunan, banyak kritik muncul terkait penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan pengekangan kebebasan berpendapat. Pada akhir era Orde Baru, tuntutan reformasi muncul, menginginkan pengembalian kepada nilai-nilai Pancasila yang lebih autentik.

Reformasi dan Pemaknaan Ulang: Setelah Reformasi 1998, Pancasila kembali dipahami sebagai landasan demokrasi dan pluralisme, menekankan pentingnya musyawarah dan keadilan sosial.

Pancasila di era Reformasi mengalami pemaknaan ulang yang signifikan. Setelah jatuhnya Orde Baru, Pancasila tidak lagi dipandang hanya sebagai alat legitimasi kekuasaan, tetapi diinterpretasikan sebagai dasar nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan hak asasi manusia.

Reformasi mendorong penguatan Pancasila sebagai sumber inspirasi bagi perumusan kebijakan publik dan pembentukan identitas nasional. Banyak tokoh dan akademisi mulai mengadvokasi agar Pancasila dijadikan pedoman dalam menyelesaikan berbagai isu sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi bangsa.

Pentingnya dialog dan keterbukaan dalam mendiskusikan nilai-nilai Pancasila juga semakin diutamakan. Pancasila dipandang sebagai jembatan untuk menjalin persatuan dalam keberagaman, serta sebagai landasan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan beradab.

Dengan demikian, pemaknaan ulang Pancasila di era Reformasi menegaskan relevansinya dalam konteks modern, mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.

Relevansi Kontemporer: 

Pancasila di era relevansi kontemporer dihadapkan pada tantangan dan dinamika yang kompleks. Sebagai dasar negara, Pancasila perlu diadaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk dalam konteks globalisasi, teknologi, dan pluralisme 

Nilai Demokrasi: Pancasila menjadi pedoman dalam memperkuat praktik demokrasi yang inklusif dan partisipatif, mendorong masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Pluralisme: Dalam masyarakat yang semakin beragam, Pancasila berfungsi sebagai landasan untuk menghargai perbedaan dan mempromosikan toleransi antar kelompok.

Keadilan Sosial: Fokus pada keadilan sosial dalam konteks ekonomi dan kesejahteraan masyarakat semakin penting, mengingat kesenjangan yang ada.

Hak Asasi Manusia: Pancasila diinterpretasikan untuk mendukung penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai bagian dari pembangunan yang berkelanjutan.

Adaptasi Teknologi: Dalam era digital, Pancasila dapat dijadikan dasar untuk mengedukasi masyarakat tentang etika digital dan tanggung jawab sosial.

Dengan demikian, Pancasila tetap relevan dan menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia untuk menjawab tantangan kontemporer, menjaga persatuan, dan membangun masyarakat yang adil dan beradab.

Saat ini, Pancasila terus menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa, mengingat tantangan globalisasi dan perbedaan sosial yang ada.

Pancasila berfungsi sebagai ideologi yang menyatukan bangsa Indonesia yang beragam, dan perannya dalam membangun karakter bangsa tetap sangat penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun