Karena tuntutannya soal penerangan, perusahaan akan meresponnya dengan memberikan bantuan dalam bentuk mesin genset. Bahkan ada juga yang plus dengan bantuan solarnya.Â
Solusi seperti ini mungkin akan berhasil meredam permasalahan, tapi begitu genset yang diberikan perusahaan mengalami kerusakan atau suplai solar dianggap tidak mencukupi, lagi-lagi perusahaan akan direpotkan dengan tuntutan perbaikan genset atau pembelian tambahan solar. Bantuan semacam ini tetap menyimpan bara konflik yang setiap saat bisa muncul kembali kepermukaan.
Lalu bagaimana kacamata CSR dalam melihat permasalahan listrik yang jadi tuntutan masyarakat desa?
Pertama, perusahaan tidak boleh menutup mata terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat desa. Apalagi dalam regulasi yang ada di Indonesia, setiap perusahaan ekstraktif diwajibkan pemerintah untuk mengalokasikan dana CSR bagi pengembangan masyarakat yang ada di desa lingkar tambang.
Kedua, kepedulian perusahaan terhadap masyarakat seharusnya tidak perlu sampai diminta. Melalui tim CSR, perusahaan bisa lebih pro aktif melibatkan diri dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Dengan begitu, potensi munculnya konflik dan gangguan terhadap operasional perusahaan bisa terdeteksi sejak dini dan bisa langsung diselesaikan.
Ketiga, kepedulian yang diberikan perusahaan harus benar-benar menjadi solusi yang bisa menyentuh akar permasalahan mendasar yang sedang dihadapi oleh masyarakat.Â
Pendekatan instan atau bantuan jangka pendek yang bersifat karikatif semata bukan hanya tidak akan menjadi solusi secara jangka panjang, namun justru akan menimbulkan masalah baru, yaitu adanya ketergantungan yang tinggi sekaligus mengajarkan kepada masyarakat jika ingin tuntutannya dipenuhi oleh perusahaan, maka mereka harus "melakukan ancaman" terhadap perusahaan. Â
Keempat, perlu ada keterlibatan aktif dari semua pihak, baik perusahaan, masyarakat atau pemerintah daerah setempat. Tidak bisa pencarian solusinya hanya dibebankan kepada salah satu pihak saja.Â
Dengan adanya sinergitas semua pihak, maka beban permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat akan menjadi lebih ringan untuk diselesaikan.
Dalam kasus penerangan desa, pemberian mesin genset sebenarnya masih bisa dibenarkan dengan beberapa catatan. Akan sangat baik kalau ada kolaborasi biaya pembelian genset antara pemerintah dengan perusahaan. Pemdes mengalokasikan sebagian dana desa, sedangkan perusahaan mengalokasikan dari dana CSR.
Untuk memastikan genset yang sudah dibeli bisa dikelola dengan baik, perusahaan bisa meminta pemerintah desa membentuk Bumdes PLTD sebagai pengelola genset.Â